Sabtu, 16 November 2019

MELACAK AKAR KEISLAMAN KAUM TERORIS

Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi

Apa yang telah lalu merupakan sepenggal catatan tentang terorisme dan korelasinya dengan kaum Khawarij terdahulu. Tentunya bila kita lebih giat mempelajari sejarah mereka, niscaya akan lebih banyak catatan berharga tentang terorisme dan para teroris itu. Setidaknya terkait dengan akar keislaman yang selalu dipegang erat oleh mereka dari masa ke masa. Berikut ini adalah tiga akar kekeliruan mendasar yang telah menjerumuskan para teroris Khawarij ke dalam lumpur terorisme yang hitam dan mengerikan itu. Mudah. mudahan Allah Subhanahu wata’ala menyelamatkan kita semua darinya.

Pertama: Akidah Takfir

Terorisme tak bisa dipisahkan dari akidah takfir, yaitu sikap mudah mengafirkan orang lain tanpa proses yang benar (syar’i). Bahkan, berbagai aksi teror dan kekerasan yang mengatasnamakan agama, seperti penculikan, pembunuhan, pengeboman, pemberontakan, dan semisalnya, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok, mayoritasnya disebabkan oleh akidah takfir ini. Menurut sejarah, akidah takfir diprakarsai oleh kaum Khawarij terdahulu.

Dengan akidah takfir, mereka lancang mengafirkan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat yang mulia. Mereka menghalalkan darah dan harta siapa saja yang tak sepaham dengan mereka. Mereka melakukan pemberontakan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dan melancarkan berbagai aksi teror berskala internasional. Akidah takfir dan pergerakannya terus berlanjut secara estafet dari masa ke masa hingga hari ini. Efeknya terhadap umat sangat berbahaya sepanjang masa, *yaitu mengafirkan orang yang tak sepaham, menghalalkan darah dan harta mereka, melakukan serangkaian aksi teror, serta memberontak terhadap pemerintah muslim.*

Apakah Usamah bin Laden dan Imam Samudra mempunyai akidah takfir yang sangat berbahaya itu? Ya, keduanya mempunyai akidah takfir yang sangat berbahaya itu. Simaklah penuturan mereka berikut ini.

• Usamah bin Laden berkata, “Maka para penguasa tersebut telah berkhianat kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, dengan itulah mereka telah keluar dari agama (Islam) ini dan berarti mereka juga telah mengkhianati umat.” (Ceramah Terakhir untuk Rakyat Irak pada bulan Dzulhijjah 1423 H, MAT hlm. 252)

• Usamah bin Laden berkata, “Para pemerintah itu telah melanggar dua kalimat syahadat (syahadatain) dalam masalah yang paling prinsip. Yaitu sikap loyal mereka terhadap orang-orang kafir, menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai syariat, dan persetujuan mereka untuk berhukum kepada undang-undang atheis. Maka kepemimpinan mereka itu secara syar’i sudah lama gugur dan tidak ada lagi pemerintahan Islam setelahnya.” (al-Jazeera 5-12-1423 H, MAT hlm. 252)

• Imam Samudra berkata, “23 Mei 1924, mercusuar terakhir, benteng terakhir umat Islam, tumbang sudah… Saat Khilafah Islamiyah musnah, dunia kembali ke zaman jahiliah….” (Aku Melawan Teroris, hlm. 89—90)

• Imam Samudra berkata, “Aku di jalan Islam, di jalan Allah Subhanahu wata’ala, sedangkan mereka di atas jalan jahiliah, di jalan Neo-Ilyasiq, atau clone (kembaran) Ilyasiq.” (Aku Melawan Teroris, hlm. 200)

• Imam Samudra berkata, “Tetapi manusia, makhluk Allah Subhanahu wata’ala yang zalim, bodoh lagi lemah, malah membuat way of life sendiri, menandingi hukum Allah Subhanahu wata’ala yang sempurna. Manusia telah menyekutukan hukum Allah dengan hukum buatannya sendiri. ‘Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.’ (al-Ahzab: 72) TETAPI MEREKA ANGKUH LAGI MUSYRIK, ‘Manusia dijadikan bersifat lemah.’ (an-Nisa’: 28)… Di Indonesia, dan di mana pun, banyak kita temukan tipe manusia seperti itu. Bahkan jumlah mereka mayoritas. Mereka telah menyekutukan hukum Allah Subhanahu wata’ala dengan hukum made-in gado-gado.” (Aku Melawan Teroris, hlm. 200—201)

• Imam Samudra berkata, “Alhamdulillah, di atas segalanya, hal yang bagi saya cukup penting dan bermakna ialah bahwa naskah asli buku ini ditulis dengan tinta yang halal, di atas kertas yang halal pula, dengan perantaraan Pak Qadar, Pak Michdan

Kedua: Melecehkan Para Ulama Kibar (Besar)

Sejarah mencatat bahwa orang-orang yang terbelenggu akidah takfir, tidak akan berjalan di atas bimbingan para ulama kibar (besar) dalam menyikapi berbagai permasalahan strategis yang ada di tengah umat.

Lihatlah kaum Khawarij terdahulu! Mereka mencampakkan bimbingan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, para ulama kibar (besar) di masa itu. Apa sebabnya? Tidak lain karena para sahabat tersebut tidak menyetujui penyimpangan-penyimpangan yang ada pada mereka.

Bagaimanakah dengan Usamah bin Laden dan Imam Samudra dalam hal ini? Ternyata mereka tak jauh berbeda dengan kaum Khawarij terdahulu. Untuk lebih jelasnya, simaklah penuturan mereka berikut ini:

• Usamah bin Laden, saat memperingatkan umat dari fatwa-fatwa asy-Syaikh al-Imam Abdul Aziz bin Baz, berkata, “Oleh karena itu, kami mengingatkan umat dari fatwa-fatwa batil seperti ini yang tidak memenuhi syarat.” (Surat Usamah bin Laden, tanggal 28-8-1415, MAT hlm. 264)

• Imam Samudra berkata, “Pada saat mana ulama-ulama kian asyik tenggelam dalam tumpukan kitab-kitab dan gema pengeras suara. Mereka tidak lagi peduli dengan penodaan, penistaan, dan penjajahan terhadap kiblat dan tanah suci mereka….” (Aku Melawan Teroris, hlm. 93)

• Imam Samudra berkata, “Ia (yakni Raja Fahd) dan gerombolan pembisiknya mengelabui Dewan Fatwa Saudi Arabia yang—dengan segala hormat—kurang mengerti trik-trik politik….” (Aku Melawan Teroris, hlm. 92)

Mengapa para ulama kibar (besar) tersebut disikapi oleh mereka sedemikian rupa? Jawabannya sama, yaitu karena para ulama kibar (besar) tersebut tidak menyepakati penyimpangan-penyimpangan yang ada pada mereka. Subhanallah, setali tiga uang. Oleh karena itu, ketika para ulama kibar (besar) dicampakkan, tentu saja yang akan dijadikan rujukan adalah ruwaibidhah yaitu orang dungu yang berani berbicara tentang urusan strategis umat. Apabila demikian, maka jaminannya adalah kesesatan.

Ketiga: Akidah Khuruj alal Hukkam

Akidah khuruj alal hukkam, yaitu keyakinan boleh/wajib memberontak terhadap penguasa kaum muslimin. Sejarah mencatat bahwa akidah khuruj alal hukkam galibnya merupakan paket lanjutan dari akidah takfir, dan pelecehan terhadap para ulama kibar (besar).

Demikianlah proses yang terjadi pada kaum Khawarij ketika memberontak terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Akidah khuruj alal hukkam sangat bertentangan dengan bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, bahkan sebagai sebab terbesar bagi hancurnya kehidupan umat manusia.

Al-Imam Ibnul Qayyim berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mensyariatkan kepada umatnya kewajiban mengingkari kemungkaran dengan harapan dapat berbuah kebaikan (ma’ruf) yang dicintai Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Jika pengingkaran terhadap kemungkaran itu memunculkan kemungkaran yang lebih besar (memperparah keadaan) serta lebih dibenci oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, pengingkaran tersebut tidak boleh dilakukan walaupun Allah Subhanahu wata’ala membenci kemungkaran tersebut dan pelakunya. Di antaranya pengingkaran terhadap para raja dan penguasa (kaum muslimin) dengan pemberontakan. Sungguh, hal itu adalah sumber segala kejahatan dan fitnah sepanjang masa.” (I’lamul Muwaqqi’in 3/ 6)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Oleh karena itu, di antara prinsip Ahlus Sunnah yang masyhur adalah tidak boleh membangkang terhadap para penguasa dan tidak boleh pula memerangi mereka dengan senjata, walaupun mereka berbuat zalim. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang sahih lagi banyak jumlahnya. Mengingat kerusakan (yang ditimbulkan oleh sikap membangkang dan memberontak, -pen.) berupa perang dan kekacauan yang lebih parah dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kezaliman penguasa semata. Hampir-hampir tidak ada satu kelompok pun yang memberontak terhadap penguasa melainkan kerusakan yang ditimbulkannya lebih besar dibandingkan kerusakan yang hendak dihilangkannya.” (Minhajus Sunnah, 3/391)

Demikianlah sepenggal catatan tentang terorisme, semoga menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi para pencari kebenaran. Amiin….

Join & Share :
https://telegram.me/salafy_gelumbang

🌍 Sumber || https://asysyariah.com/sepenggal-catatan-tentang-terorisme/

⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/forumsalafy

💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎

Sabtu, 02 November 2019

CADAR MENURUT ULAMA MAZHAB SYAFI’I

Awal era 90-an, apalagi sebelum 1990, muslimah yang bercadar di nusantara jarang dijumpai. Di mata masyarakat, muslimah yang bercadar tersebut dianggap sangat aneh. Dia menjadi tontonan saat keluar rumah, bahkan sering menjadi bahan cercaan, makian, olokan, dan ejekan.

Tidak jarang juga yang merasa ketakutan. Seakan-akan yang dilihat tersebut bukan manusia, melainkan hantu yang gentayangan. Apalagi anak-anak kecil lebih seru lagi reaksinya.

Itu era 90-an…
Bagaimana hari-hari sekarang setelah berlalu hitungan lebih dari seperempat abad?

Di beberapa daerah, pakaian cadar berlanjut keterasingannya dan masih saja di anggap aneh. Namun, alhamdulillah, di banyak daerah masyarakat sudah “terbiasa” melihat pemandangan muslimah yang menutup wajahnya dengan cadar. Jumlah pemakainya juga sangat banyak.

Akan tetapi, sangatlah disayangkan masih tersebar anggapan bahwa cadar adalah simbol bahwa pemakainya pengikut aliran sesat. Bagian dari kelompok radikal dan golongan ekstrem. Memang didapati di antara istri para pelaku bom teror di negeri ini ternyata mengenakan cadar. Jadilah cap bahwa muslimah bercadar adalah bagian dari para teeoris, wallahu musta’an.

Belum lama, istri seorang pimpinan teroris di Poso yang tertembak mati oleh pasukan keamanan dalam Operasi Tinombala, tertangkap setelah pelariannya selama 5 hari, dalam keadaan mengenakan penutup wajah. Nah, bertambah lagi fitnah bagi muslimah yang bercadar.

Ada juga orang-orang yang tidak memberikan cap buruk kepada cadar. Namun, mereka beranggapan bahwa cadar adalah budaya Arab yang ditiru oleh muslimah di negeri ini. Jadi, menurut mereka, sebenarnya cadar tidak cocok dengan budaya Indonesia.

Karena itulah, ada yang sinis ketika melihat muslimah bercadar. “Tuh yang cadaran merasa berada di negeri Arab. Kok ngga sekalian naik unta saja kemana-mana.”

Ada juga yang berkata, “Wanita Arab saja banyak yang lepas cadar, kok perempuan Indonesia malah bergaya cadaran.”

Atau kalimat-kalimat cemoohan lain yang intinya menunjukan ketidaksukaan mereka terhadap muslimah yang bercadar.

Yang lebih parah, ada yang menganggap cadar itu bid’ah, perkara yang di buat-buat dan yang tidak dikenal dalam Islam. Kalaupun ada cadar, itu hanya zaman dahulu, khusus untuk istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana duduk permasalahan yang sebenarnya? Bagaimana hukum cadar dalam Islam? Apa kata ulama Islam yang terkenal tentang cadar? Benarkah pemakai cadar dipastikan pengikut aliran sesat, kelompok teroris, membebek budaya Arab, dan mengikuti bid’ah?

Betul bahwa ada diantara kelompok aliran sesat yang wanitanya bercadar. Kelompok teroris juga demikian, ada yang wanitanya bercadar. Akan tetapi, cadar bukanlah ciri khas mereka. Artinya, kalau ada wanita yang bercadar belum tentu dia pengikut aliran sesat, belum tentu dia wanita teroris.

Intinya, jangan mudah memvonis dan menuduh tanpa mengerti hukum dan duduk perkara yang sebenarnya. Jangan pula menyamaratakan. Semua perlu kejelasan dan kepastian.

Yang kita inginkan adalah ilmu yang benar terkait masalah cadar ini agar tidak adalagi tuduhan dan kecurigaan kepada pemaikainya. Tidak pula muncul sikap memukul rata mereka semua dari aliran atau kelompok yang sama.

Karena di Indonesia banyak kaum muslimin yang mengikuti madzhab al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafii rahimahullah, kami hanya akan membawakan ucapan beberapa ulama terkenal dari madzhab Syafi’i. Kami berharap kaum muslimin di negeri ini memiliki ilmu tentang masalah cadar dari madzhab yang mereka percayai dan mereka peluk.

Semoga tulisan ini membuka mata kaum muslimin di negeri tercinta ini agar tidak salah menilai dan berbuat, wallahul musta’an.

Cadar Menurut Ulama Madzhab Syafi'i.

1. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah
Siapa yang tidak kenal dengan Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah, seorang tokoh terdepan dalam madzhab Syafi'i.

Ketika membahas boleh tidaknya seorang wanita melihat ke lelaki ajnabi (bukan mahram), beliau rahimahullah menyatakan,
"Yang menguatkan pendapat 'boleh' adalah kaum wanita terus diperkenankan untuk keluar masjid, ke pasar, dan melakukan safar (bersama mahramnya -pen) dalam keadaan berniqab (bercadar) agar para lelaki tidak melihat (wajah) mereka.

Sementara itu, para lelaki sama sekali tidak di perintah untuk memakai niqab agar tidak terlihat oleh kaum wanita. Ini menunjukan perbedaan hukum antara kedua golongan (laki-laki dan wanita).

Dengan alasan ini pula al-Ghazali berargumen membolehkan wanita melihat lelaki ajnabi, Dia mengatakan,
Tidaklah kita mengatakan bahwa wajah lelaki adalah aurat yang tidak boleh dilihat oleh wanita, sebagaimana wajah wanita adalah aurat yang tidak boleh dilihat oleh lelaki.

Wajah wanita itu seperti amrad (anak lelaki yang belum tumbuh jenggotnya sehingga wajahnya tampak manis seperti perempuan -pen) pada lelaki sehingga diharamkan memandang si amrad. Hanya saja, pengharaman (memandang amrad) ini ketika dikhawatirkan adanya godaan. Apabila tidak timbul fitnah², tidak haram.

(Bukti bahwa wajah lelaki bukan aurat, tidak seperti wajah wanita) adalah kaum lelaki sepanjang masa senantiasa terbuka wajahnya (tidak di cadar). Adapun kaum wanita, apabila keluar rumah mereka mengenakan niqab.
Seandainya lelaki dan wanita sama dalam hal ini, niscaya kaum lelaki akan diperintah untuk berniqab atau kaum wanita di larang keluar rumah (agar tidak melihat wajah lelaki yang terbuka)." [Fathul Bari, 9/337]

Ketika menyebutkan ucapan Aisyah radhiallahu anha,

يَرْحَمُ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُهَاجِرَاتِ الأُوَلَ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : [وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ] ، شَقَقْنَ مُرُوطَهُنَّ فَاخْتَمَرْنَ بِهاِ "

"Semoga Allah merahmati kaum wanita Muhajirat (yang berhijrah meninggalkan negerinya menuju Madinah -pen). Tatkala Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan ayat, "Hendaklah mengulurkan kerudung-kerudung mereka di atas dada-dada mereka," mereka memotong-motong muruth, lalu ikhtimar dengannya.

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, "Ucapan Aisyah radhiallahu anha مرو طهن, muruth adalah jamak dari murth, maknanya izar/sarung/kain... Ucapan Aisyah radhiallahu anha فاختمرن maksudnya mereka menutupi wajah mereka (dengan potongan muruth)." (Fathul Bari, 8/490)

Alangkah bagusnya Ucapan Ibnu Hajar rahimahullah, "Termasuk hal yang dimaklumi, seorang lelaki yang berakal tentu merasa keberatan apabila lelaki ajnabi melihat wajah istrinya, putrinya, dan semisalnya." (Fathul Bari, 12/240)


2. Imam Jalaluddin Al-Muhalli rahimaullah
Saat menafsirkan firman Allah ta'ala,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu, dan wanitanya orang-orang beriman agar mereka mengulurkan jalabib (jilbab-jilbab). Hal itu lebih pantas untuk mereka dikenali sehingga mereka tidak di ganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al-Ahzab: 59)

"Jalabib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu mala'ah (pakaian panjang) yang menutupi seluruh tubuh wanita. Ayat di atas memerintahkan agar mereka mengulurkan sebagian jilbab tersebut menutupi wajah, saat mereka keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan mereka (tidak ada yang terlihat dari mereka) kecuali satu mata.

Firmannya ذلك أدنى "hal itu" lebih pantas untuk أن يعرفن "mereka dikenali" bahwa mereka adalah wanita merdeka (bukan budak), فلا يؤ ذين "sehingga mereka tidak di ganggu dengan dihadang (digoda) di jalan.

Berbeda halnya dengan wanita yang berstatus budak, mereka tidak menutupi wajah sehingga orang-orang munafik menghadang mereka (di jalan).

Firman-Nya, الله غفورا "dan adalah Allah Maha Pengampun terhadap perbuatan mereka tidak berhijab pada masa yang lalu (sebelum turunnya perintah); terhadap mereka saat mereka berhijab." [Tafsir al-Jalalain, hlm. 559, cetakan Darul Hadits]

Beliau adalah Muhammad bin Ibrahim al-Muhalli asy-Syafi'i , termasuk tokoh ulama ahli ushul, alim dalam bidang tafsir dan fikih.
Karya-karya beliau memberikan manfaat kepada orang banyak. Di antara karyanya adalah Tafsir al-Jalalain yang disempurnakan oleh Jalaluddin as-Suyuthi dan kitab Kanzu ar-Raghibin fi Syarh al-Minhaj. Beliau lahir di Kairo pada 791 H dan wafat pada 864 H.

Join & Share :
https://telegram.me/salafy_gelumbang

Sumber || Majalah Asy Syariah Edisi 116 Vol X/1438H/2016M

Kunjungi || http://forumsalafy.net/cadar-menurut-ulama-madzhab-syafii/

WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy



Kamis, 03 Oktober 2019

MANUSIA TERBAIK DAN TERBURUK


Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ وَالَّذِي ل يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا

“Permisalan seorang mukmin yang membaca (mempelajari) al-Qur’an seperti
buah limau, enak rasanya, dan harum baunya. Permisalan seorang mukmin
yang tidak membaca al-Qur’an seperti buah kurma, enak rasanya tetapi
tidak ada baunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)


Dua jenis manusia ini adalah golongan manusia yang terbaik. Sebab,
manusia terbagi menjadi empat jenis:

1. Manusia yang memiliki kebaikan untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Inilah jenis manusia yang terbaik, yaitu seorang mukmin yang membaca
al-Qur’an dan mempelajari ilmu agama sehingga dapat bermanfaat untuk
dirinya sendiri dan orang lain. Ia diberkahi di mana pun berada. Hal ini
 sebagaimana firman Allah  Subhanahu wata’ala tentang Nabi Isa
‘Alaihissalam,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ
وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada,
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan)
zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31)

2. Manusia yang memiliki kebaikan pada dirinya sendiri.

Dia adalah seorang mukmin yang tidak memiliki ilmu agama yang dapat
diajarkan kepada orang lain. Dua jenis manusia ini adalah manusia yang
terbaik. Sumber kebaikan yang ada pada keduanya terletak pada keimanan
mereka, baik keimanan tersebut bermanfaat bagi diri mereka sendiri
maupun orang lain. Hal ini sesuai dengan keadaan setiap mukmin.

3. Manusia yang tidak memiliki kebaikan, tetapi kejelekannya tidak 
berpengaruh kepada orang lain.


4. Manusia yang memiliki kejelekan dan berpengaruh kepada orang lain.

Inilah jenis manusia yang terburuk. Allah  Subhanahu wata’ala berfirman,

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ

“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami
 tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan karena mereka selalu
berbuat kerusakan.” (an-Nahl: 88)

Jadi, seluruh kebaikan bersumber dari keimanan pada diri seseorang dan
yang menyertai keimanan tersebut. Adapun seluruh kejelekan bersumber
dari ketiadaan iman pada diri seseorang dan adanya sifat-sifat yang
bertentangan dengan keimanan dalam dirinya. Wallahul muwaffiq. Ini
semakna dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِن الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah 
Subhanahu wata’ala dari mukmin yang lemah, dan semua (mukmin) memiliki
kebaikan.” (HR. Muslim no. 2664 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membagi orang mukmin menjadi dua
golongan:

1. Golongan mukmin yang kuat beramal, kuat keimanannya, kuat memberikan
manfaat kepada orang lain, dan

2. Golongan mukmin yang lemah dalam hal tersebut.

Meski demikian, beliau menjelaskan bahwa kedua golongan mukmin tersebut
tetap memiliki kebaikan. Sebab, keimanan dan buah-buahnya, semuanya
adalah kebaikan, walaupun setiap mukmin berbeda tingkatannya dalam
kebaikan tersebut. Ini pun semisal dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
 wasallam,

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي ل يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

“Seorang mukmin yang berkumpul dengan manusia dan bersabar atas gangguan
 mereka, lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak berkumpul dengan
manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka.” (HR. Ibnu Majah,
dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’)


Dipahami dari hadits sahih di atas, seseorang yang tidak memiliki
keimanan berarti tidak ada sedikit pun kebaikan pada dirinya. Sebab,
orang yang tidak memiliki keimanan bisa jadi keadaannya selalu jelek,
membahayakan dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam segala sisi. Bisa
jadi pula, dia memiliki sedikit kebaikan yang larut dalam kejelekannya.
Kejelekannya akan mengalahkan kebaikannya karena ketika kebaikan
terlarut dan tenggelam dalam kerusakan, ia akan menjadi kejelekan.

Kebaikan yang ada padanya akan diimbangi oleh kejelekan yang semisal.
Akhirnya, gugurlah kebaikan dan kejelekan tersebut. Yang tersisa
hanyalah kejelekan yang tiada lagi kebaikan untuk mengimbanginya. Siapa
pun yang memerhatikan kenyataan yang ada pada manusia akan mendapati
keadaan mereka sesuai dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi n. (Diambil
dari at-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman hlm. 60—62, karya
asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah)

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar

Sumber :
http://mahad-assalafy.com/manusia-terbaik-dan-terburuk/
http://asysyariah.com/oase-manusia-terbaik-dan-terburuk/
https://t.me/salafy_gelumbang

Rabu, 25 September 2019

KAJIAN ISLAM ILMIAH

📝INFO KAJIAN ISLAM ILMIAH
*بسم اللّٰه الرحمن الرحيم*

H  A  D  I  R  I  L  A  H
〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️~~~
Kajian Rutin Islam Ilmiah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Wilayah Gelumbang - Muara Enim dan sekitarnya...

⏰  MALAM INI !!!
26 September 2019M / 26 Muharram 1441H
Ba'da Maghrib s/d Selesai.

📌 Peserta :
GRATIS, UNTUK UMUM,
MUSLIMIN & Muslimah

📚 Materi Pembahasan :
~~~~~~~~~~~~~~~~~
SABAR DI ATAS SUNNAH
~~~~~~~~~~~~~~~~~

🎤 InsyaAllah, Bersama:
AL-USTADZ  ABU ABDILLAH MUHAMMAD AFIFUDDIN AS-SIDAWY Hafizhahullah
(Pengasuh Ponpes  Al Bayyinah, Sidayu, Gresik, Jatim)

🕌 Tempat Kajian:
Pondok Pesantren As-Sunnah
Desa Bitis Kec. Gelumbang
Muara Enim

Rasulullah ﷺ bersabda :
“Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju jannah.”
(HR.Muslim,2699)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Himbauan untuk menyampaikan informasi ini kepada saudara saudara kita yang belum mengetahui

Rasulullah ﷺ bersabda :
"Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala semisal dengan orang yang melakukannya."
(Shahih, HR.Muslim dalam Shahihnya)
〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

☎️ Info kajian :
0812-7111-1212
0857-8867-4427

Telegram :
https://telegram.me/salafy_gelumbang
Website :
www.kajiansalafygelumbang.blogspot.com

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️
Penyelenggara:
Majelis Ta'lim Ahlussunnah Gelumbang
"Yayasan As-Sunnah Gelumbang"

Baarakallahu fiikum Jami'an
💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧

Sabtu, 03 Agustus 2019

KAJIAN UMUM NASIONAL 1441H/2019M


KAJIAN ISLAM ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH "ASY-SYARI'AH" KE-17 TAHUN 1441 H / 2019 M

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

Ilmu agama merupakan cahaya terang yang akan mengantarkan kepada jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya dengan ilmu tersebut jalan menuju Jannah (Surga)." (HR. Muslim)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu agama, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali." (HR. at-Tirmidzi)

Alhamdulillah, dengan mengharap pertolongan dan kemudahan dari Allah, masyaikh Ahlus Sunnah wal Jama'ah akan hadir kembali di bumi Nusantara untuk menyampaikan ilmu agama kepada segenap kaum muslimin.

KAJIAN UMUM NASIONAL

"SABAR DALAM MENJALANKAN AGAMA"

~ Waktu: Sabtu—Ahad, 7—8 Muharram 1441 H (7—8 September 2019 M)

~ Tempat: JAKARTA ISLAMIC CENTER (JIC), Tugu Utara, Koja, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta

Pembicara:

1.  Asy-Syaikh Ali bin Husain asy-Syarafi hafizhahullah (Yaman)

2.  Asy-Syaikh Shalah Futaini Kantusy hafizhahullah  (Yaman)

3.  Asy-Syaikh Zakariya bin Syuaib hafizhahullah (Yaman)

Kontak Person
085319732909
081513978370
08129394826

===================

Panitia Kajian Islam Ilmiah Ahlus Sunnah wal Jamaah Ke-17

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Sumber:

https://www.daurahnasional.com/kajian-islam-ilmiah-ahlussunnah-wal-jamaah-asysyariah-ke-17-1441-2019/

Channel Daurah Nasional "asy-Syari'ah" Ahlus Sunnah wal Jama'ah
https://telegram.me/daurahnasional

💻 Situs Resmi http://daurahnasional.com


Rabu, 31 Juli 2019

Fiqih Ringkas Dalam Berkurban


Allah subhaanahu wa ta’aalaa mensyari’atkan menyembelih al-udhiyah (hewan kurban) bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan. Hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya:
“Maka shalatlah hanya kepada Rabb-mu dan menyembelihlah.” (QS. Al-Kautsar: 2) Di dalam ayat ini yang dimaksud dengan “menyembelih” adalah menyembelih hewan kurban pada hari nahr (‘Idul Adha dan tiga hari setelahnya). Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ahli tafsir dan dikuatkan oleh Ibnu Katsir. (lihat Zadul Masir 6/195 dan Tafsir Ibnu katsir 8/503)

Makna Udhiyah
Al-Udhiyyah adalah bentuk tunggal dari al-adhahi. Al-Imam al-Jurjani menjelaskan, bahwa al-udhiyah adalah nama untuk hewan kurban yang disembelih pada hari-hari nahr (Idul Adha dan 3 hari setelahnya) dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. (At-Ta’rifat 1/45)
Hukum Udhiyah
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah mu’akkadah, dan bagi orang yang memiliki kemampuan agar tidak meninggalkannya. Adapun jika berkurbannya karena wasiat atau nadzar maka menjadi wajib untuk ditunaikan. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz16/156 dan Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 25/10)
Kedudukan Berkurban dalam Islam
Berkurban memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Cukuplah menunjukkan hal itu manakala kurban itu  lebih utama daripada shadaqah sunnah. Ibnu Qudamah berkata, “Al-Udhiyah lebih utama ketimbang shadaqah biasa yang senilai dengannya.” (Al-Mughni 9/436)
Syarat-Syarat Udhiyah
Ada empat syarat hewan yang boleh untuk dijadikan sebagai udhiyah:
Pertama: Dari jenis hewan yang telah ditentukan syari’at yaitu unta, sapi, dan kambing. Barangsiapa berkurban dengan kuda atau ayam maka tidak sah walaupun bentuknya lebih bagus dan harganya lebih mahal.
Kedua: Telah mencapai usia tertentu, yaitu enam bulan untuk domba dan satu tahun untuk kambing Jawa. Adapun untuk sapi adalah dua tahun, sedangkan unta adalah lima tahun.
Barangsiapa berkurban dengan domba berumur lima bulan atau sapi berumur satu tahun maka tidak sah.
Ketiga: tidak memiliki 4 cacat tubuh yang disebutkan dalam hadits al-Bara’ bin ‘Azibradhiyallaahu ‘anhu“Ada empat cacat yang tidak boleh ada pada hewan kurban; al-‘aura (buta sebelah) yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus yang tidak ada sumsumnya.”
Maka tidak boleh berkurban dengan hewan-hewan yang memiliki kriteria cacat tubuh seperti tersebut di atas atau yang lebih parah darinya, seperti buta kedua matanya, putus salah satu kakinya, sekarat karena diterkam hewan buas atau yang lainnya.
Adapun cacat tubuh yang tidak terlalu parah maka masih sah dijadikan sebagai udhiyah seperti hewan yang terpotong telinga, tanduk, atau ekornya, baik terpotong secara keseluruan atau hanya sebagian saja. Tetapi yang afdhal (lebih utama) adalah memilih hewan yang bagus, gemuk, dan sehat.
Keempat: Menyembelih pada waktu yang telah ditentukan, yaitu setelah shalat ‘Idul Adha sampai akhir hari tasyriq. Maka total waktu penyembelihan adalah empat hari (‘Idul Adha dan 3 hari setelahnya).
Barangsiapa menyembelih pada selain hari yang telah ditentukan maka tidak dianggap sebagai hewan kurban walaupun orang tersebut tidak mengetahui hukumnya. (Lihat Liqa’ Al-Babil Maftuh Ibnu ‘Utsaimin 92/3 dan al-Fatawa Ibnu Utsaimin 25/13)
Satu Hewan Cukup untuk Satu Keluarga
Berkurban dengan satu ekor kambing telah mewakili seluruh keluarga yang tinggal dalam satu atap walaupun berjumlah lebih dari satu keluarga. Dengan ketentuan ketika menyembelihnya harus diniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Sebagaimana dahulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya berkurban satu ekor domba untuk beliau dan seluruh isteri dan keluarga beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. (HR. Ahmad 6/391, lihat Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 25/40).
Mengkhusukan Kurban untuk Orang Yang Telah Meninggal
Tidak boleh mengkhususkan kurban untuk orang yang telah meninggal walaupun kerabat dekat. Karena hal ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallamdan para shahabat beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Adapun jika meniatkan untuk diri dan semua keluarganya baik yang masih hidup atau yang telah meninggal maka yang seperti ini tidak mengapa. (Lihat Liqa’ Al-Babil Maftuh Ibnu ‘Utsaimin 92/2)
Beberapa Hukum Berkaitan dengan Orang yang Berkurban
Berikut beberapa hukum yang harus diperhatikan oleh seorang yang ingin berkurban:
a. Ikhlas Mengharap Ridha Allah subhaanahu wa ta’aalaa
Niat yang ikhlas adalah kunci diterimanya sebuah amalan. Seorang yang berkurban dengan kambing yang mahal harganya, gemuk tubuhnya, dan bagus bentuknya tetapi tidak diiringi dengan keikhlasan maka tidak akan memiliki arti sedikitpun di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa,
“Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darahnya (hewan sembelihan), akan tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dari kalian.” (QS. Al-Hajj: 37) dan ketakwaan yang paling agung adalah mengikhlaskan niat.
b.    Tidak Boleh Memotong Kuku dan Mencukur Rambut
Memasuki  sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, seorang yang telah berniat berkurban tidak boleh memotong kuku dan semua rambut yang tumbuh di tubuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kulitnya sedikitpun.”(HR. Muslim no. 1977 dari Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha)
Dalam riwayat lain, “Janganlah sekali-kali ia memotong rambutnya atau memotong kukunya.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud larangan memotong kuku dan rambut adalah menghilangkan kuku baik dengan cara memotong, mematahkan, atau cara lainnya. Sedangkan larangan memotong rambut adalah dengan mencukur, memendekkan, mencabut, membakar, menggunakan obat perontok, atau cara lainnya. Larangan tersebut berlaku bagi bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, dan seluruh rambut yang tumbuh di tubuh.” (Al-Minhaj 6/472)

Tata Cara Memotong Udhiyah
Cara memotong udhiyah yang berupa kambing, baik domba maupun kambing Jawa adalah sebagai berikut:
  1. Siapkan pisau yang tajam.
  2. Baringkanlah hewan kurban di atas lambungnya yang kiri. Kemudian letakkanlah kaki anda di atas leher hewan kurban sedangkan tangan kiri anda memegangi kepala hewan kurban sehingga menjadi tampak urat lehernya.
  3. Bacalah basmalah:
Bismillah, Allahu Akbar, Allohumma hadza minka wa laka, Allohumma hadzihi ‘anni wa ‘an ahli baiti
“Dengan nama Allah, Allah Maha besar. Ya Allah (hewan) ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, ini kurban dariku dan keluargaku.”
Dan boleh juga dengan membaca,
Bismillah, wallahu Akbar
“Dengan nama Allah, Allah Maha besar.”
4. Lalu gorokkan pisau dengan kuat di leher bagian atas hingga terputus al-hulqum (jalan pernapasan), al-wajdain (dua urat leher) dan al-muri (jalur makanan).
Diusahakan menyembelih hewan kurbannya sendiri karena itu yang lebih utama, bila tidak mampu maka diwakilkan kepada orang yang terpercaya. Boleh baginya melihat proses penyembelihan atau pun tidak melihatnya. Dan diperbolehkan bagi wanita menyembelih hewan kurbannya sendiri bila ia mampu melakukannya. (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin25/60 dan 81)
Memakan Daging Kurbannya
Seorang yang berkurban disunnahkan memakan sebagian dari daging hewan kurbannya, bahkan ada sebagian ulama’ yang mewajibkannya berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa:
“Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang membutuhkan lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)
Tidak ada ketentuan batas maksimal dalam pengambilan daging kurban, boleh mengambil sedikit, separuh, atau sebagian besar.

Berhutang untuk Berkurban
Berhutang untuk membeli hewan kurban diperbolehkan bagi seseorang yang memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan pasti, sehingga dia bisa membayar hutangnya tidak melebihi batas tempo yang telah disepakati. Apabila tidak ada penghasilan pasti, maka tidak dianjurkan berhutang karena syari’at kurban hanya berlaku bagi orang yang memiliki kemampuan. (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 25/110)
Menyimpan Daging Kurbannya
Diperbolehkan menyimpan daging hewan kurban walaupun lebih dari tiga hari. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hanyalah dahulu aku melarang kalian (menyimpan daging kurban) karena ada golongan yang membutuhkan. Sekarang makanlah, simpanlah, dan bersedehkahlah”  (HR. Muslimno.1971)

Menyedekahkan sebagian Daging Kurban
Hendaknya daging hewan kurbannya tidak dimakan semuanya, sisihkanlah sebagiannya sebagai sedekah bagi orang-orang fakir, Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman (yang artinya):
“Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang membutuhkan lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)
Boleh memberikan daging hewan kurban kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin atau menampakkan kebencian kepada mereka. (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 25/133)
Wallahu a’lam

Sumber: http://www.buletin-alilmu.com/fikih-ringkas-dalam-berkurban

Sabtu, 29 Juni 2019

Gadis Kecilmu? Gadis Kecilmu?





(Sebuah Catatan untuk Kaum Ayah) 

dI Tulis oleh Al Ustadz Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz 

Miris dan mengerikan!!! Naudzu billah min dzalik. 
Ingin menutup telinga dari kenyataan, tidak mungkin bisa kita lakukan. Telinga, mata dan perasaan kita telah tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi (bagi yang masih memiliki hati). Dan saya yakin, dari sekian banyak kaum muslimin, masih ada di antara mereka yang masih memiliki hati. 

Bagaimana dengan Anda?

Apa korelasi antara hati, Anda dan kalimat pembuka di atas? “Miris dan mengerikan!!! Naudzu billah min dzalik“. 

Saya sedang berbicara tentang fakta pahit dan kenyataan yang tak terbantahkan. Beberapa bencana besar telah melanda negeri. Dekadensi dan keruntuhan moral telah menjadi bagian dari lantai dasar tempat kita berpijak di negeri ini. Secara khusus lagi yang ingin saya sentuh dalam catatan kecil ini adalah kaum remaja putri negeri.

Bukan menjadi rahasia lagi jika di negeri ini telah berlaku praktek-praktek asusila. Mengeksplotasi kaum remaja putri sebagai lumbung penghasilan seakan menjadi hal yang tidak asing lagi. Bencana ini semakin bergelombang lagi ketika kaum remaja putri itu sendiri tidak memiliki landasan hidup yang kokoh. Jauh dari karekter seorang gadis muslimah! 

Hamil di luar nikah, trafficking, pemerkosaan, seks bebas, depresi, broken home dan nge-punk adalah contoh kecilnya. Apakah tidak terlalu besar kita berharap? Berharap lahirnya generasi Islam yang segagah para pendahulunya? Sementara calon-calon ibu yang akan melahirkan generasi tersebut malah dipinggirkan dan terlupakan? 

Kali ini saya tidak ingin membicarakan mereka kaum awam. Mereka yang memang pada dasarnya tidak tertarik untuk berpegang dengan Islam sebagai pedoman hidup. Saya ingin “menyentil” kaum Ayah yang disebut-sebut orang sebagai kaum ngaji. Kaum Ayah yang -inginnya- mengikut Al Qur’an, As Sunnah dan Manhaj Salaf.Tentunya Anda dan saya sendiri termasuk, bukan?

Tulisan ini tentang gadis kecilmu dan gadis kecilku. Putri-putri tersayang kita. Baarakallahu fiikum 

Sebelumnya saya menyampaikan sejuta maaf untuk kaum Ibu. Bukan ingin mengecilkan arti seorang Ibu, bukan pula hendak melupakan jasa dan peran seorang Ibu. Hanya saja, kali ini saya ingin berbicara dengan kaum Ayah min qalb ilaa qalb. Dari hati ke hati.

Anak perempuan sangat diperhatikan oleh Islam. Zaman jahiliyah, seorang anak perempuan yang dilahirkan akan dikubur hidup-hidup. Bagi mereka, anak perempuan adalah cela yang mencoreng ”nama baik” keluarga. Anak perempuan dipandang rendah, tidak memiliki apa-apa, hanya beban saja dan tidak bisa diharapkan. Padahal, siapa yang telah bersusah payah mengandung dan melahirkan mereka? Ibu…Iya, Ibu mereka sendiri. Seorang perempuan. 

Allah akan menuntut jawaban dan tanggung jawab dari mereka pada hari kiamat kelak. 

Allah berfirman tentang hari kiamat ;

 وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ 

Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, (QS. 81:8) 

Karena dosa apakah dia dibunuh, (QS. 81:9)

Ajaran Islam yang amat mulia dan luhur mengajarkan kepada kita untuk memberikan perhatian khusus kepada anak perempuan. Di pundak mereka lah harapan agar terlahir nantinya generasi Islam yang tangguh. Sebab, kaum Ibu adalah madrasah pertama dalam kehidupan. 

Anak perempuan harus diperhatikan! Dan anak perempuan pun ingin selalu diperhatikan.

Secara khusus Rasulullah menjelaskan ;

 مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ 

“Siapa saja orangnya yang diuji dengan sedikit saja (masalah) dari anak-anak perempuannya, namun ia tetap berlaku dengan baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi sebab penghalang dari api neraka” 
(Hadits Ibunda ‘Aisyah riwayat Bukhari dan Muslim) 

Ada janji besar dan pahala indah untuk orangtua yang selalu bersabar di dalam mendidik, merawat, menjaga dan mengasihi anak perempuan sepenuh hati. Bila sebagian orang merasa “sedih” atau “kecil hati” dengan anak perempuan, Islam justru melecut, memotivasi dan mencambuk orangtua untuk member perhatian khusus terhadap anak perempuan. 

Adakah yang tidak ingin bersama nabi Muhammad di hari kiamat? Ingin tahu salah satu caranya? Bacalah hadits berikut ini! Hadits Anas bin Malik riwayat Imam Muslim. 

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ 

“Siapa saja yang merawat dua anak perempuan sampai mereka baligh, Saya dan dia akan datang bersama di hari kiamat”

Sabda di atas diucapkan oleh nabi Muhammad dan setelah itu beliau menggabungkan jari jemarinya. Tanda betapa dekatnya orang itu dengan Rasulullah kelak. Subhaanallah! Wahai kaum Ayah, apakah Anda-Anda tidak tertarik? 

Apakah janji ini hanya berlaku untuk mereka yang mendidik dua anak perempuan? Tidak! Di dalam sebuah riwayat yang dishahihkan oleh Al Albani (Ash Shahihah 1027), disebutkan jika janji di atas pun berlaku untuk orangtua yang mendidik, merawat dan menjaga seorang anak perempuan. Benar! Satu anak perempuan pun bisa menjadi jalan indah menuju surga bersama baginda Rasul. 

Jangan sia-siakan peluang ini!!! Baarakallahu fiikum. 

Nah… sekarang saya ingin berbicara tentang peran penting seorang Ayah. Tahukah Anda, wahai Ayah? Seorang anak perempuan akan mengalami “mati rasa” bila tidak memperoleh perhatian yang cukup dari ayahnya. Sudahkah Anda menyadari, wahai Ayah? Seorang anak perempuan akan mengalami “hampa rasa” jika jiwanya tidak dibasahi oleh aliran kasih sayang seorang ayah. 

Apakah saya mengada-ada? Ataukah Anda yang kurang peka? Apakah saya membuat-buat sendiri? Ataukah Anda yang tidak menyadari? Apakah Anda harus menunggu putri Anda “mati rasa” atau “hampa rasa” dan setelah itu barulah menyesal? Apakah Anda harus mendengarnya secara langsung dari mereka untuk percaya kata-kata saya? Padahal mereka lebih memilih untuk memendamnya di hati.Sungguh,wahai Ayah… 

Inilah profil baginda Rasul sebagai seorang ayah! 

Selalu dan selalu hal ini dilakukan oleh baginda Rasul kepada Fathimah. Setiap kali Fathimah datang berkunjung, baginda Rasul akan bangkit berdiri, menyambut dan mencium kening sang putri tercinta. Sudahkah hal ini Anda lakukan, wahai Ayah? 

Betapa marahnya baginda Rasul ketika mendengar Ali bin Abi Thalib (menantu beliau, istri Fathimah) akan mempersunting putri Abu Jahal untuk dijadikan sebagai istri kedua. Sabda apa ketika itu dari baginda Rasul? “

Sungguh! Bani Hasyim bin Al Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkah putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Dan aku tidak izinkan mereka! Aku tidak izinkan mereka! Aku tidak izinkan mereka! Kecuali memang Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku untuk menikahi putri mereka!”

Kemudian beliu melanjutkan, 

فَإِنَّمَا ابْنَتِي بَضْعَةٌ مِنِّي، يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا “

Sungguh! Putriku itu tidak lain dan tidak bukan adalah bagian diriku. Aku tidak senang sesuatu yang tidak ia senangi. Apa yang membuatnya tersakiti juga membuat diriku tersakiti” (HR Bukhari Muslim dari sahabat Al Miswar bin Makhramah) 

Seperti inilah seorang ayah seharusnya! 

Apakah Anda bisa turut merasakan kebahagiaan putri Anda? Ataukah Anda tidak pernah sama sekali mengerti, kapankah putri Anda bahagia dan kapankah ia bersedih? Apakah Anda bisa sama-sama merasakan sakit yang dirasakan oleh putri Anda? Ataukah malah Anda yang menyakiti hatinya? Cobalah jujur kepada diri sendiri! 

Perhatian dan kasih penuh yang dicurahkan oleh nabi Muhammad telah membentuk karakter indah pada diri Fathimah. Hari-harinya selalu diteduhi dan dinaungi cinta sang ayah. Pantas saja jika Ibunda ‘Aisyah menyebut Fathimah sebagai orang yang paling mirip dengan baginda Rasul. Cara duduknya, cara berjalannya, cara berbicaranya dan segala-galanya. 

Mengapa demikian? 

Seorang ayah adalah figur terbaik untuk putrinya. Seorang ayah adalah cermin tempat putrinya berkaca dan membentuk kepribadiannya. Apapun akhirnya nanti pada karakter dan kepribadian seorang putri, maka ayahnya telah mengambil peranan tersendiri. Sekarang pertanyaannya,”Akan menjadi seperti apakah Anda akan membentuk putri Anda???” 

Tahukah Anda, wahai Ayah? Apa yang sedang dan selalu dibayangkan dan diinginkan oleh putri Anda? 

Ia ingin disayang sepenuh hati. Berharap cerita-cerita penggugah jiwa sebelum tidurnya. Ia ingin didekap dan digandeng tangannya sambil Anda menanamkan nilai-nilai hidup mulia di dadanya. Ia tak ingin –walaupun sekali- mendengar marahmu dalam kata-kata bernada tinggi. 

Jangan marah dan jangan emosi ketika putri Anda menangis dan memegang erat tangan Anda ketika Anda akan pergi meninggalkan rumah. Itu tanda cintanya, wahai Ayah! Tangisannya adalah benang-benang cinta yang terajut kuat dalam lembaran kasih seorang putri kepada ayahnya. Ia ingin mendengar kisah-kisah tentang ayahnya ketika muda, ketika kecilnya. Ia akan sangat bangga ketika melantunkan kembali kisah-kisah Anda,” Kata Abiku gini lhooo!” atau ” Abahku pernah cerita kayak gitu juga kok” atau “Abiku bilang itu nggak boleh karena dilarang Allah”. Iya, seorang putri tidak akan mudah melupakan pesan-pesan ayahnya.

Percaya ataukah tidak, wahai Ayah, seperti itulah faktanya! 

Jangan terlambat, wahai Ayah! Sadarkah Anda di sana pun putri Anda mungkin terluka? Walau ia tidak secara jujur mengungkapkanya. Iya, barangkali ia sedang terluka di sana. Mengharapkan kasih sayangmu, kelembutanmu, perhatianmu, waktumu, kisah-kisahmu? Cobalah bertanya tentang doa-doanya untuk Anda. 

Sebelum terlambat, raih dan genggam tangannya! Ucapkan maaf dengan setulus kata. Gantilah hari-harinya dahulu yang penuh dengan sendu menjadi hari-hari ceria. Biarkan ia tersenyum indah menikmati sepoinya angin, cerahnya malam dan sejuknya gemercik air. 

Ingat, wahai Ayah! Gadis kecilmu itu barangkali akan menjadi gerbang menuju surgamu di hari akhirat kelak. 

Amin yaa Arhamar Raahimiiin

_Daar El Hadith Dzamar Republic of Yemen_05.12.13 (19.42) 
_sambil berdoa untuk gadis kecilku : Izzah Zainatus Shofaa bintu Mukhtar La Firlaz

Keamanan Negeri Terwujud dengan Menerapkan Tauhid dan Meninggalkan Syirik

Allah subhanahu wata’ala berfirman: 

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا 
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ 

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. an-Nuur: 55) Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah berkata : 

فشرط سبحانه للاستخلاف في الأرض والتمكين في الدين واستبدال الخوف بالأمن عبادة الله وحده من غير إشراك به سبحانه وأن من لم يحقق هذه الصفات أو تحول عنها لم يتحقق له الأمن. 
“Allah subhanahu wata’ala mempersyaratkan terwujudnya: kekuasaan di muka bumi, keteguhan dan kekokohan agama, pergantian rasa takut dengan rasa aman sentausa, adalah dengan menjalankan ibadah dan mempersembahkannya hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang tidak menerapkan ibadah seperti ini atau berpaling darinya, maka belum bisa terwujud baginya rasa aman.” 

Sumber: Al Aana Hash-hashal Haqqu, hal. 10

http://mahad-assalafy.com/keamanan-negeri-terwujud-dengan-menerapkan-tauhid-dan-meninggalkan-syirik/