Kamis, 14 Mei 2020

Berjuang Melawan Galau di Masa Pandemi

Saudaraku…
Sepinya senja masih ada orang yang berlalu. Namun sepinya jiwa, banyak orang yang tak tahu. Bahkan, kadangkala seseorang tampak bahagia namun pada jiwanya terpendam sejuta galau. Itulah manusia, acapkali jiwanya diselimuti pernak-pernik kelabu.

Singkat kata, di masa pandemi Covid-19 ini, tak sedikit saudara-saudara kita yang dihinggapi rasa galau. Langkahnya selalu dibayang-bayangi risau. Detak jantungnya berdebar pacu, dihantui oleh berbagai perubahan situasi dan kondisi yang serba tak menentu. Pekerjaan tak semudah dulu. Sedangkan biaya hidup mau tak mau bergerak maju. Orderan sepi, nyaris tak ada yang bisa ditunggu. Para pelanggan kian lama kian membisu. Hingga para pengusaha pun harus berpikir keras, mencari solusi jitu.

Belum lagi jumlah korban Covid-19 yang kian bertambah laju. Bahkan, tim dokter dan paramedis yang menangani para korban Covid itu pun harus berjibaku. Hingga tak sedikit dari mereka yang meninggal dunia, berguguran dalam perjuangannya itu.

Saudaraku…
Demikianlah sekelumit catatan kelabu di masa pandemi yang menyiratkan rasa haru. Ekonomi dihantam, jiwa pun terancam di setiap waktu.
Tak heran, bila hubungan sosial di masa pandemi ini sedikit terganggu. Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), karantina mandiri, fenomena pakai masker, Physical Distancing (jaga jarak), CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dalam kehidupan bermasyarakat melengkapi semua itu. Walaupun hakikatnya berbagai program itu terpuji dan patut ditiru.

Demikian halnya dengan aspek pendidikan dan ibadah yang amat urgen bagi setiap individu. Perubahan besar-besaran terjadi, tak seperti dulu. Anak-anak belajar di rumah bersama orang tua yang berperan layaknya guru. Shalat berjamaah di masjid juga begitu. Bahkan, ibadah umrah sekalipun tak bisa dilaksanakan untuk sementara waktu.

Saudaraku…
Duhai, betapa semua itu membuat galau. Bagaimana tidak? Berbagai spek kehidupan yang vital seakan beku tertutup salju.
Namun, itulah realitas kehidupan yang tak terelakkan, mau tak mau. Sebuah episode sejarah yang harus disikapi ilmiah dan ketakwaan dalam qalbu. Lebih dari itu, semua tiada lain adalah ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah untuk setiap individu.

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)

Saudaraku…
Ingatlah, di balik ujian dan cobaan akan bermunculan hikmah satu demi satu. Membawa pesan-pesan luhur untuk jiwa dan perilaku. Mengikis karat-karat yang ada di qalbu. Menorehkan pelajaran berharga bagi komunitas dan individu. Mengais asa dan mengekang hawa nafsu.

Saudaraku…
Yang harus diingat selalu, bahwa semua yang terjadi itu, tak lepas dari takdir Allah Dzat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Hanya Dialah satu-satu-Nya yang dapat mengubah kondisi yang ada seperti dahulu. Karena Dialah Dzat Yang Mahamampu. Jika Dia mau, dengan sekejap saja masa pandemi ini akan pergi berlalu. Namun, sebagai hamba, kita dituntunkan untuk berikhtiar sepanjang waktu. Menanamkan nilai-nilai tawakkal dalam qalbu. Merajut keyakinan, bahwa hanya Allah-lah Ash-Shamad, yakni tempat bergantungnya segala sesuatu. Menjalankan arahan pemerintah secara bijak dan terpadu.

Dengan itu, insyaAllah jiwa kita akan mudah digiring menuju gerbang kesabaran di setiap waktu. Manakala gerbang kesabaran telah terbuka, kemenangan akan datang seketika itu. Kegalauan pun akan pergi berlalu.
Bukankah Allah telah berseru,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Saudaraku…
Tidakkah kita berkaca pada pergantian antara siang dan malam yang sabar tanpa kenal jemu?
Kala malam berlalu, siang pun datang bertamu. Kala siang berlalu, malam pun datang.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan sabar sebagai kuda tunggangan yang tak kenal lelah, pedang yang tak pernah tumpul, prajurit yang pantang menyerah, benteng kokoh yang tak bisa dihancurkan dan ditembus. Sabar merupakan saudara kandung kemenangan. Di mana ada kesabaran, di situ ada kemenangan.” (Uddatush Shabirin, hlm. 4)

Semoga untaian nasehat ini dapat membantu saudaraku yang berjuang melawan galau. Terkhusus mereka yang berpijak di atas rambu-rambu dan ilmu. Peduli menjalankan protokol kesehatan dan keselamatan dengan sepenuh qalbu.

Teruntuk mereka terlantun sebuah doa, semoga ampunan dan kasih sayang Allah Dzat Yang Maha Rahman tercurahkan selalu. Teriring barakah dan bimbingan ilahi di setiap waktu. Terkabul segala permohonan, dan hajat selalu. Tenteram hidupnya, luas rejekinya, dan panjang umurnya di atas kebaikan yang dirindu. Amiin…

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

18 Ramadhan 1441 H/11 Mei 2020 M

Muhibbukum Ruwaifi’ bin Sulaimi

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Kamis, 07 Mei 2020

MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG NUZULUL QURAN


Oleh : Al-Ustadz Abu Dawud Al-Medani حفظه الله 

AI-Quran merupakan kitab suci umat Islam yang memiliki kedudukan yang sangat agung lagi mulia di tengah-tengah kaum muslimin. Seluruh kaum muslimin mengakui bahwa Alquran memiliki nilai sakralitas yang sangat tinggi, tidak ada yang mengingkari perkara tersebut kecuali orang-orang munafik yang mengaku Islam. 

Oleh karena itu kaum muslimin sangat memuliakan dan menjunjung tinggi Alquran.

Hanya saja, yang sangat disayangkan adalah sebagian sikap pemuliaan tersebut ada yang tidak sesuai dengan aturan-aturan syariat, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada pada Alquran tersebut.

Salah satunya adalah tentang Nuzulul Quran, maka kali ini kami akan memaparkan secara kritis dan ilmiah InsyaaAllah tentang apa yang menjadi kekeliruan tersebut.


MAKNA DAN HAKIKAT NUZULUL QURAN

Nuzulul Quran secara harfiah artinya turunnya Alquran. Alquran turun pada bulan Ramadhan tepatnya di malam Lailatul Qadr, sebagaimana firman Allah ﷻ :

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

"Sesungguhnya Kami menurunkan (Alquran) pada Lailatul Qadr." (QS.Al-Qadr: 1)

Dalam surat Al-Qadr di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Alquran pada Lailatul Qadr. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (QS. Ad-Dukhan: 3)

Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadr yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Alquran itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebutkan dalam ayat:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Alquran." (QS. Al-Baqarah: 185)

Yang dimaksud dengan Nuzulul Quran pada bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadr adalah, Allah ﷻ menurunkan Alquran pada malam tersebut secara utuh (sekaligus) dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah atsar dari Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhuma yang diriwayatkan dalam banyak riwayat dengan lafadz yang berbeda-beda, di antaranya bahwa Abdullah bin Abbas radhiallaahu 'anhuma mengatakan:

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العزة من السماء الدنيا ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله ﷺ  

"Diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasulullah ﷺ sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun." [HR.An-Nasa'i dalam Sunanul Kubra, Al-Hakim dalam Mustadraknya, Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dishahihkan Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dishahihkan pula oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Al-Fath 4:9]

Dari atsar di atas kita bisa mengetahui bahwa Alquran diturunkan dalam dua marhalah (tahapan):
 
1⃣ Tahapan pertama dimana Alquran diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia.

2⃣ Tahapan kedua yaitu Alquran diturunkan kepada Nabi dari langit dunia secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dengan hikmah, diantaranya:
1. Mengokohkan hati Nabi dan kaum mukminin.
2. Jawaban atas sebuah pertanyaan.
3. Bantahan terhadap syubhat orang-orang kafir.
4. Memudahkan untuk menghafalnya.

Dan hikmah lainnya yang disebutkan oleh para ulama.

Inilah pendapat yang rajih (kuat) tentang makna dan hakikat Nuzulul Quran. 

SALAH KAPRAH SEPUTAR NUZULUL QURAN

Di bulan Ramadhan, tepatnya setiap memasuki malam ke-17 sebagian kaum muslimin di Indonesia biasanya rutin mengadakan suatu acara seremonial yang disebut perayaan/peringatan Nuzulul Quran. 

Biasanya acara tersebut diisi dengan pembacaan Alquran, ceramah agama dan diakhiri dengan doa dan makan-makan. Tujuan diadakannya acara ini adalah dalam rangka memuliakan malam tersebut yang merupakan malam turunnya Alquran (berdasarkan anggapan mereka).

Maka perayaan/ peringatan seperti ini jelas merupakan salah kaprah, dalam memahami Nuzulul Quran ditinjau dari beberapa sisi:

1⃣ Penetapan malam 17 Ramadhan sebagai tanggal turunnya Alquran jelas merupakan kekeliruan karena tidak ada landasan dalilnya 

Karena Allah menegaskan bahwa turunnya Alquran adalah di malam Lailatul Qadr, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dan malam Lailatul Qadr berdasarkan riwayat- riwayat yang shahih jatuh di malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, sehingga tidak masuk padanya malam 17.

Kalau yang mereka maksudkan dengan peringatan Nuzulul Quran tersebut adalah awal pertama kali Nabi ﷺ menerima wahyu, maka penetapan malam tanggal 17 Ramadhan tersebut juga tidak berlandaskan dalil yang kuat. Al-Hafidz Ibnu Katsir yang beliau nukil dari Al-Waqidi dengan sanadnya dari Abu Ja'far Al-Baqir rahimahullah:

وروى الواقدي بسنده عن أبي جعفر الباقرأنه قال كان ابتداءالوحي إلى رسول اللهﷺ يوم الاثنين لسبع عشرة ليلة خلت من رمضان وقيل في الرابع والعشرين منه

"Dari Abi Ja'far Al-Baqir, beliau berkata: "Adalah permulaan wahyu kepada Rasulullah ﷺ pada hari Senin 17 Ramadhan, Wa qiila 24 Ramadhan".

Namun riwayat tersebut tidak menegaskan bahwa awal mula Nabi ﷺ menerima wahyu adalah tanggal 17, karena disebutkan pula tanggal 24 sehingga penetapan tanggal 17 sebagai Nuzulul Quran benar-benar tidak berdasarkan dalil yang kuat, terlebih di sana ada riwayat hadits yang menyelisihinya.

Dalam sebagian hadits dinyatakan bahwa Alquran diturunkan pada malam 25 Ramadhan, seperti pada hadits:
 
وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ 

"Dan Alquran diturunkan setelah melewati 24 dari Ramadhan."
[HR. Ahmad dari Watsilah bin Asqa', Al-Munawi menyatakan bahwa para perawinya terpercaya, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]

Sebagian Ulama menafsirkan makna hadits tersebut dengan pemahaman: Alquran diturunkan pada malam 24 Ramadhan [As-Shirah An-Nabawiyyah libni Katsir
(1/393)]

Oleh karena itu, hadits di atas memiliki 2 penafsiran: Alquran diturunkan pada malam 25 Ramadhan. Ini adalah pendapat Al-Hulaimi dan dinukil serta disepakati oleh Adz-Dzahaby. [Faidhul Qadiir karya Al-Munawi]


2⃣ Acara peringatan Nuzulul Quran atau yang semisalnya seperti Maulid Nabi dan Isra' Mi'raj tidak pernah sama sekali dicontohkan oleh para Sahabat Nabi, padahal mereka adalah orang yang paling mengagungkan Alquran, kalau itu kebaikan tentulah mereka orang yang terdepan mengamalkannya.

Sehingga acara Nuzulul Quran dan yang semisalnya merupakan perkara yang tidak ada contohnya dalam urusan agama.


3⃣ Alquran pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama diturunkannya Alquran tersebut adalah agar dibaca dan direnungkan maknanya. Allah berfirman,
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad: 29)

Al-Hasan AI-Bashri berkata, "Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Alquran dengan menghafalkan huruf-hurufnya Ialu ia melalaikan hukum-hukumnya sehingga ada yang mengatakan, "Aku telah membaca Alquran seluruhnya." Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal." [Lihat
Tafsir Al-Qur'an Al -'Azhim, 2:418-419]

Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk mengamalkan amalan-amalan yang diridai-Nya. Aamiin.

Join &Share :
https://telegram.me/salafy_gelumbang

Sumber :
BULETIN AL-FAIDAH EDISI 59, Vol 2/Tahun 4/1439 H @TamaamulMinnah
••••
📶 https://bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF] 
🌍 www.alfawaaid.net

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

Jumat, 01 Mei 2020

KEJAHILAN, LAHAN SUBUR TERORISME

BAHAYA KEJAHILAN

Sikap jahil yang melekat di masyarakat Islam bisa menjadi lahan subur bagi tumbuhnya terorisme. Kekurang pahaman sebagian kaum muslimin terhadap ajaran Islam yang sebenarnya bakal menjadi celah menyusupnya paham-paham sempalan. Di antara sebab terseretnya manusia dalam pusaran paham sempalan adalah kejahilan dalam memaknai ayat atau hadits. Penafsiran terhadap satu ayat atau hadits tidak didasarkan pada kaidah baku sebagaimana dituntunkan oleh para ulama salaf.

Di sisi lain, masyarakat muslim diliputi pula oleh kejahilan sehingga tidak mampu memilah mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang batil. Sempurnalah sudah dua sisi kejahilan. Sebagai pendakwah, jahil dalam menafsirkan ayat atau hadits, sedangkan yang menerima dakwah juga jahil lantaran tak memiliki bekal untuk menyaring ajaran-ajaran yang tidak benar. Berapa banyak anak muda yang masih polos dijejali paham ekstrem. Dengan kehampaan ilmu syar’i yang ada pada mereka, dipiculah semangat berperang. Doktrin ekstrem dengan kemasan jihad disuntikkan kepada mereka.

Akhirnya, daya tempur melibas musuh meluap-luap. Siapa yang tak sepaham dengan mereka dinyatakan sebagai musuh atau kaki tangan kaum kafir. Sikap ekstrem ini berujung pada pengkafiran serta penghalalan darah dan harta kaum muslimin. Tak sekadar itu, lantaran tidak berbekal ilmu yang memadai, makna jihad menciut di hadapan mereka. Jihad dimaknai oleh mereka sebagai tindakan perang, mengangkat senjata. Tak terlintas pengertian jihad yang lebih luas sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Karena itu, yang menggayut dalam benak mereka adalah jargon “Dibunuh atau Membunuh”. Pengertian jihad menjadi sempit adanya. Dalam sebuah hadits dari Fadhalah bin Ubaid al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda saat Hajjatul Wada’ (haji perpisahan),

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ

“Orang yang berjihad (mujahid) itu adalah orang yang bersungguh-sungguh (melawan) nafsunya dalam rangka menaati Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. al-Bazzar,

dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam ash-Shahihu al-Musnad, 2/124 no. 1065)

Jadi, setiap muslim yang dengan ikhlas dan ittiba’ (mengikuti Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa taat kepada Allah Subhanahu wata’ala, dia adalah seorang mujahid. Dirinya terhitung dalam jihad. Jadi, dengan hadits di atas pemaknaan jihad tak semata dengan cara berperang mengangkat senjata.

CARA IDENTIFIKASI TERORIS

Di antara cara mengidentifikasi seseorang yang berjubah, berjenggot, berpakaian di atas mata kaki, dan berkopiah putih atau bersorban, apakah termasuk jaringan sesat atau tidak, lihatlah teman seiring dalam beraktivitas dan mengaji ilmu agama. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang tergantung atas agama temannya. Maka dari itu, perhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (lihat ash-Shahihah no. 927)

Saat al-Imam Sufyan ats-Tsauri tiba di Bashrah, beliau melihat kedudukan ar-Rabi’ bin Shubaih di tengah-tengah umat. Lantas beliau bertanya tentang mazhab (pemahaman) agama ar-Rabi’. Jawab mereka, “Tiada lain mazhabnya adalah as-Sunnah.”

Al-Imam Sufyan bertanya, “Siapa temannya?” Orang-orang menjawab, “Orangorang Qadariyah (yang ingkar terhadap takdir).” Kata al-Imam Sufyan ats-Tsauri, “Kalau begitu, dia seorang qadari.” (al-Ibanah, Ibnu Baththah. Lihat Ijma’ul Ulama ‘ala al-Hajr wa at-Tahdzir min Ahli al-Ahwa’, asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri, hlm. 106)

Kemudian cermati buku-buku atau kitab-kitab yang dikaji, dibaca dan dijadikan rujukan dalam bersikap, bertindak, beramal, dan berucap. Manakala buku atau kitab yang dijadikan pegangan melegalkan anarkisme, terorisme, mendorong untuk melakukan kemaksiatan, bid’ah, dan penyimpangan syar’i lainnya, akan semakin tampak arah kecenderungannya dalam beragama. Di antara buku atau kitab yang berbahaya adalah tulisan Sayid Quthb, Salman al-Audah, Hasan al-Bana, Said Hawa, Fathi Yakan, Abu Muhammad al-Maqdisi (yang dijebloskan ke penjara di Jordania), dan Abdul Qadir bin Abdul Aziz alias Dr. Fadhl alias Sayid Imam Abdul Aziz asy-Syarif (dipenjara seumur hidup di Mesir atas perannya dalam kelompok Islamic Jihad, dia adalah teman sekolah dan sahabat Aiman azh-Zhawahiri, pentolan al-Qaeda Usamah bin Ladin), serta buku-buku yang diterbitkan oleh jaringan teroris Khawarij. Seseorang yang memiliki kecenderungan kepada al-haq akan menghindari buku-buku semacam itu. Dia akan mengikuti bimbingan salafus saleh.

Dinukil oleh al-‘Allamah Ibnu Muflih rahimahullah dalam al-Adabu asy-Syar’iyah, mengutip apa yang disebutkan oleh asy- Syaikh Muwaffiquddin Rahimahullah bahwa salaf melarang bermajelis dengan ahli bid’ah, memerhatikan buku-buku mereka dan mendengarkan perkataannya. (Ijma’ul Ulama’, hlm. 69)

SIKAP PARA DAI DAN USTADZ SALAFY YANG ADA DI INDONESIA TERHADAP TERORISME

Hal ini tercermin dari kajian-kajian ilmiah yang digelar para ustadz tersebut di berbagai kota dan daerah di seluruh pelosok Indonesia. Acara kajian tersebut senantiasa bekerja sama dan didukung oleh aparat kepolisian, baik Polres maupun Polsek. Bahkan, tak jarang ada utusan dari kepolisian yang hadir dan memberikan sambutan.

Diantara para dai dan kegiatan kajian mereka seputar radikalisme dan terorisme adalah sebagai berikut :

Al-Ustadz Muhammad Umar as-Sewed Hafizhohullah

1. Prinsip Kebersamaan dalam Meraih Kebahagiaan Hidup Bernegara (Mapolres Ciamis, 23 April 2015)

2. Membongkar Kesesatan ISIS, Paham Radikalisme & Teroris (Depok, 26 April 2015)

3. Bahaya Radikalisme ISIS & Syiah bagi Bangsa dan Negara (Balikpapan, 2 Mei 2015)

Al-Ustadz Luqman Baabduh Hafizhohullah

1. Bahaya Radikalisme ISIS Terhadap Agama dan Negara (Mapolres Bondowoso, 2 Agustus 2015)

2. Terorisme dan Bahayanya terhadap Umat, Bangsa, dan Negara (Sengkang, 7 Februari 2016)

3. Bahaya Radikalisme dan Komunisme terhadap Negara (Denpasar, 2 Oktober 2016)

4. Menyelamatkan Akidah Umat dari Radikalisme dan Komunisme (Tanjungpandan—Belitung, 15 April 2017)

Al-Ustadz Qomar Suaidi Hafizhohullah

1. Mewaspadai dan Membentengi Umat dari Paham dan Gerakan Radikalisme, ISIS, Syiah dan Lainnya (Sukoharjo, 23 Mei 2015)

2. Bom Bunuh Diri dan Terorisme dalam Bingkai Syariah (Bandung, 8 Februari 2016)

3. Konsep Islam dalam Membentengi Umat dari Kerusakan Moral dan Akidah Menyimpang (Radikalisme, Terorisme, dan Komunisme) (Aceh Tamiang, 17 Desember 2016)

Al-Ustadz Usamah Mahri

1. Radikalisme Bukan Ajaran Islam (Klaten, 24 Mei 2015)

2. Islam Anti Radikalisme (Semarang, 24 Februari 2016)

3. Gerakan Radikalisme Ancaman Bagi Umat dan Negara (Pinrang, 15—16 Agustus 2016)

Demikian pula kegiatan Kajian Islam Ilmiah Nasional yang digelar secara rutin setiap tahun di Masjid Agung Manunggal, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian Islam yang mendatangkan para ulama Ahlus Sunnah dari Timur Tengah ini merupakan salah satu bentuk nyata peran aktif dakwah salafiyah dalam upaya turut serta menciptakan kedamaian dan stabilitas keamanan di Indonesia, serta memerangi radikalisme dan terorisme di negeri ini.

Acara rutin tahunan ini selalu bekerja sama dan mendapat dukungan dari Mabes Polri. Demikian pula Polda DIY selalu mendukung. Di antara tema yang pernah disajikan di antaranya:

1. Batilnya Ideologi Khawarij/Pemberontak (2005)

2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam Islam Bukan Anarkisme (2011)

3. Menangkal Radikalisme Berdasarkan Pemahaman Salaf (2015)

4. Tuntunan Islam dalam Menangkal Radikalisme untuk Menjaga Keutuhan Bangsa dan Agama (April 2016)

5. Solusi Islam dalam Menangkal Radikalisme dan Dekadensi Moral Bangsa (Agustus 2016)

Maka dari itu, bagaimana bisa dikatakan bahwa Salafi wahabi mengajarkan terorisme, atau ajarannya berpotensi radikal? Sungguh, tuduhan yang jauh dari kebenaran. Hal itu tidak lain hanyalah sebuah pencitraan yang tak bertanggung jawab.

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://t.me/inifaktabukanfitnah/4395
https://asysyariah.com/kejahilan-lahan-subur-terori
https://asysyariah.com/kajian-utama-bahaya-laten-terorisme/
https://asysyariah.com/fatwa-ulama-arab-saudi-tentang-radikalisme-dan-terorisme/