Keutamaan Haji
Para pembaca rahimakumullah, di antara syiar Islam yang mulia nan agung adalah haji ke Baitullah. Berbondong-bondong umat Islam dari seluruh penjuru dunia untuk memenuhi panggilan haji. Mereka berkumpul dan bersatu padu untuk mengagungkan nama Allah yang Mahabesar tanpa merisaukan perbedaan bahasa, bangsa, dan warna kulit. Maha benar firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa (yang artinya),
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta
yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” (Al-Hajj: 27-28)
Haji sebagai bentuk taqarrub (ibadah) yang agung di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa, karena ia termasuk salah satu dari lima rukun Islam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Agama Islam dibangun di atas lima rukun, bersyahadat bahwasanya
tidak ada yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah semata, dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan shaum di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 20)
Haji sebagai penebus dosa-dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa berhaji karena Allah semata, dengan tidak berbuat
keji dan kefasikan (dalam ibadah hajinya), niscaya ia kembali seperti di
hari ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. al-Bukhari no. 1521 dan Muslim no. 1350, dari sahabat Abu Hurairah z)
Haji yang mabrur membawa pelakunya ke dalam Jannah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Antara
satu umrah dengan umrah berikutnya merupakan penebus dosa-dosa antara
keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan al-jannah
(surga).” (HR. al-Bukharino. 1773 dan Muslim no. 1349, dari sahabat Abu Hurairah z)
Hukum Menunaikan Haji dan Umrah
Awal mula ibadah haji disyariatkan di masa Nabi Ibrahim. Kemudian dikukuhkan kembali dan disempurnakan di masa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tepatnya pada tahun 9 H. (Lihat asy-Syarhul Mumti’ 5/30)
Menunaikan haji adalah wajib bagi yang mampu, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Al-Ijma’.
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran: 97)
Di dalam As-Sunnah, telah diketahui bahwa ibadah haji termasuk salah
satu dari lima rukun Islam, cukuplah hal ini menunjukkan bahwa haji
merupakan kewajiban yang sangat ditekankan.
Al-Wazir dan lainnya berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwasanya
ibadah haji itu diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimah yang baligh
lagi mampu, dan dilakukan sekali dalam seumur hidup.” (Taudhihul Ahkam 4/31)
Adapun hukum umrah, yang dikuatkan oleh al-Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullaah adalah wajib hukumnya. Beliau berdalil dengan hadits Jibril ketika bertanya kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang
Islam, di antara jawaban beliau adalah Engkau menunaikan haji dan
umrah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 1 dan
ad-Daruquthni no. 2708 dari shahabat Ibnu Umar h, ad-Daruquthni berkata,
“Isnadnya kokoh (riwayat/haditsnya shahih).”
Haji dan Umrah Diwajibkan Sekali dalam Seumur Hidup
Ibadah haji dan umrah wajib ditunaikan sekali dalam seumur hidup bagi yang telah memenuhi syarat wajibnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas
kalian haji. Maka berdirilah al-Aqra’ bin Habis seraya mengatakan,
‘Apakah haji itu wajib ditunaikan setiap tahun, wahai Rasulullah?’ Maka
beliau pun menjawab, kalau aku katakan iya, niscaya akan menjadi
kewajiban setiap tahunnya, dan bila diwajibkan tiap tahun niscaya kalian
tidak akan bisa menunaikannya, atau kalian tidak akan mampu
menunaikannya, haji itu hanya sekali, barang siapa yang menunaikannya
lebih dari itu maka dia telah melakukan tathawwu’ (ibadah
sunnah/tambahan dari yang diwajibkan).” (HR. Abu Dawud no. 1721, an-Nasa’i no. 2620, Ibnu Majah no. 2886, danal-Hakim dengan
lafadz darinya no. 3155, al-Hakim berkata, “Hadits ini shahih sesuai
syarat al-Bukhari dan Muslim,” dan dibenarkan oleh adz-Dzahabi,
dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’4/150)
Syarat-syarat Haji
Seseorang diwajibkan untuk memenuhi panggilan Allah, berhaji ke
Baitullah Makkah bila telah melengkapi syarat-syaratnya. Yaitu, beragama
Islam, berakal sehat, mencapai usia baligh, merdeka bukan hamba sahaya,
dan mempunyai kemampuan.
Bagaimana Kriteria Mampu Tersebut?
Al-Allamah al-Faqih Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullaah telah
menjelaskan tentang kriteria orang yang dikatakan mampu untuk
menunaikan haji. Beliau berkata, “Mempunyai kemampuan dalam bentuk harta
dan fisik (kesehatan). Yakni bila seseorang memiliki harta yang dapat
mencukupinya berangkat haji berikut kepulangannya, serta segala
kebutuhannya dalam perjalanan haji. Yang dimaksud dengan harta ini
adalah harta yang tersisa setelah dikurangi pembayaran hutang,
nafkah-nafkah yang bersifat wajib, segala kebutuhan makan, minum, nikah,
tempat tinggal dan perabotnya dan apa yang dibutuhkan berupa kendaraan
dan buku-buku ilmu agama. Hal ini berdasarkan firman Allah,” … kemudian
beliau menyebutkan ayat tersebut. (Manasik Haji dan Umrah, karya asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullaah)
Wahai saudaraku –semoga Allah merahmati kita semua- syarat berikutnya
khusus tertuju bagi kalian kaum wanita muslimah baik yang muda atau pun
yang tua adalah wajib berangkat bersama dengan mahramnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو
مَحْرَمٍ، وَلَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ ، فَقَامَ
رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً،
وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: انْطَلِقْ
فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan
seorang wanita melainkan harus disertai mahramnya dan janganlah seorang
wanita bersafar (pergi keluar daerah) melainkan bersama mahramnya pula.
Ada seorang lelaki berdiri bertanya, ‘Wahai Rasulullah, istriku hendak
berhaji, sementara aku ditugaskan untuk berjihad.’ Maka beliau menjawab,
‘Kembalilah dan berhajilah bersama istrimu.” (HR. al-Bukhari no. 3006 dan Muslim no. 1341, dari sahabat Ibnu Abbas h)
Wahai saudaraku, bersikaplah kalian tawadhu’ dan tunduk kepada
kebijaksanaan dari Allah dan Rasul-Nya. Segala ketetapan Allah dan
rasul-Nya itu tentu dan pasti adalah demi kebaikan kalian. Renungkanlah
dan amalkanlah firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa,
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Kiat Meraih Haji Mabrur
Wahai saudaraku rahimakumullah, bagi yang Allah mudahkan untuk
bisa berangkat, kami doakan semoga Allah menerima dan menjadikan haji
kalian adalah haji yang mabrur. Saudaraku ingatlah haji itu ibadah yang
agung yang membutuhkan bekal yang cukup besar. Perhatikanlah dan
amlakanlah wasiat-wasiat berikut ini, niscaya kalian akan meraih haji
mabrur.
1. Niatkanlah ikhlas karena Allah.
Allah tidak akan menerima sebuah ibadah bila diniatkan untuk
tujuan-tujuan yang lainnya. Tinggalkan niat yang jelek, berhaji untuk
menaikkan status, agar dipanggil “Pak Haji” atau “Bu Haji”. Bukan untuk
itu wahai hamba Allah, takutlah kalian kepada Allah, niatkanlah
semata-mata untuk mencari keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa bukan untuk mencari sanjungan dari manusia.
2. Berilmu sebelum beramal
Para pembaca, sebelum berangkat haji, belajarlah terlebih dahulu,
berbekal harta saja tidaklah cukup untuk melakukan perjalanan suci
menuju Baitullah, tetapi bekal ilmu juga mutlak dibutuhkan. Karena amal
ibadah bila tidak mencocoki sunnah (petunjuk) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga tidak bermafaat (tertolak).
Aisyah x meriwayatkan sebuah hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwasiat,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang beramal tidak di atas petunjukku niscaya akan tertolak.” (HR. al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718 dengan lafadz darinya, dari sahabat Aisyah x)
Ilmu itu akan menuntun pelakunya dalam menunaikan manasik haji sesuai yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan menghindarkan dari berbagai macam kekeliruan. Dalam momentum hajjatul wada’, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pesan khusus kepada umatnya, agar mereka menunaikan manasik haji sesuai dengan tuntunan beliau. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah dariku tuntunan manasik haji kalian.” (HR. Muslim no. 1297 dan al-Baihaqi no. 9524 dengan lafadz darinya)
Asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullaah berkata, “Sudah
seharusnya bagi seseorang yang hendak berhaji untuk mempelajari dan
mendalami segala yang disyariatkan tentang haji dan umrah. Dan hendaknya
ia juga menanyakan hal-hal yang belum dipahami (kepada seorang yang
berilmu) agar ibadah yang ditunaikannya benar-benar di atas bashirah (ilmu).” (at-Tahqiq wal-Idhah hal. 13)
3. Bersikaplah ramah, ucapkanlah kata-kata yang lembut saat berjumpa
dengan saudara-saudaramu seislam. Hindarkan dari kata-kata kotor dan
keji, niscaya Allah subhaanahu wa ta’aalaa akan membantu kalian
menunaikan haji dengan penuh khusyu’ dan mendapatkan pahala yang besar
dari sisi-Nya. (lihat hadits keutamaan haji)
4. Berbekallah dari harta yang halal dan baik. Sesungguhnya Allah itu
baik, dan Allah tidak menerima amalan melainkan yang baik pula.
Kebaikan dari sisi manasiknya dan kebaikan bekal dari rezeki yang halal.
Akhir kata, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para shahabatnya, dan seluruh para pengikutnya.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Arif hafizhahullaahu ta’aalaa
Sumber :