Rezeki, tentu setiap makhluk membutuhkannya dan
mendambakannya. Termasuk kita, manusia, pun sangat butuh dengan yang
namanya rezeki. Namun sangat disayangkan, tidak sedikit orang-orang yang
keliru dalam mengharapkan dan mendapatkannya. Sebagian dari mereka ada
yang berpandangan bahwa menjalankan agama ini dengan sempurna
menyebabkan berkuranganya pendapatan dan penghasilan karena harus
menjalankan aturan-aturan main dalam syariat ini yang menurut anggapan
mereka sangat memberatkan dan membatasi ruang gerak.
Sebagian lagi ada yang melakukan berbagai macam cara, tidak
memperhatikan halal dan haramnya sesuatu, tidak memperhatikan
rambu-rambu agama, sampai-sampai terlontar dari lisan sebagian mereka
ucapan “waduh mas, zaman sekarang ini cari yang haram aja susah apalagi yang halal!”
Ada pula yang meniru metode orang barat (kafir) dalam meraup
mimpi-mimpi dunianya, seperti bergelut dengan riba (menjadi rentenir,
lintah darat) dan yang semisal.
Yang mengherankan lagi ternyata disana ada orang-orang yang menyandarkan dan menggantungkan dirinya kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam mengais rezeki dengan datang ke ‘orang-orang pintar’, ‘para normal’ dan
semisalnya bahkan tidak tanggung-tanggung dengan melakukan
ritual-ritual kesyirikan secara terang-terangan. Keadaan ini diperparah
dengan didapatinya beberapa orang dari kalangan umat ini yang berani dan
tega menggadaikan aqidah dan keimanannya hanya dengan sebab
diiming-imingi secuil sembako serta secarik amplop yang berisi beberapa
lembar rupiah.
Para pembaca rahimakumullah, demikianlah sketsa kehidupan
masyarakat kita, yang sepertinya setiap dari kita mungkin pernah melihat
dan mendapati atau bahkan diantara kita ada yang mengalami sendiri
kenyataan pahit tersebut. Yang lebih memilukan hati, ternyata setelah
ditelisik dan dirunut sebab musabab utama dari semua itu adalah jauhnya
mereka dari bimbingan agama yang benar.
Tidak jarang ditemukan dan didapati diantara penduduk tanah air yang
tercinta ini yang notabenenya beragama Islam yang masih belum tahu
apalagi paham bagaimana Islam yang sebenarnya, termasuk dalam
permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup. Senyatanya, jika mereka mau
meluangkan waktu untuk mempelajari, menelaah, membaca dan mengamalkan
kandungan al-Quran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam sungguh mereka akan mendapatkan solusi dan kiat-kiat terbaik untuk meraup rezeki yang bermanfaat, halal dan penuh berkah.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan
memberikan taufik kepada kita semua untuk dapat mempelajari dan
mengamalkan dinul Islam ini dengan benar, amiin.
Cara Sehat Jadi Muslim Kuat
“Cara Gila Jadi Pengusaha” ini salah satu promosi yang mungkin
sering kita dengar dan baca di papan-papan pengumuman atau tempat
reklame yang lainnya, yang –wallahu a’lam- dari judulnya saja sudah membuat bulu kuduk merinding. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
ternyata Rabb kita yang Maha Kaya dan demikian pula Rasul kita yang
mulia telah mengajarkan kepada kita kiat-kiat dan solusi jitu dalam
meraup limpahan rezeki yang halal dan mengandung berkah. Hal ini cukup
untuk menjadikan diri kita sebagai seorang muslim yang kuat jasmani dan
rohani, penuh dengan berkah ilahi.
Mari kita telaah beberapa kiat-kiat tersebut;
1. Tingkatkanlah ketakwaan kepadaNya!
Inilah solusi utama kita untuk mendapatkan rezeki, yaitu dengan berupaya semaksimal mungkin menjalankan seluruh perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan
meninggalkan seluruh laranganNya tanpa memilahnya. Perlu kita ketahui
pula bahwa kunci utama untuk kita bisa tahu mana perintah dan mana
larangan adalah dengan belajar, sehingga apa yang kita kerjakan dan yang
kita tinggalkan memang benar-benar berlandaskan ilmu, bukan sekedar
ikut-ikutan orang ataupun menuruti perasaan dan hawa nafsu kita. Maka
itulah ketakwaan yang benar yang memang berpondasikan dalil, baik yang
bersumber dari al-Quran maupun hadits-hadist Nabi Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menegaskan dalam sebuah ayatNya (yang artinya):
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak
terduga.” (ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang bertakwa kepadaNya dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan jalan keluar dari segala macam kesempitan dan kesusahan dirinya di dunia dan akhirat serta Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menganugerahkan rezeki kepadanya dari arah yang tidak pernah terbetik dan terlintas dalam hati dan pikirannya. (Lihat Tafsir Ibn Katsir dan al- Qurthubi).
Dalam ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan dan
mengabarkan tentang akan dicurahkannnya rezeki kepada ahli kitab jika
mereka mau mengamalkan kandungan dari kitab-kitab suci yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan, baik Taurat dan Injil (untuk umat terdahulu) maupun al-Quran (untuk umat ini).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan (yang artinya):
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat
dan Injil dan (al-Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb mereka,
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki
mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah
buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (al-Maidah : 66).
Ayat ini semisal dengan ayat di atas (ath-Thalaq 2-3) dan juga ayat
dalam surah al-Jin: 16 serta surah al-A’raf : 96 dimana dalam ayat-ayat
tersebut Allah l menjadikan ketakwaan sebagai salah satu sebab
terbukanya pintu-pintu rezeki. (Lihat Tafsir al-Qurthubi).
Inilah salah satu keutamaan yang akan diraih oleh orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
Kemudahan hidup dan curahan rezeki akan mereka dapatkan dengan sebab
jerih payah dan kesungguhan mereka dalam menjalankan apa yang
diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Rabb mereka.
2. bertobatlah dan perbanyaklah istighfar!
Para pembaca rahimakumullah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan
dalam al-Qur’an kisah Nabi Nuh ‘Alayhissalam ketika memberikan arahan
kepada kaumnya untuk bertobat dan beristighfar (meminta ampun atas
dosa-dosa) kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kala itu kaum
tersebut mengalami musibah berupa kemarau panjang dan kemandulan
istri-istri mereka hingga 40 tahun lamanya sehingga menyebabkan harta
dan hewan ternak mereka punah dan binasa. Semua ini adalah azab yang
Allah Subhanahu Wa Ta’ala timpakan kepada mereka disebabkan pengingkaran mereka terhadap dakwah yang dibawa oleh Nabi Nuh ‘Alayhissalam. (Lihat Tafsir al-Baghawi).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Rabb
kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat, dan membanyakkan harta dan
anak-anak kalian dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) sungai-sungai.” (Nuh : 10-12).
Nasehat yang sama juga terucap dari lisan Nabi Hud ‘Alayhissalam saat
memberikan petuah kepada kaumnya yang keadaan mereka persis dengan
keadaan kaum Nabi Nuh ‘Alayhissalam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menceritakan tentang hal ini:
“Dan (Hud berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb kalian
lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
deras atas kalian dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatan
kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud : 52).
Al-Imam al-Qurthubi v dalam kitab tafsirnya ketika menjelaskan ayat dalam surah Nuh di atas, beliau menyatakan:
“Pada ayat ini (Nuh : 10-12) dan yang ada pada surah Hud (ayat 52)
terdapat dalil (petunjuk dan penjelas) bahwa istighfar itu menjadi
penyebab turunnya rezeki dan hujan.”
Dikisahkan bahwa pada suatu hari datang 4 orang meminta fatwa dan nasehat kepada al-Imam Hasan al-Bashri Rahimahullah terkait
dengan permasalahan hidup mereka. Orang pertama mengeluhkan keadaan
daerah tempat tinggalnya yang gersang, maka orang ini meminta nasehat
dan arahan kepada al-Imam Hasan al-Bashri Rahimahullah. Al-Imam Hasan al-Bashri menjawab, “Mohonlah ampunan Allah (perbanyaklah istighfar)!
Lalu datang orang berikutnya yang mengeluhkan keadaan dirinya yang
belum dikaruniai anak. Al-Imam Hasan al-Bashri v menjawab dengan jawaban
yang sama seperti kepada orang pertama tadi.
Demikian pula ketika datang orang ketiga yang mengeluhkan kebunnya
yang kering tidak subur, ternyata beliaupun memberikan nasehat yang sama
“Mohonlah ampunan Allah (perbanyaklah istighfar)! Lalu ada yang bertanya kepada beliau “Datang
kepadamu orang-orang tersebut yang mengeluhkan problem-problem mereka
sementara engkau hanya memerintahkan mereka untuk memperbanyak
istighfar” al-Imam Hasan al-Bashri berkata “Tidaklah aku mengucapkan
sesuatu apapun dari diriku sendiri. Sesungguhnya Allah l telah
berfirman dalam surah Nuh…. (lalu beliau membacakan surah Nuh ayat 10-12
di atas). (Lihat Tafsir al-Qurthubi)
Demikianlah wahai para pembaca rahimakumullah, dengan bertobat dan beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan
bukakan pintu-pintu rezeki bagi seseorang. Tentunya yang dimaukan dari
tobat dan istighfar disini bukan sekedar tobat dan istighfar yang hanya
manis di lisan, sekedar mengucapkan “saya beristighfar kepada Allah dan bertobat kepadaNya”.
Namun yang dimaukan disini adalah tobat dan istighfar yang benar dan
memang telah terpenuhi syarat-syarat tobat padanya. Lalu apa saja
syarat-syarat tobat?
As-Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa beliau menerangkan tentang syarat-syarat tobat, yang kesimpulannya:
1. Harus ikhlas ketika bertobat. Bukan karena riya’ (ingin dilihat
orang), sum’ah (ingin dengar pujian orang), takut kepada seseorang,
berharap sesuatu dari dunia atau tujuan-tujuan yang lainnya.
2. Menyesal dan sedih dengan dosa yang telah diperbuat.
3. Berhenti secara total dari perbuatan dosanya. Jika selama ini dia
meninggalkan kewajiban maka wajib baginya untuk mengerjakan kewajiban
tersebut. Jika selama ini dia sering terjatuh kepada perkara yang haram
maka wajib baginya untuk menjauhi dan meninggalkannya dan jika perbuatan
dosa yang dia lakukan berkaitan dengan orang lain, seperti sering
berbuat zalim kepada mereka, maka dia mengembalikan hak-hak orang
tersebut dan meminta keridhaan mereka.
4. Bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa itu.
5. Tobatnya di waktu masih diterimanya tobat. Adapun jika dia
bertobat di waktu-waktu yang pintu tobat telah tertutup, semisal
terbitnya matahari dari tempat terbenamnya dan ketika nafas telah sampai
di kerongkongan (sakaratul maut) maka tobatnya tertolak.
Allahu a’lam bishshawab, semoga bermanfaat. (Insya Allah bersambung)
Penyusun: Ustadz Abdullah Imam
Sumber :