Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam terhadap Rasulullah, pengikut dan para shahabatnya.
Waba’du :
Seorang penelpon telah meminta kepadaku (sebuah nasehat) dengan judul “Mengapa Tauhid Dahulu?”
Ini menunjukkan bahwa si penelpon mengetahui bahwa sesungguhnya tauhid
adalah pokok akidah Islam dan dasarnya serta syarat sah dan diterimanya.
Dia menyampaikan usulan tersebut untuk memahamkan orang yang belum
memahami bahwa inilah kedudukan tauhid dalam Islam. Yaitu bahwa tauhid
ulûhiyah (memurnikan ibadah hanya kepada Allah) merupakan perintah
seluruh Rasul -dari (Rasul) pertama Nuh ‘alaihis shalâtu was salâm
sampai (Rasul) terakhir Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut”.” [An-Nahl : 36]
Dan (Allah) Subhânahu berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak)
melainkan Aku, maka beribadahlah kalian (hanya) kepada-Ku”.” [Al-Anbiyâ`
:25]
Dan tidak ada seorang Nabi pun yang diutus kepada kaumnya, melainkan pasti ia menyerukan,
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagi kalian (yang berhak disembah) selain-Nya.” [Al-A’râf : 59]
Ketika Allah mengutus Nabi kita, Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam
kepada kaumnya, beliau berlalu selama 10 tahun tiada lain hanya menyeru
kepada tauhid. Setelah itu, disyariatkanlah shalat. Dan beliau tetap
tinggal 3 tahun di Makkah (di atas hal tersebut), kemudian hijrah ke
Madinah. Dan pada tahun ke-2 Hijriyah, disyariatkan zakat dan puasa.
(Tampaklah) bahwa tauhid adalah pokok agama dan dasarnya serta
landasannya yang (agama itu) dibangun di atasnya. Karena itu,
barangsiapa merusak tauhidnya dengan beribadah kepada sesembahan lain
bersama Allah, maka dia telah merusak agamanya secara keseluruhan dan
keluar dari Islam sehingga menjadi murtad serta hancurlah seluruh amal
perbuatannya. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan
kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan Allah,
niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi”.” [Az-Zumar : 65]
Dan (Nabi) ‘Isa ‘alaihis shalâtu was salâm berkata,
“Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabb kalian.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.”
[Al-Mâ`idah : 72]
Dan pokok dasar yang sangat agung ini (juga) terkandung pada
(kalimat) syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”
yang (kalimat syahadat itu) terdiri dari dua bagian; “Lâ Ilâha” dan
“Illallâhu”.
Bagian pertama : Penafian peribadatan dari siapa yang selain Allah ‘Azza
wa Jalla pada ucapan “Asyhâdu an Lâ Ilâha” yang bermakna tidak ada
sesembahan apapun di wujud ini yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Bagian kedua : Pada ucapan “Illallâhu” terdapat penetapan peribadatan
hanya untuk Allah semata tanpa selain-Nya, karena Dia-lah yang telah
menciptakan alam semesta ini. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang
menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian mengadakan sekutu-sekutu
bagi-Nya?. (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam”.”
[Fushshilat : 9] dan beberapa ayat setelahnya.
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian sebagai tempat menetap
dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian lalu membaguskan bentuk
kalian serta memberi kalian rezki dengan yang baik-baik. Itulah Allah
Rabb Kalian. Maha Berkah Allah, Rabb semesta alam. Dialah Yang Maha
hidup kekal, tiada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Rabb semesta alam. Katakanlah (ya Muhammad), “Sesungguhnya aku
dilarang untuk menyembah sesembahan yang kalian sembah selain Allah
setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Rabbku; dan aku
diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.” [Ghâfir :
64– 66]
Sangat banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tauhid peribadatan hanya
milik Allah. Maka barangsiapa yang mengucapkan (kalimat) syahadat ini;
yaitu syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”,
maka ia telah meraih keberuntungan dan telah selamat dari kerugian.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi
kesabaran.” [Al-Ashr : 1-3]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka
dengan kezhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-An’âm : 82]
Barangsiapa mengucapkannya dengan meyakini maknanya dan mengamalkan
kandungannya, maka dia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia
adalah kalimat yang dengannya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan
kitab-kitab-Nya. Dan karenanya, dunia dan akhirat, surga dan neraka
diciptakan. Dan pada perkara inilah ketentuan kebahagiaan dan
kesengsaraan.
Orang yang mengucapkan dan meyakininya akan diberi catatan amalnya
dengan tangan kanannya, akan berat timbangan kebaikannya, akan
(berhasil) melalui Ash-Shirâth dan masuk ke dalam surga serta selamat
dari neraka.
Dan tentangnyalah, diadakan pertanyaan. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul itu kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
para rasul.” [Al-A’râf : 6]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan (ingatlah) di hari Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?” Maka tertutuplah bagi mereka segala
macam alasan pada hari itu, kemudian mereka tidak bisa saling bertanya.
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang
shaleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.” [Al-Qashash :
65-67]
Syaikh kami, Hâfizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullâh dalam kitab Ma’ârijul Qabûl (2/510) berkata,
“Kalimat (tauhid) ini merupakan seagung-agung nikmat yang Allah
anugerahkan kepada segenap hamba-Nya, (yaitu) dengan membimbing mereka
kepada-Nya. Sebab itu, Allah menyebutkan (kalimat tersebut) dalam surat
An-Nahl -yang (disebut juga) Surah An-Ni’am- sebagai nikmat pertama
sebelum nikmat-nikmat lainnya. (Allah) berfirman,
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dari
perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada sesembahan
(yang berhak disembah) melainkan Aku, maka bertakwalah kalian
kepada-Ku.” [An-Nahl : 2]
Kalimat ini adalah kalimat syahadat dan kunci negeri kebahagiaan. Dia
adalah pokok dan asas agama. (Dia merupakan) inti, tonggak dan penyangga
agama ini. Sedangkan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban (Islam)
lainnya (hanya) bercabang dan berpecah darinya dan (hanya) sebagai
penyempurnanya. Dan (rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban Islam itu)
terikat dengan makna (kalimat tersebut) dan pengamalan terhadap
konsekwensinya. Itulah Al-Urwah Al-Wutsqâ yang Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman (tentangnya),
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada Al-Urwah Al-Wutsqâ (ikatan
tali yang amat kuat) lagi tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah : 256]
Dia adalah perjanjian yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Mereka tidak berhak mendapatkan syafa’at kecuali orang yang telah
mengadakan perjanjian di sisi (Allah) yang Maha Pemurah.” [Maryam : 87]
Berkata Abdullah bin Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ dalam menafsirkan
“perjanjian” (dalam ayat tersebut), “Dia adalah syahadat “Lâ Ilâha
Illallâhu” dan berlepas dari segala daya dan upaya selain dari Allah.”
Dia adalah Al-Husnâ yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan Al-Husnâ, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah.” [Al-Lail :5-7]
Dia adalah Kalimat Al-Haq yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Kecuali orang yang bersaksi dengan Al-Haq seraya mereka meyakini(nya).” [Az-Zukhruf : 86]
Dan dia adalah Kalimatut-Taqwa yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Allah mewajibkan kepada mereka Kalimatut-Taqwa dan merekalah yang
paling berhak dengan (Kalimatut-Taqwa itu) dan paling patut
memilikinya.” [Al Fath : 26]” Selesai apa yang kuhendaki penukilannya
dengan ada perubahan.
Dari sini kita ketahui, mengapa tauhid adalah yang paling pertama
dalam kewajiban dan yang paling pertama dalam berdakwah. Dan (mengapa)
dia adalah pokok agama, dasar dan pondasinya. Maka Islam tanpa tauhid
bagaikan bangunan tanpa pondasi.
Dan kita ketahui juga kesesatan orang-orang yang berdakwah kepada
khilafah dan mereka merasa sedang berdakwah untuk mengembalikan khilafah
yang hilang.
Kita katakan : Sesungguhnya Allah memerintahkan kita (berpegang)
terhadap tauhid yang seluruh para Rasul berdakwah kepadanya. Dan Allah
akan bertanya kepada kita : “Apa yang kalian ibadahi dahulu?”, “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?”
Alangkah meruginya, orang yang menghabiskan umurnya untuk berdakwah
kepada khilafah. Alangkah meruginya orang yang menyambut dan
mengikutinya di atas kebatilan tersebut.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
[Ditulis oleh Syaikh kami, Mufti Kerajaan Saudi Arabia bagian selatan,
Asy-Syaikh Al-Musnid Al-Muhaddits Al-Faqîh Al-‘Allâmah Ahmad bin Yahya
An-Najmi hafizhohullâh pada 17/04/1426H. Alih Bahasa oleh Ustadz
Muhammad Cahyo.]
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam terhadap Rasulullah, pengikut dan para shahabatnya.
Waba’du :
Seorang penelpon telah meminta kepadaku (sebuah nasehat) dengan judul “Mengapa Tauhid Dahulu?”
Ini menunjukkan bahwa si penelpon mengetahui bahwa sesungguhnya tauhid
adalah pokok akidah Islam dan dasarnya serta syarat sah dan diterimanya.
Dia menyampaikan usulan tersebut untuk memahamkan orang yang belum
memahami bahwa inilah kedudukan tauhid dalam Islam. Yaitu bahwa tauhid
ulûhiyah (memurnikan ibadah hanya kepada Allah) merupakan perintah
seluruh Rasul -dari (Rasul) pertama Nuh ‘alaihis shalâtu was salâm
sampai (Rasul) terakhir Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut”.” [An-Nahl : 36]
Dan (Allah) Subhânahu berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak)
melainkan Aku, maka beribadahlah kalian (hanya) kepada-Ku”.” [Al-Anbiyâ`
:25]
Dan tidak ada seorang Nabi pun yang diutus kepada kaumnya, melainkan pasti ia menyerukan,
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagi kalian (yang berhak disembah) selain-Nya.” [Al-A’râf : 59]
Ketika Allah mengutus Nabi kita, Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam
kepada kaumnya, beliau berlalu selama 10 tahun tiada lain hanya menyeru
kepada tauhid. Setelah itu, disyariatkanlah shalat. Dan beliau tetap
tinggal 3 tahun di Makkah (di atas hal tersebut), kemudian hijrah ke
Madinah. Dan pada tahun ke-2 Hijriyah, disyariatkan zakat dan puasa.
(Tampaklah) bahwa tauhid adalah pokok agama dan dasarnya serta
landasannya yang (agama itu) dibangun di atasnya. Karena itu,
barangsiapa merusak tauhidnya dengan beribadah kepada sesembahan lain
bersama Allah, maka dia telah merusak agamanya secara keseluruhan dan
keluar dari Islam sehingga menjadi murtad serta hancurlah seluruh amal
perbuatannya. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan
kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan Allah,
niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi”.” [Az-Zumar : 65]
Dan (Nabi) ‘Isa ‘alaihis shalâtu was salâm berkata,
“Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabb kalian.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.”
[Al-Mâ`idah : 72]
Dan pokok dasar yang sangat agung ini (juga) terkandung pada
(kalimat) syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”
yang (kalimat syahadat itu) terdiri dari dua bagian; “Lâ Ilâha” dan
“Illallâhu”.
Bagian pertama : Penafian peribadatan dari siapa yang selain Allah ‘Azza
wa Jalla pada ucapan “Asyhâdu an Lâ Ilâha” yang bermakna tidak ada
sesembahan apapun di wujud ini yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Bagian kedua : Pada ucapan “Illallâhu” terdapat penetapan peribadatan
hanya untuk Allah semata tanpa selain-Nya, karena Dia-lah yang telah
menciptakan alam semesta ini. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang
menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian mengadakan sekutu-sekutu
bagi-Nya?. (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam”.”
[Fushshilat : 9] dan beberapa ayat setelahnya.
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian sebagai tempat menetap
dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian lalu membaguskan bentuk
kalian serta memberi kalian rezki dengan yang baik-baik. Itulah Allah
Rabb Kalian. Maha Berkah Allah, Rabb semesta alam. Dialah Yang Maha
hidup kekal, tiada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Rabb semesta alam. Katakanlah (ya Muhammad), “Sesungguhnya aku
dilarang untuk menyembah sesembahan yang kalian sembah selain Allah
setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Rabbku; dan aku
diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.” [Ghâfir :
64– 66]
Sangat banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tauhid peribadatan hanya
milik Allah. Maka barangsiapa yang mengucapkan (kalimat) syahadat ini;
yaitu syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”,
maka ia telah meraih keberuntungan dan telah selamat dari kerugian.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi
kesabaran.” [Al-Ashr : 1-3]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka
dengan kezhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-An’âm : 82]
Barangsiapa mengucapkannya dengan meyakini maknanya dan mengamalkan
kandungannya, maka dia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia
adalah kalimat yang dengannya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan
kitab-kitab-Nya. Dan karenanya, dunia dan akhirat, surga dan neraka
diciptakan. Dan pada perkara inilah ketentuan kebahagiaan dan
kesengsaraan.
Orang yang mengucapkan dan meyakininya akan diberi catatan amalnya
dengan tangan kanannya, akan berat timbangan kebaikannya, akan
(berhasil) melalui Ash-Shirâth dan masuk ke dalam surga serta selamat
dari neraka.
Dan tentangnyalah, diadakan pertanyaan. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul itu kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
para rasul.” [Al-A’râf : 6]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan (ingatlah) di hari Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?” Maka tertutuplah bagi mereka segala
macam alasan pada hari itu, kemudian mereka tidak bisa saling bertanya.
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang
shaleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.” [Al-Qashash :
65-67]
Syaikh kami, Hâfizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullâh dalam kitab Ma’ârijul Qabûl (2/510) berkata,
“Kalimat (tauhid) ini merupakan seagung-agung nikmat yang Allah
anugerahkan kepada segenap hamba-Nya, (yaitu) dengan membimbing mereka
kepada-Nya. Sebab itu, Allah menyebutkan (kalimat tersebut) dalam surat
An-Nahl -yang (disebut juga) Surah An-Ni’am- sebagai nikmat pertama
sebelum nikmat-nikmat lainnya. (Allah) berfirman,
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dari
perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada sesembahan
(yang berhak disembah) melainkan Aku, maka bertakwalah kalian
kepada-Ku.” [An-Nahl : 2]
Kalimat ini adalah kalimat syahadat dan kunci negeri kebahagiaan. Dia
adalah pokok dan asas agama. (Dia merupakan) inti, tonggak dan penyangga
agama ini. Sedangkan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban (Islam)
lainnya (hanya) bercabang dan berpecah darinya dan (hanya) sebagai
penyempurnanya. Dan (rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban Islam itu)
terikat dengan makna (kalimat tersebut) dan pengamalan terhadap
konsekwensinya. Itulah Al-Urwah Al-Wutsqâ yang Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman (tentangnya),
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada Al-Urwah Al-Wutsqâ (ikatan
tali yang amat kuat) lagi tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah : 256]
Dia adalah perjanjian yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Mereka tidak berhak mendapatkan syafa’at kecuali orang yang telah
mengadakan perjanjian di sisi (Allah) yang Maha Pemurah.” [Maryam : 87]
Berkata Abdullah bin Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ dalam menafsirkan
“perjanjian” (dalam ayat tersebut), “Dia adalah syahadat “Lâ Ilâha
Illallâhu” dan berlepas dari segala daya dan upaya selain dari Allah.”
Dia adalah Al-Husnâ yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan Al-Husnâ, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah.” [Al-Lail :5-7]
Dia adalah Kalimat Al-Haq yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Kecuali orang yang bersaksi dengan Al-Haq seraya mereka meyakini(nya).” [Az-Zukhruf : 86]
Dan dia adalah Kalimatut-Taqwa yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Allah mewajibkan kepada mereka Kalimatut-Taqwa dan merekalah yang
paling berhak dengan (Kalimatut-Taqwa itu) dan paling patut
memilikinya.” [Al Fath : 26]” Selesai apa yang kuhendaki penukilannya
dengan ada perubahan.
Dari sini kita ketahui, mengapa tauhid adalah yang paling pertama
dalam kewajiban dan yang paling pertama dalam berdakwah. Dan (mengapa)
dia adalah pokok agama, dasar dan pondasinya. Maka Islam tanpa tauhid
bagaikan bangunan tanpa pondasi.
Dan kita ketahui juga kesesatan orang-orang yang berdakwah kepada
khilafah dan mereka merasa sedang berdakwah untuk mengembalikan khilafah
yang hilang.
Kita katakan : Sesungguhnya Allah memerintahkan kita (berpegang)
terhadap tauhid yang seluruh para Rasul berdakwah kepadanya. Dan Allah
akan bertanya kepada kita : “Apa yang kalian ibadahi dahulu?”, “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?”
Alangkah meruginya, orang yang menghabiskan umurnya untuk berdakwah
kepada khilafah. Alangkah meruginya orang yang menyambut dan
mengikutinya di atas kebatilan tersebut.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
[Ditulis oleh Syaikh kami, Mufti Kerajaan Saudi Arabia bagian selatan,
Asy-Syaikh Al-Musnid Al-Muhaddits Al-Faqîh Al-‘Allâmah Ahmad bin Yahya
An-Najmi hafizhohullâh pada 17/04/1426H. Alih Bahasa oleh Ustadz
Muhammad Cahyo.]
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam terhadap Rasulullah, pengikut dan para shahabatnya.
Waba’du :
Seorang penelpon telah meminta kepadaku (sebuah nasehat) dengan judul “Mengapa Tauhid Dahulu?”
Ini menunjukkan bahwa si penelpon mengetahui bahwa sesungguhnya tauhid
adalah pokok akidah Islam dan dasarnya serta syarat sah dan diterimanya.
Dia menyampaikan usulan tersebut untuk memahamkan orang yang belum
memahami bahwa inilah kedudukan tauhid dalam Islam. Yaitu bahwa tauhid
ulûhiyah (memurnikan ibadah hanya kepada Allah) merupakan perintah
seluruh Rasul -dari (Rasul) pertama Nuh ‘alaihis shalâtu was salâm
sampai (Rasul) terakhir Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut”.” [An-Nahl : 36]
Dan (Allah) Subhânahu berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak)
melainkan Aku, maka beribadahlah kalian (hanya) kepada-Ku”.” [Al-Anbiyâ`
:25]
Dan tidak ada seorang Nabi pun yang diutus kepada kaumnya, melainkan pasti ia menyerukan,
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagi kalian (yang berhak disembah) selain-Nya.” [Al-A’râf : 59]
Ketika Allah mengutus Nabi kita, Muhammad shollallâhu ‘alaihi wa sallam
kepada kaumnya, beliau berlalu selama 10 tahun tiada lain hanya menyeru
kepada tauhid. Setelah itu, disyariatkanlah shalat. Dan beliau tetap
tinggal 3 tahun di Makkah (di atas hal tersebut), kemudian hijrah ke
Madinah. Dan pada tahun ke-2 Hijriyah, disyariatkan zakat dan puasa.
(Tampaklah) bahwa tauhid adalah pokok agama dan dasarnya serta
landasannya yang (agama itu) dibangun di atasnya. Karena itu,
barangsiapa merusak tauhidnya dengan beribadah kepada sesembahan lain
bersama Allah, maka dia telah merusak agamanya secara keseluruhan dan
keluar dari Islam sehingga menjadi murtad serta hancurlah seluruh amal
perbuatannya. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan
kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan Allah,
niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi”.” [Az-Zumar : 65]
Dan (Nabi) ‘Isa ‘alaihis shalâtu was salâm berkata,
“Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabb kalian.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.”
[Al-Mâ`idah : 72]
Dan pokok dasar yang sangat agung ini (juga) terkandung pada
(kalimat) syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”
yang (kalimat syahadat itu) terdiri dari dua bagian; “Lâ Ilâha” dan
“Illallâhu”.
Bagian pertama : Penafian peribadatan dari siapa yang selain Allah ‘Azza
wa Jalla pada ucapan “Asyhâdu an Lâ Ilâha” yang bermakna tidak ada
sesembahan apapun di wujud ini yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Bagian kedua : Pada ucapan “Illallâhu” terdapat penetapan peribadatan
hanya untuk Allah semata tanpa selain-Nya, karena Dia-lah yang telah
menciptakan alam semesta ini. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang
menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian mengadakan sekutu-sekutu
bagi-Nya?. (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam”.”
[Fushshilat : 9] dan beberapa ayat setelahnya.
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian sebagai tempat menetap
dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian lalu membaguskan bentuk
kalian serta memberi kalian rezki dengan yang baik-baik. Itulah Allah
Rabb Kalian. Maha Berkah Allah, Rabb semesta alam. Dialah Yang Maha
hidup kekal, tiada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Rabb semesta alam. Katakanlah (ya Muhammad), “Sesungguhnya aku
dilarang untuk menyembah sesembahan yang kalian sembah selain Allah
setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Rabbku; dan aku
diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.” [Ghâfir :
64– 66]
Sangat banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tauhid peribadatan hanya
milik Allah. Maka barangsiapa yang mengucapkan (kalimat) syahadat ini;
yaitu syahadat “Lâ Ilâha Illallâhu” dan “Anna Muhammadan Rasulullâh”,
maka ia telah meraih keberuntungan dan telah selamat dari kerugian.
(Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi
kesabaran.” [Al-Ashr : 1-3]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka
dengan kezhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-An’âm : 82]
Barangsiapa mengucapkannya dengan meyakini maknanya dan mengamalkan
kandungannya, maka dia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia
adalah kalimat yang dengannya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan
kitab-kitab-Nya. Dan karenanya, dunia dan akhirat, surga dan neraka
diciptakan. Dan pada perkara inilah ketentuan kebahagiaan dan
kesengsaraan.
Orang yang mengucapkan dan meyakininya akan diberi catatan amalnya
dengan tangan kanannya, akan berat timbangan kebaikannya, akan
(berhasil) melalui Ash-Shirâth dan masuk ke dalam surga serta selamat
dari neraka.
Dan tentangnyalah, diadakan pertanyaan. (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul itu kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
para rasul.” [Al-A’râf : 6]
Dan (Allah) Ta’âlâ berfirman,
“Dan (ingatlah) di hari Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?” Maka tertutuplah bagi mereka segala
macam alasan pada hari itu, kemudian mereka tidak bisa saling bertanya.
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang
shaleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.” [Al-Qashash :
65-67]
Syaikh kami, Hâfizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullâh dalam kitab Ma’ârijul Qabûl (2/510) berkata,
“Kalimat (tauhid) ini merupakan seagung-agung nikmat yang Allah
anugerahkan kepada segenap hamba-Nya, (yaitu) dengan membimbing mereka
kepada-Nya. Sebab itu, Allah menyebutkan (kalimat tersebut) dalam surat
An-Nahl -yang (disebut juga) Surah An-Ni’am- sebagai nikmat pertama
sebelum nikmat-nikmat lainnya. (Allah) berfirman,
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dari
perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada sesembahan
(yang berhak disembah) melainkan Aku, maka bertakwalah kalian
kepada-Ku.” [An-Nahl : 2]
Kalimat ini adalah kalimat syahadat dan kunci negeri kebahagiaan. Dia
adalah pokok dan asas agama. (Dia merupakan) inti, tonggak dan penyangga
agama ini. Sedangkan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban (Islam)
lainnya (hanya) bercabang dan berpecah darinya dan (hanya) sebagai
penyempurnanya. Dan (rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban Islam itu)
terikat dengan makna (kalimat tersebut) dan pengamalan terhadap
konsekwensinya. Itulah Al-Urwah Al-Wutsqâ yang Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman (tentangnya),
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada Al-Urwah Al-Wutsqâ (ikatan
tali yang amat kuat) lagi tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah : 256]
Dia adalah perjanjian yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Mereka tidak berhak mendapatkan syafa’at kecuali orang yang telah
mengadakan perjanjian di sisi (Allah) yang Maha Pemurah.” [Maryam : 87]
Berkata Abdullah bin Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ dalam menafsirkan
“perjanjian” (dalam ayat tersebut), “Dia adalah syahadat “Lâ Ilâha
Illallâhu” dan berlepas dari segala daya dan upaya selain dari Allah.”
Dia adalah Al-Husnâ yang Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (tentangnya),
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan Al-Husnâ, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah.” [Al-Lail :5-7]
Dia adalah Kalimat Al-Haq yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Kecuali orang yang bersaksi dengan Al-Haq seraya mereka meyakini(nya).” [Az-Zukhruf : 86]
Dan dia adalah Kalimatut-Taqwa yang Allah ‘Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
“Allah mewajibkan kepada mereka Kalimatut-Taqwa dan merekalah yang
paling berhak dengan (Kalimatut-Taqwa itu) dan paling patut
memilikinya.” [Al Fath : 26]” Selesai apa yang kuhendaki penukilannya
dengan ada perubahan.
Dari sini kita ketahui, mengapa tauhid adalah yang paling pertama
dalam kewajiban dan yang paling pertama dalam berdakwah. Dan (mengapa)
dia adalah pokok agama, dasar dan pondasinya. Maka Islam tanpa tauhid
bagaikan bangunan tanpa pondasi.
Dan kita ketahui juga kesesatan orang-orang yang berdakwah kepada
khilafah dan mereka merasa sedang berdakwah untuk mengembalikan khilafah
yang hilang.
Kita katakan : Sesungguhnya Allah memerintahkan kita (berpegang)
terhadap tauhid yang seluruh para Rasul berdakwah kepadanya. Dan Allah
akan bertanya kepada kita : “Apa yang kalian ibadahi dahulu?”, “Apakah
jawaban kalian kepada para rasul?”
Alangkah meruginya, orang yang menghabiskan umurnya untuk berdakwah
kepada khilafah. Alangkah meruginya orang yang menyambut dan
mengikutinya di atas kebatilan tersebut.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
[Ditulis oleh Syaikh kami, Mufti Kerajaan Saudi Arabia bagian selatan,
Asy-Syaikh Al-Musnid Al-Muhaddits Al-Faqîh Al-‘Allâmah Ahmad bin Yahya
An-Najmi hafizhohullâh pada 17/04/1426H. Alih Bahasa oleh Ustadz
Muhammad Cahyo.]
Sumber :
http://an-nashihah.com/?p=551