Sabtu, 27 Juni 2020

KHAWARIJ, BERISI BARISAN PARA PEMUDA YANG PENDEK AKALNYA



يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Akan datang di akhir zaman, suatu kaum yang usianya masih muda tapi pendek akalnya. Mereka berucap dengan ucapan makhluk terbaik. Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari sasaran bidik (setelah mengenainya). Keimanan mereka tidaklah melewati kerongkongan mereka. Di mana saja kalian bertemu dengan mereka, perangilah mereka. Karena sesungguhnya memerangi mereka akan mendapatkan pahala pada hari kiamat" (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Tholib)

Penjelasan:

Fenomena penyimpangan Khawarij sudah dijelaskan Nabi shollallahu alaihi wasallam sebelum kemunculannya. Nabi menjelaskan dalam hadits di atas tentang beberapa ciri yang ada pada mereka.

Nabi menggambarkan bahwa mereka itu usianya masih muda namun pendek akalnya. Pemuda memiliki semangat yang tinggi dan kondisi fisik yang masih prima. Namun mereka memiliki kekurangan pengalaman dan ilmu. Seharusnya, mereka mengikuti bimbingan para Ulama yang telah senior. Karena sesungguhnya keberkahan itu akan didapatkan bersama bimbingan para Ulama “besar” (senior) tersebut.

Setiap pergerakan Khawarij dari dulu hingga saat ini tidak pernah didukung oleh para Ulama Ahlussunnah. Sebut saja kelompok al-Qaeda, ISIS, Boko Haram, dan berbagai jenisnya, tidak ada satupun Ulama Ahlussunnah yang mendukungnya.

Bahkan sejak awal-awal kemunculannya, ketika berdialog dengan para Khawarij, Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata: Aku datang dari sisi para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Kepada merekalah al-Quran diturunkan, dan mereka lebih mengerti tentang wahyu dibandingkan kalian. Di tengah-tengah merekalah alQuran diturunkan. Tidak ada seorang pun di antara mereka (para Sahabat Nabi) yang bersama kalian.

Di masa-masa awal kemunculan Khawarij, tidak ada seorang pun para Sahabat Nabi (orang-orang yang paling berilmu dan bertakwa) mendukung mereka. Demikian juga pada generasi setelahnya. Tidak didapati seorang Ulama Ahlussunnah pun yang mendukung mereka. Jika mereka mengklaim ada seorang Ulama, bisa jadi orang yang dimaksud adalah figur yang di-ulama-kan. Bukan benar-benar Ulama.

Nabi juga menyebutkan ciri –ciri mereka: Mereka berucap dengan ucapan makhluk terbaik.  Artinya, mereka berdalil dengan alQuran, sehingga mudah menarik kaum muslimin. Ucapan mereka indah. Seakan-akan dalil kokoh bersama mereka. Namun pada hakikatnya dalil yang mereka gunakan tidak pada tempatnya. Seperti jika mereka berdalil dengan ayat: Tidak ada hukum kecuali hanya milik Allah (Q.S al-An’aam ayat 57). Kalimat yang diucapkan benar, tapi ditempatkan tidak pada tempatnya, karena ada keyakinan batil yang menyertainya. Mereka gunakan ayat itu untuk mengkafirkan kaum muslimin.

Nabi juga menggambarkan bahwa mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari sasaran bidik (setelah mengenainya). Para Ulama berbeda pendapat tentang apakah Khawarij kafir atau tidak. Jumhur Ulama berpendapat mereka masih muslim dengan penyimpangan yang ada pada mereka.

Dalam hadits di atas, Nabi juga menyatakan: Keimanan mereka tidaklah melampaui kerongkongan mereka. Artinya, al-Quran yang mereka baca sekedar tilawah yang dilafadzkan, tidak dipahami dengan pemahaman yang benar yang menghasilkan keimanan yang benar hingga merasuk ke dalam hati.

Kemudian di akhir hadits, Nabi memberikan motivasi bagi orang-orang beriman untuk memerangi mereka. Perangilah mereka karena Allah. Tentunya di bawah koordinasi dengan Waliyyul Amr, pemerintah muslim. Karena pada sikap memerangi mereka itu terdapat pahala yang akan dipetik 
kenikmatannya pada hari kiamat.
✍🏼 (Abu Utsman Kharisman)
Sumber rujukan:
Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan atTirmidzi karya al-Imam al-Mubaarokfuriy
Syarah Shahih Muslim libni Utsaimin

<<  Rubrik Nubuwwah Majalah Tashfiyah, dikirim pada Agustus 2016 >>
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Serta Publikasi
Chanel https://t.me/KesesatanKhawarij/2877
Bongkar Kesesatan Khawarij Sampai keakar akarnya
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔
SUMBER, t.me/salafybaturaja
04 Syawal 1439 H
18 Juni 2018 M

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Senin, 22 Juni 2020

IBADAH YANG PALING UTAMA

بــــــــــــــسم اللّــــــــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar

¤ Dalam hal memandang amalan 
ibadah yang paling afdal, paling bermanfaat, dan paling tepat untuk diprioritaskan oleh seorang hamba, manusia terbagi menjadi beberapa kelompok. Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan pandangan tersebut dalam kitab Madarij as-Salikin dan menguatkan salah satunya. Pendapat yang dipilih oleh al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini juga disebutkan oleh al- Imam al-Miqrizi dalam kitab beliau, Tajrid at-Tauhid al-Mufid. Berikut ringkasan yang mereka berdua sampaikan dengan sedikit perubahan dari kami sebagai penjelasan makna. 
Wallahu a’lam bish-shawab.

¤  Ibadah yang paling afdal ialah beramal sesuai dengan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala di setiap waktu, dengan amalan yang paling dituntut dan paling sesuai dengan kondisi saat itu.

¤  Ibadah yang paling afdal saat dikumandangkan seruan jihad ialah memenuhinya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta, walaupun membuatnya terhalangi mengerjakan shalat malam dan puasa yang biasa dia lakukan. Bahkan, walaupun hal ini membuatnya terhalang dari menyempurnakan rukun-rukun shalat wajib.

Contoh lain, saat seorang tamu datang, maka ibadah yang paling afdal adalah menyambut dan melayaninya, walaupun hal ini menyibukkannya dari mengerjakan ibadah-ibadah sunnah yang lain.

¤  Ibadah yang paling afdal di sepertiga malam terakhir adalah menyibukkan diri dengan shalat, membaca al-Qur’an, berzikir, beristighfar, dan memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

¤  Ibadah yang paling afdal saat ada orang yang membutuhkan pengarahan tentang masalah agama dari Anda adalah memfokuskan diri untuk membimbing dan mengajarkan ilmu kepadanya.

¤  Ibadah yang paling afdal saat datangnya waktu shalat fardhu lima waktu adalah bersemangat dan bersungguhsungguh mengerjakannya sesempurna mungkin, bersegera mengerjakannya di awal waktu, keluar menuju masjid untuk mengerjakannya secara berjamaah. Semakin jauh masjid yang dituju, maka semakin afdal.

¤  Ibadah yang paling afdal saat ada orang yang membutuhkan bantuan adalah membantunya semaksimal mungkin dengan tenaga, harta, atau kedudukan. Anda memfokuskan kegiatan untuk mencurahkan bantuan dan lebih memprioritaskan hal itu daripada amalan sunnah yang lain.

¤  Ketika sedang membaca al-Qur’an, yang paling afdal adalah memusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan memahami kandungan maknanya hingga seakan-akan Allah subhanahu wa ta’ala sendiri yang langsung berfirman kepada Anda dengan al-Qur’an tersebut. Anda pusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan memahami maknanya serta membulatkan tekad untuk melaksanakan perintah yang ada di dalamnya. Anda lakukan semua itu melebihi seorang yang sedang memusatkan hati dan pikirannya ketika sedang membaca surat perintah dari seorang kepala negara.

¤  Saat wukuf di padang Arafah, ibadah yang paling afdal adalah bersungguh-sungguh merendah, berdoa, dan berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini lebih utama daripada berpuasa yang menyebabkan diri lemah untuk berdoa dan berzikir pada hari itu.

¤  Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang paling afdal adalah memperbanyak ibadah, terkhusus bertakbir, bertahlil, dan bertahmid. Ini semua lebih afdal pada hari itu daripada berjihad yang bukan wajib ‘ain.

¤  Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang paling afdal adalah menetap di masjid, menyendiri beribadah, dan beriktikaf. Ini semua lebih baik daripada berbaur dan bercengkerama bersama manusia pada saat itu. Bahkan, hal ini lebih afdal daripada menyampaikan ilmu agama dan mengajarkan al-Qur’an pada sepuluh hari tersebut, menurut pendapat jumhur ulama.

¤  Ibadah yang paling afdal saat ada saudara muslim tertimpa sakit atau meninggal adalah menjenguk atau melayat dan mengantarkan jenazahnya. Ini hendaknya lebih diprioritaskan daripada Anda berkonsentrasi beribadah seorang diri.

⬇️⬇️⬇️

¤  Ibadah yang paling afdal saat Anda ditimpa ujian dan gangguan dari manusia adalah melaksanakan kewajiban bersabar atas gangguan mereka. Anda tetap berbaur dan tidak lari meninggalkan mereka. Sebab, seorang mukmin yang berbaur dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih afdal daripada seorang mukmin yang tidak mengalami ujian berupa gangguan dari manusia.

¤  Berbaur dengan manusia dalam urusan kebaikan lebih afdal daripada mengasingkan diri dari mereka. Mengasingkan diri dari manusia dalam urusan kejelekan lebih afdal daripada berbaur dengan mereka saat itu. Akan tetapi, apabila dia tahu bahwa jika berbaur dengan mereka dirinya mampu menghilangkan kejelekan tersebut atau meminimalkannya, berbaur dengan mereka lebih afdal.

¤  Ibadah yang paling afdal di setiap waktu dan kondisi adalah memprioritaskan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala pada setiap waktu dan kondisi tersebut. Anda menyibukkan diri dengan kewajiban yang dituntut untuk dilaksanakan pada waktu tersebut, melaksanakan tugas dan keharusan yang sesuai dengan waktu serta kondisi.

¤  Mereka inilah hamba-hamba yang bebas dan fleksibel, sedangkan selain mereka adalah hamba yang kaku dan terikat; hamba yang fleksibel dan tidak terikat dengan suatu ibadah tertentu. Kesibukan utamanya hanyalah mencari keridhaan Rabbnya, di manapun keridhaan-Nya berada. Di situlah poros peredaran ibadah mereka, mencari ridha Rabb semata.

¤  Dia terus-menerus berpindah dari satu amalan ibadah ke amalan ibadah lainnya. Setiap tampak baginya tingkatan ibadah yang paling afdal, dia segera menyibukkan diri untuk mengamalkannya hingga tampak baginya tingkatan lain yang lebih afdal untuk dikerjakan saat itu. Demikianlah kegiatan kesehariannya hingga akhir perjalanan hidupnya.

¤  Jika memerhatikan orang-orang yang ilmu keagamaannya mendalam, Anda akan melihat dirinya bersama mereka.

¤  Ketika memerhatikan orang-orang yang gemar beribadah, Anda akan melihat dirinya bersama mereka pula.

¤  Ketika memerhatikan pasukan mujahidin, Anda pun akan melihatnya di antara mereka.

¤  Saat memerhatikan orang-orang yang gemar berzikir, Anda juga akan melihatnya bersama mereka.

¤  Jika memerhatikan orang-orang yang gemar bersedekah dan berbuat baik, Anda melihatnya lagi di tengah-tengah mereka.

¤  Jika memerhatikan orang-orang yang selalu memusatkan hatinya untuk Allah subhanahu wa ta’ala, Anda pun akan melihatnya bersama mereka.

¤  Setiap orang yang baik akan merasa nyaman jika dia ada. Sebaliknya, orang yang jelek akan merasa sesak dengan keberadaannya.

¤  Dia bagaikan hujan, di manapun singgah akan memberikan manfaat.

¤  Bagaikan pohon kurma, seluruh bagian dirinya bermanfaat hingga durinya.

¤  Dia begitu keras terhadap setiap orang yang menyelisihi perintah Allah subhanahu wa ta’ala, begitu marah ketika larangan Allah subhanahu wa ta’ala dilanggar.

¤  Dia mempersembahkan amalannya hanya untuk Allah, dengan selalu meminta pertolongan kepada-Nya dan senantiasa membela agama-Nya.

¤  Dia bermuamalah dengan Allah subhanahu wa ta’ala tanpa memedulikan pujian dan cercaan manusia.

¤  Dia bermuamalah dengan manusia tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya. (Madarij as-Salikin, hlm. 58, dan Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hlm. 84)

💦 Subhanallah, betapa menakjubkan keadaan hamba yang seperti ini. Sampai-sampai, al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah melabeli hamba yang seperti ini sebagai hamba yang telah menegakkan kalimat,

📖 “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (al-Fatihah: 5)

dengan sebenar-benarnya.

🤲 Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita semua untuk meraih keridhaan-Nya di setiap waktu yang kita lalui. Wallahu a’lam bish-shawaab.

: Sumber
https://t.me/forum_muslim_salafy_indonesia

https://asysyariah.com/ibadah-yang-paling-utama/

•┈┈•┈┈•⊰✿📚✍️Ⓜ️✍️📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Kamis, 14 Mei 2020

Berjuang Melawan Galau di Masa Pandemi

Saudaraku…
Sepinya senja masih ada orang yang berlalu. Namun sepinya jiwa, banyak orang yang tak tahu. Bahkan, kadangkala seseorang tampak bahagia namun pada jiwanya terpendam sejuta galau. Itulah manusia, acapkali jiwanya diselimuti pernak-pernik kelabu.

Singkat kata, di masa pandemi Covid-19 ini, tak sedikit saudara-saudara kita yang dihinggapi rasa galau. Langkahnya selalu dibayang-bayangi risau. Detak jantungnya berdebar pacu, dihantui oleh berbagai perubahan situasi dan kondisi yang serba tak menentu. Pekerjaan tak semudah dulu. Sedangkan biaya hidup mau tak mau bergerak maju. Orderan sepi, nyaris tak ada yang bisa ditunggu. Para pelanggan kian lama kian membisu. Hingga para pengusaha pun harus berpikir keras, mencari solusi jitu.

Belum lagi jumlah korban Covid-19 yang kian bertambah laju. Bahkan, tim dokter dan paramedis yang menangani para korban Covid itu pun harus berjibaku. Hingga tak sedikit dari mereka yang meninggal dunia, berguguran dalam perjuangannya itu.

Saudaraku…
Demikianlah sekelumit catatan kelabu di masa pandemi yang menyiratkan rasa haru. Ekonomi dihantam, jiwa pun terancam di setiap waktu.
Tak heran, bila hubungan sosial di masa pandemi ini sedikit terganggu. Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), karantina mandiri, fenomena pakai masker, Physical Distancing (jaga jarak), CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dalam kehidupan bermasyarakat melengkapi semua itu. Walaupun hakikatnya berbagai program itu terpuji dan patut ditiru.

Demikian halnya dengan aspek pendidikan dan ibadah yang amat urgen bagi setiap individu. Perubahan besar-besaran terjadi, tak seperti dulu. Anak-anak belajar di rumah bersama orang tua yang berperan layaknya guru. Shalat berjamaah di masjid juga begitu. Bahkan, ibadah umrah sekalipun tak bisa dilaksanakan untuk sementara waktu.

Saudaraku…
Duhai, betapa semua itu membuat galau. Bagaimana tidak? Berbagai spek kehidupan yang vital seakan beku tertutup salju.
Namun, itulah realitas kehidupan yang tak terelakkan, mau tak mau. Sebuah episode sejarah yang harus disikapi ilmiah dan ketakwaan dalam qalbu. Lebih dari itu, semua tiada lain adalah ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah untuk setiap individu.

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)

Saudaraku…
Ingatlah, di balik ujian dan cobaan akan bermunculan hikmah satu demi satu. Membawa pesan-pesan luhur untuk jiwa dan perilaku. Mengikis karat-karat yang ada di qalbu. Menorehkan pelajaran berharga bagi komunitas dan individu. Mengais asa dan mengekang hawa nafsu.

Saudaraku…
Yang harus diingat selalu, bahwa semua yang terjadi itu, tak lepas dari takdir Allah Dzat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Hanya Dialah satu-satu-Nya yang dapat mengubah kondisi yang ada seperti dahulu. Karena Dialah Dzat Yang Mahamampu. Jika Dia mau, dengan sekejap saja masa pandemi ini akan pergi berlalu. Namun, sebagai hamba, kita dituntunkan untuk berikhtiar sepanjang waktu. Menanamkan nilai-nilai tawakkal dalam qalbu. Merajut keyakinan, bahwa hanya Allah-lah Ash-Shamad, yakni tempat bergantungnya segala sesuatu. Menjalankan arahan pemerintah secara bijak dan terpadu.

Dengan itu, insyaAllah jiwa kita akan mudah digiring menuju gerbang kesabaran di setiap waktu. Manakala gerbang kesabaran telah terbuka, kemenangan akan datang seketika itu. Kegalauan pun akan pergi berlalu.
Bukankah Allah telah berseru,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Saudaraku…
Tidakkah kita berkaca pada pergantian antara siang dan malam yang sabar tanpa kenal jemu?
Kala malam berlalu, siang pun datang bertamu. Kala siang berlalu, malam pun datang.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan sabar sebagai kuda tunggangan yang tak kenal lelah, pedang yang tak pernah tumpul, prajurit yang pantang menyerah, benteng kokoh yang tak bisa dihancurkan dan ditembus. Sabar merupakan saudara kandung kemenangan. Di mana ada kesabaran, di situ ada kemenangan.” (Uddatush Shabirin, hlm. 4)

Semoga untaian nasehat ini dapat membantu saudaraku yang berjuang melawan galau. Terkhusus mereka yang berpijak di atas rambu-rambu dan ilmu. Peduli menjalankan protokol kesehatan dan keselamatan dengan sepenuh qalbu.

Teruntuk mereka terlantun sebuah doa, semoga ampunan dan kasih sayang Allah Dzat Yang Maha Rahman tercurahkan selalu. Teriring barakah dan bimbingan ilahi di setiap waktu. Terkabul segala permohonan, dan hajat selalu. Tenteram hidupnya, luas rejekinya, dan panjang umurnya di atas kebaikan yang dirindu. Amiin…

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

18 Ramadhan 1441 H/11 Mei 2020 M

Muhibbukum Ruwaifi’ bin Sulaimi

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Kamis, 07 Mei 2020

MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG NUZULUL QURAN


Oleh : Al-Ustadz Abu Dawud Al-Medani حفظه الله 

AI-Quran merupakan kitab suci umat Islam yang memiliki kedudukan yang sangat agung lagi mulia di tengah-tengah kaum muslimin. Seluruh kaum muslimin mengakui bahwa Alquran memiliki nilai sakralitas yang sangat tinggi, tidak ada yang mengingkari perkara tersebut kecuali orang-orang munafik yang mengaku Islam. 

Oleh karena itu kaum muslimin sangat memuliakan dan menjunjung tinggi Alquran.

Hanya saja, yang sangat disayangkan adalah sebagian sikap pemuliaan tersebut ada yang tidak sesuai dengan aturan-aturan syariat, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada pada Alquran tersebut.

Salah satunya adalah tentang Nuzulul Quran, maka kali ini kami akan memaparkan secara kritis dan ilmiah InsyaaAllah tentang apa yang menjadi kekeliruan tersebut.


MAKNA DAN HAKIKAT NUZULUL QURAN

Nuzulul Quran secara harfiah artinya turunnya Alquran. Alquran turun pada bulan Ramadhan tepatnya di malam Lailatul Qadr, sebagaimana firman Allah ﷻ :

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

"Sesungguhnya Kami menurunkan (Alquran) pada Lailatul Qadr." (QS.Al-Qadr: 1)

Dalam surat Al-Qadr di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Alquran pada Lailatul Qadr. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (QS. Ad-Dukhan: 3)

Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadr yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Alquran itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebutkan dalam ayat:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Alquran." (QS. Al-Baqarah: 185)

Yang dimaksud dengan Nuzulul Quran pada bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadr adalah, Allah ﷻ menurunkan Alquran pada malam tersebut secara utuh (sekaligus) dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah atsar dari Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhuma yang diriwayatkan dalam banyak riwayat dengan lafadz yang berbeda-beda, di antaranya bahwa Abdullah bin Abbas radhiallaahu 'anhuma mengatakan:

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العزة من السماء الدنيا ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله ﷺ  

"Diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasulullah ﷺ sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun." [HR.An-Nasa'i dalam Sunanul Kubra, Al-Hakim dalam Mustadraknya, Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dishahihkan Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dishahihkan pula oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Al-Fath 4:9]

Dari atsar di atas kita bisa mengetahui bahwa Alquran diturunkan dalam dua marhalah (tahapan):
 
1⃣ Tahapan pertama dimana Alquran diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia.

2⃣ Tahapan kedua yaitu Alquran diturunkan kepada Nabi dari langit dunia secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dengan hikmah, diantaranya:
1. Mengokohkan hati Nabi dan kaum mukminin.
2. Jawaban atas sebuah pertanyaan.
3. Bantahan terhadap syubhat orang-orang kafir.
4. Memudahkan untuk menghafalnya.

Dan hikmah lainnya yang disebutkan oleh para ulama.

Inilah pendapat yang rajih (kuat) tentang makna dan hakikat Nuzulul Quran. 

SALAH KAPRAH SEPUTAR NUZULUL QURAN

Di bulan Ramadhan, tepatnya setiap memasuki malam ke-17 sebagian kaum muslimin di Indonesia biasanya rutin mengadakan suatu acara seremonial yang disebut perayaan/peringatan Nuzulul Quran. 

Biasanya acara tersebut diisi dengan pembacaan Alquran, ceramah agama dan diakhiri dengan doa dan makan-makan. Tujuan diadakannya acara ini adalah dalam rangka memuliakan malam tersebut yang merupakan malam turunnya Alquran (berdasarkan anggapan mereka).

Maka perayaan/ peringatan seperti ini jelas merupakan salah kaprah, dalam memahami Nuzulul Quran ditinjau dari beberapa sisi:

1⃣ Penetapan malam 17 Ramadhan sebagai tanggal turunnya Alquran jelas merupakan kekeliruan karena tidak ada landasan dalilnya 

Karena Allah menegaskan bahwa turunnya Alquran adalah di malam Lailatul Qadr, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dan malam Lailatul Qadr berdasarkan riwayat- riwayat yang shahih jatuh di malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, sehingga tidak masuk padanya malam 17.

Kalau yang mereka maksudkan dengan peringatan Nuzulul Quran tersebut adalah awal pertama kali Nabi ﷺ menerima wahyu, maka penetapan malam tanggal 17 Ramadhan tersebut juga tidak berlandaskan dalil yang kuat. Al-Hafidz Ibnu Katsir yang beliau nukil dari Al-Waqidi dengan sanadnya dari Abu Ja'far Al-Baqir rahimahullah:

وروى الواقدي بسنده عن أبي جعفر الباقرأنه قال كان ابتداءالوحي إلى رسول اللهﷺ يوم الاثنين لسبع عشرة ليلة خلت من رمضان وقيل في الرابع والعشرين منه

"Dari Abi Ja'far Al-Baqir, beliau berkata: "Adalah permulaan wahyu kepada Rasulullah ﷺ pada hari Senin 17 Ramadhan, Wa qiila 24 Ramadhan".

Namun riwayat tersebut tidak menegaskan bahwa awal mula Nabi ﷺ menerima wahyu adalah tanggal 17, karena disebutkan pula tanggal 24 sehingga penetapan tanggal 17 sebagai Nuzulul Quran benar-benar tidak berdasarkan dalil yang kuat, terlebih di sana ada riwayat hadits yang menyelisihinya.

Dalam sebagian hadits dinyatakan bahwa Alquran diturunkan pada malam 25 Ramadhan, seperti pada hadits:
 
وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ 

"Dan Alquran diturunkan setelah melewati 24 dari Ramadhan."
[HR. Ahmad dari Watsilah bin Asqa', Al-Munawi menyatakan bahwa para perawinya terpercaya, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]

Sebagian Ulama menafsirkan makna hadits tersebut dengan pemahaman: Alquran diturunkan pada malam 24 Ramadhan [As-Shirah An-Nabawiyyah libni Katsir
(1/393)]

Oleh karena itu, hadits di atas memiliki 2 penafsiran: Alquran diturunkan pada malam 25 Ramadhan. Ini adalah pendapat Al-Hulaimi dan dinukil serta disepakati oleh Adz-Dzahaby. [Faidhul Qadiir karya Al-Munawi]


2⃣ Acara peringatan Nuzulul Quran atau yang semisalnya seperti Maulid Nabi dan Isra' Mi'raj tidak pernah sama sekali dicontohkan oleh para Sahabat Nabi, padahal mereka adalah orang yang paling mengagungkan Alquran, kalau itu kebaikan tentulah mereka orang yang terdepan mengamalkannya.

Sehingga acara Nuzulul Quran dan yang semisalnya merupakan perkara yang tidak ada contohnya dalam urusan agama.


3⃣ Alquran pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama diturunkannya Alquran tersebut adalah agar dibaca dan direnungkan maknanya. Allah berfirman,
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad: 29)

Al-Hasan AI-Bashri berkata, "Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Alquran dengan menghafalkan huruf-hurufnya Ialu ia melalaikan hukum-hukumnya sehingga ada yang mengatakan, "Aku telah membaca Alquran seluruhnya." Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal." [Lihat
Tafsir Al-Qur'an Al -'Azhim, 2:418-419]

Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk mengamalkan amalan-amalan yang diridai-Nya. Aamiin.

Join &Share :
https://telegram.me/salafy_gelumbang

Sumber :
BULETIN AL-FAIDAH EDISI 59, Vol 2/Tahun 4/1439 H @TamaamulMinnah
••••
📶 https://bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF] 
🌍 www.alfawaaid.net

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

Jumat, 01 Mei 2020

KEJAHILAN, LAHAN SUBUR TERORISME

BAHAYA KEJAHILAN

Sikap jahil yang melekat di masyarakat Islam bisa menjadi lahan subur bagi tumbuhnya terorisme. Kekurang pahaman sebagian kaum muslimin terhadap ajaran Islam yang sebenarnya bakal menjadi celah menyusupnya paham-paham sempalan. Di antara sebab terseretnya manusia dalam pusaran paham sempalan adalah kejahilan dalam memaknai ayat atau hadits. Penafsiran terhadap satu ayat atau hadits tidak didasarkan pada kaidah baku sebagaimana dituntunkan oleh para ulama salaf.

Di sisi lain, masyarakat muslim diliputi pula oleh kejahilan sehingga tidak mampu memilah mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang batil. Sempurnalah sudah dua sisi kejahilan. Sebagai pendakwah, jahil dalam menafsirkan ayat atau hadits, sedangkan yang menerima dakwah juga jahil lantaran tak memiliki bekal untuk menyaring ajaran-ajaran yang tidak benar. Berapa banyak anak muda yang masih polos dijejali paham ekstrem. Dengan kehampaan ilmu syar’i yang ada pada mereka, dipiculah semangat berperang. Doktrin ekstrem dengan kemasan jihad disuntikkan kepada mereka.

Akhirnya, daya tempur melibas musuh meluap-luap. Siapa yang tak sepaham dengan mereka dinyatakan sebagai musuh atau kaki tangan kaum kafir. Sikap ekstrem ini berujung pada pengkafiran serta penghalalan darah dan harta kaum muslimin. Tak sekadar itu, lantaran tidak berbekal ilmu yang memadai, makna jihad menciut di hadapan mereka. Jihad dimaknai oleh mereka sebagai tindakan perang, mengangkat senjata. Tak terlintas pengertian jihad yang lebih luas sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Karena itu, yang menggayut dalam benak mereka adalah jargon “Dibunuh atau Membunuh”. Pengertian jihad menjadi sempit adanya. Dalam sebuah hadits dari Fadhalah bin Ubaid al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda saat Hajjatul Wada’ (haji perpisahan),

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ

“Orang yang berjihad (mujahid) itu adalah orang yang bersungguh-sungguh (melawan) nafsunya dalam rangka menaati Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. al-Bazzar,

dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam ash-Shahihu al-Musnad, 2/124 no. 1065)

Jadi, setiap muslim yang dengan ikhlas dan ittiba’ (mengikuti Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa taat kepada Allah Subhanahu wata’ala, dia adalah seorang mujahid. Dirinya terhitung dalam jihad. Jadi, dengan hadits di atas pemaknaan jihad tak semata dengan cara berperang mengangkat senjata.

CARA IDENTIFIKASI TERORIS

Di antara cara mengidentifikasi seseorang yang berjubah, berjenggot, berpakaian di atas mata kaki, dan berkopiah putih atau bersorban, apakah termasuk jaringan sesat atau tidak, lihatlah teman seiring dalam beraktivitas dan mengaji ilmu agama. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang tergantung atas agama temannya. Maka dari itu, perhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (lihat ash-Shahihah no. 927)

Saat al-Imam Sufyan ats-Tsauri tiba di Bashrah, beliau melihat kedudukan ar-Rabi’ bin Shubaih di tengah-tengah umat. Lantas beliau bertanya tentang mazhab (pemahaman) agama ar-Rabi’. Jawab mereka, “Tiada lain mazhabnya adalah as-Sunnah.”

Al-Imam Sufyan bertanya, “Siapa temannya?” Orang-orang menjawab, “Orangorang Qadariyah (yang ingkar terhadap takdir).” Kata al-Imam Sufyan ats-Tsauri, “Kalau begitu, dia seorang qadari.” (al-Ibanah, Ibnu Baththah. Lihat Ijma’ul Ulama ‘ala al-Hajr wa at-Tahdzir min Ahli al-Ahwa’, asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri, hlm. 106)

Kemudian cermati buku-buku atau kitab-kitab yang dikaji, dibaca dan dijadikan rujukan dalam bersikap, bertindak, beramal, dan berucap. Manakala buku atau kitab yang dijadikan pegangan melegalkan anarkisme, terorisme, mendorong untuk melakukan kemaksiatan, bid’ah, dan penyimpangan syar’i lainnya, akan semakin tampak arah kecenderungannya dalam beragama. Di antara buku atau kitab yang berbahaya adalah tulisan Sayid Quthb, Salman al-Audah, Hasan al-Bana, Said Hawa, Fathi Yakan, Abu Muhammad al-Maqdisi (yang dijebloskan ke penjara di Jordania), dan Abdul Qadir bin Abdul Aziz alias Dr. Fadhl alias Sayid Imam Abdul Aziz asy-Syarif (dipenjara seumur hidup di Mesir atas perannya dalam kelompok Islamic Jihad, dia adalah teman sekolah dan sahabat Aiman azh-Zhawahiri, pentolan al-Qaeda Usamah bin Ladin), serta buku-buku yang diterbitkan oleh jaringan teroris Khawarij. Seseorang yang memiliki kecenderungan kepada al-haq akan menghindari buku-buku semacam itu. Dia akan mengikuti bimbingan salafus saleh.

Dinukil oleh al-‘Allamah Ibnu Muflih rahimahullah dalam al-Adabu asy-Syar’iyah, mengutip apa yang disebutkan oleh asy- Syaikh Muwaffiquddin Rahimahullah bahwa salaf melarang bermajelis dengan ahli bid’ah, memerhatikan buku-buku mereka dan mendengarkan perkataannya. (Ijma’ul Ulama’, hlm. 69)

SIKAP PARA DAI DAN USTADZ SALAFY YANG ADA DI INDONESIA TERHADAP TERORISME

Hal ini tercermin dari kajian-kajian ilmiah yang digelar para ustadz tersebut di berbagai kota dan daerah di seluruh pelosok Indonesia. Acara kajian tersebut senantiasa bekerja sama dan didukung oleh aparat kepolisian, baik Polres maupun Polsek. Bahkan, tak jarang ada utusan dari kepolisian yang hadir dan memberikan sambutan.

Diantara para dai dan kegiatan kajian mereka seputar radikalisme dan terorisme adalah sebagai berikut :

Al-Ustadz Muhammad Umar as-Sewed Hafizhohullah

1. Prinsip Kebersamaan dalam Meraih Kebahagiaan Hidup Bernegara (Mapolres Ciamis, 23 April 2015)

2. Membongkar Kesesatan ISIS, Paham Radikalisme & Teroris (Depok, 26 April 2015)

3. Bahaya Radikalisme ISIS & Syiah bagi Bangsa dan Negara (Balikpapan, 2 Mei 2015)

Al-Ustadz Luqman Baabduh Hafizhohullah

1. Bahaya Radikalisme ISIS Terhadap Agama dan Negara (Mapolres Bondowoso, 2 Agustus 2015)

2. Terorisme dan Bahayanya terhadap Umat, Bangsa, dan Negara (Sengkang, 7 Februari 2016)

3. Bahaya Radikalisme dan Komunisme terhadap Negara (Denpasar, 2 Oktober 2016)

4. Menyelamatkan Akidah Umat dari Radikalisme dan Komunisme (Tanjungpandan—Belitung, 15 April 2017)

Al-Ustadz Qomar Suaidi Hafizhohullah

1. Mewaspadai dan Membentengi Umat dari Paham dan Gerakan Radikalisme, ISIS, Syiah dan Lainnya (Sukoharjo, 23 Mei 2015)

2. Bom Bunuh Diri dan Terorisme dalam Bingkai Syariah (Bandung, 8 Februari 2016)

3. Konsep Islam dalam Membentengi Umat dari Kerusakan Moral dan Akidah Menyimpang (Radikalisme, Terorisme, dan Komunisme) (Aceh Tamiang, 17 Desember 2016)

Al-Ustadz Usamah Mahri

1. Radikalisme Bukan Ajaran Islam (Klaten, 24 Mei 2015)

2. Islam Anti Radikalisme (Semarang, 24 Februari 2016)

3. Gerakan Radikalisme Ancaman Bagi Umat dan Negara (Pinrang, 15—16 Agustus 2016)

Demikian pula kegiatan Kajian Islam Ilmiah Nasional yang digelar secara rutin setiap tahun di Masjid Agung Manunggal, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian Islam yang mendatangkan para ulama Ahlus Sunnah dari Timur Tengah ini merupakan salah satu bentuk nyata peran aktif dakwah salafiyah dalam upaya turut serta menciptakan kedamaian dan stabilitas keamanan di Indonesia, serta memerangi radikalisme dan terorisme di negeri ini.

Acara rutin tahunan ini selalu bekerja sama dan mendapat dukungan dari Mabes Polri. Demikian pula Polda DIY selalu mendukung. Di antara tema yang pernah disajikan di antaranya:

1. Batilnya Ideologi Khawarij/Pemberontak (2005)

2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam Islam Bukan Anarkisme (2011)

3. Menangkal Radikalisme Berdasarkan Pemahaman Salaf (2015)

4. Tuntunan Islam dalam Menangkal Radikalisme untuk Menjaga Keutuhan Bangsa dan Agama (April 2016)

5. Solusi Islam dalam Menangkal Radikalisme dan Dekadensi Moral Bangsa (Agustus 2016)

Maka dari itu, bagaimana bisa dikatakan bahwa Salafi wahabi mengajarkan terorisme, atau ajarannya berpotensi radikal? Sungguh, tuduhan yang jauh dari kebenaran. Hal itu tidak lain hanyalah sebuah pencitraan yang tak bertanggung jawab.

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://t.me/inifaktabukanfitnah/4395
https://asysyariah.com/kejahilan-lahan-subur-terori
https://asysyariah.com/kajian-utama-bahaya-laten-terorisme/
https://asysyariah.com/fatwa-ulama-arab-saudi-tentang-radikalisme-dan-terorisme/

Selasa, 14 April 2020

Membongkar Waliyyul Amr Gadungan saat Corona

Pertanyaan:

Kelompok sempalan dan tarekat-tarekat mewajibkan baiat kepada pimpinan tertinggi jamaah atau tarekat. Mereka berkeyakinan bahwa itulah baiat syar’i. Bahkan mereka anggap bahwa pimpinan mereka itulah waliyyul Amr yang Alloh perintahkan untuk ditaati dalam perkara yang ma’ruf. Sebagai misal, di Negara ini ada komunitas yang menamakan Lembaga Dakwah, mereka punya Kholifah, punya Amir Amir daerah, mereka juga punya Baiat kepada Khalifah. Apakah yang demikian itu benar dan sesuai dengan syareat?

Jawaban:

Itu semuanya adalah bid’ah. Itu semua adalah penyelisihan kepada Al Qur’an, As-Sunnah serta Ijma’ ummat.

Mereka telah menyimpang dari jalan Rosululloh shalallahu’alaihi wasallam, mereka telah keluar dari prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal jamaah dan mengikuti jalan Ahlul Bida’ Wal Ahwa’.

SIAPA WALIYYUL AMR

Waliyyul Amr atau Sulthon dalam konsep Islam sangatlah jelas. Mereka adalah Umara`; pemerintah atau penguasa sebuah negeri yang memiliki wilayah, memiliki kekuatan dan memiliki kekuasaan untuk mengurusi urusan kaum muslimin.

Di negara kita ini, waliyyul Amr yang memiliki kekuasaan dan wilayah sangatlah jelas, Pimpinan tertinggi pemerintahan dan Panglima tertinggi Angkatan Perang adalah Presiden. Beliau lah Waliyyul Amr.

Di Kerajaan Arab Saudi saat ini, waliyyul Amr adalah Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud, sebagai penguasa tertinggi Pemerintahan dan panglima tertinggi Angkatan bersenjata.

Al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahumallah berkata: “Pendapat yang paling benar tentang (siapakah waliyyul amri), mereka adalah para umara dan pemimpin, karena sahihnya berita dari Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam agar taat kepada para imam dan pemimpin dalam urusan yang dituntut ketaatan di dalamnya dan bermaslahat bagi kaum muslimin.” (Tafsir ath-Thabari)

Al-Imam an-Nawawi rahimahumallah juga berkata “Para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud waliyyul amri ialah yang Allah Subhanahu wata’ala wajibkan untuk diberikan ketaatan kepadanya, yaitu para pemimpin dan umara/pemerintah. Inilah pernyataan jumhur salaf dan khalaf (ulama masa belakangan) dari kalangan ahli tafsir, fuqaha, dan selainnya. (Syarah Shahih Muslim)

Para ulama, mereka yang berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah juga termasuk Ulil Amri yang kita mentaati mereka dalam menjelaskan Halal dan Haram, berdasarkan Al Kitab dan As Sunnah.

KHOLIFAH GADUNGAN BUKAN WALIYYUL AMR

Waliyyul Amr bukanlah Kholifah dan Amir gadungan dalam jamaah jamaah dan kelompok sempalan atau tarekat-tarekat yang kita isyaratkan.

Bagaimana mungkin mereka akan mengurusi urusan kaum muslimin, sementara wilayah yang mereka miliki adalah wilayah fiktif, negara mereka adalah dongeng, Kholifah mereka hakekatnya adalah orang yang memakan harta kaum muslimin tanpa Haq. Pekerjaan mereka adalah menjilat penguasa untuk maslahat dunia mereka. Kalau mereka punya pengikut, mereka jual suara, menjilat penguasa.

Apakah yang seperti ini dikatakan waliyyul Amr ? Tidakkah kalian berfikir ?

Lebih mengerikan lagi, mereka membawakan hadits hadits shahih untuk kepentingan hawa nafsu mereka. Seperti hadits tentang Baiat, Rasululloh bersabda:

من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية

“Barangsiapa mati dan dilehernya tidak ada ikatan baiat, sungguh dia mati jahiliah.” (HR. Muslim)

Mereka mengatakan, barang siapa mati dan tidak berbaiat kepada pimpinan tarekat kami atau Kholifah Lembaga Dakwah kami, sungguh dia mati jahiliah.

Kemudian mereka anggap murtad/kafir siapapun yang keluar dari jamaahnya.

Subhanallah, ini adalah kedustaan yang sangat nyata.

WABAH CORONA BONGKAR KEDUSTAAN

Di saat wabah Corona menimpa, kita bisa melihat siapa sesungguhnya yang memiliki kekuasaan (Sulthoh), siapa sesungguhnya yang mengurusi urusan kaum muslimin.

Ternyata bukan Kholifah Kholifah bayangan itu, bukan pimpinan pimpinan tarekat itu. Sangat tampak kedustaan mereka yang memancangkan dirinya sebagai waliyyul Amr, tampak pula kedok bahwa baiat mereka adalah baiat bid’ah, hanya urusan dunia, perut dan wanita.

Berbeda dengan Seorang Raja dan presiden yang sesungguhnya. Di saat datang ancaman musuh menuju negeri yang dipimpinnya, dia tidak tidur malam untuk menyiapkan upaya upaya melindungi negerinya. Dia panggil perwira perwira tinggi angkatan bersenjata untuk mempersiapkan segala sesuatu demi keamanan kaum muslimin dan negara ini. Sebagai pimpinan tertinggi Angkatan bersenjata dan penguasa wilayah, dia perintahkan pasukannya untuk menjaga perbatasan, darat laut dan udara. Dan sebagai penguasa wilayah dia juga melakukan hubungan bilateral dengan Nagara lain untuk kemaslahatan negerinya.

Di saat wabah Corona, kaum muslimin dan keumuman penduduk negri -termasuk Kholifah gadungan, dan Amir Amir pendusta- hanya berdiam di rumahnya, sebatas memikirkan apa yang harus dipersiapkan untuk keluarganya.

Namun penguasa sebuah negri, waliyyul Amr negeri ini, jazahhumullohukhoiron Khoiron benar-bemar payah dan letih memikirkan urusan Muslimin dan penduduk negerinya.

Yang ada dalam benak adalah pertanyaan;; Apang harus dilakukan untuk membantu perekonomian rakyatnya ? Sebagai Pimpinan tertinggi memerintahkan jajarannya untuk melakukan sekian program.

Tentara dan Kepolisian sebagai lembaga yang dibawahnya juga diperintah untuk bekerja, berbuat menghadapi wabah Corona.

Mereka inilah waliyyul Amr, dan merekalah yang menjadi sebab persatuan kaum muslimin ketika mereka dalam menaati penguasa dalam perkara yang makruf.

IBADAH BERSAMA WALIYYUL AMR

Bukan hanya urusan dunia, termasuk ibadah ibadah juga bersama pemerintah seperti: Jihad fi Sabilillah, Puasa, Ied dan Haji juga demikian, bersama waliyyul Amr.

Dengan mentaati waliyyul Amr dalam perkara yang Makruf akan terjadilah persatuan dan terwujudlah mashlahat agama dan dunia.

Termasuk perkara yang cukup menyedihkan di negeri ini, ada pihak yang dengan pongah, dan selalu pongah mengatakan : “urusan penetapan satu ramadhan, satu Syawal, Iedul Adha itu urusan kami.” Bukan pemerintah, bukan presiden. Tidak peduli dengan sidang itsbat penguasa. Terus dalam kesombongan, terus dalam kebid’ahan…

Entah sampai kapan mereka berada dalam kepongahan itu.

Wabah Corona yang menimpa kita saat ini, marilah kita ambil Ibroh sebanyak banyaknya. Diantara ibroh itu adalah, membongkar kedustaan waliyyul Amr gadungan dalam tubuh kelompok-kelompok sempalan dan tarekat sesat. Allohu a’lam.

Join & Share :

https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :

https://problematikaumat.com/membongkar-waliyyul-amr-gadungan-saat-corona/

Selasa, 07 April 2020

RIBA; BAHAYA, SEBAB DAN SOLUSINYA

Diantara dosa yang banyak tersebar dinegeri-negeri kaum muslimin adalah dosa riba. Termasuk tersebar dinegeri kita. Dan ironisnya tidak sedikit yang menganggap sebagai dosa biasa atau meremehkannya. Padahal riba merupakan dosa besar. Berikut ini penjelasan ringkas tentang bahaya riba, sebab dan solusinya.

✔️ BAHAYA RIBA

Diantaranya adalah

1. Riba merupakan dosa besar.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ.

“Jauhkanlah tujuh perkara yang membinasakan!” 

Para sahabat bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” 

Beliau menjawab 

“(disebutkan salah satunya)

 وَأَكْلُ الرِّبَا

Memakan riba...” (Muttafaqunalaih).

2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang melakukan praktik riba.

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat si pemakan riba dan pemberinya.” (H.R. Muslim)

Dalam riwayat al-Imam at-Tirmidzi ada tambahan lafadz, “

وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

“Juga yang menjadi saksi dan juru tulisnya."

3. Orang yang memakan riba tidak bisa berdiri pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukkan syaithan.

Allah ta'ala berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ المَسِّ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperi berdirinya orang yang kemasukkan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila...." (Al-Baqarah : 275)

4. Orang yang melakukan praktik riba akan dimasukan kedalam neraka.

Allah ta'ala berfirman,

وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah : 275)

Berkata Al-Imam Adz Dzahabi rahimahullah: 

“Ini adalah ancaman yang sangat besar dengan dikekalkan di dalam neraka orang yang makan dari hasil riba, sebagaimana yang kamu saksikan bagi orang yang kembali memakan riba setelah peringatan. Tidak ada daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung." (Al-Kabaair, hlm 35)

✔️ SEBAB TERJATUH PADA RIBA

Diantara sebabnya adalah:

1. Lemah keimanan dan sedikit rasa takutnya kepada Allah.

2. Bodoh terhadap agama. Tidak mengerti bahaya riba, acamannya dan bentuk-bentuknya.

3. Cinta berlebihan pada dunia dan diperbudak oleh nya.

✔️ SOLUSINYA

Diantara solusinya adalah

1. Bertakwa kepada Allah

Bagi orang yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan baginya. Jauhi meminjam uang ke rentenir, bank ribawi atau praktik riba lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar.” (Ath-Thalaq: 2)

2. Mengilmui tentang riba, bahayanya dan macam-macamnya. Serta memikirkan dampak buruk yang akan dia dapatkan kalau sampai memakan harta riba.

3. Qana'ah 

Qana’ah adalah merasa cukup dengan apa yang Allah berikan kepada dirinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh bahagia orang yang masuk Islam dan dikaruniai rizeki yang cukup, serta Allah menjadikannya merasa cukup dengan apa yang Dia telah karuniakan kepadanya.” (H. R. Muslim)

4. Bersyukur kepada Allah dengan nikmat-nikmat  yang Allah berikan kepadanya. Dan melihat kebawah banyak orang yang jauh lebih dibawah dia dari sisi ekonomi atau kesulitannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

انْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim)

5. Membantu orang yang membutuhkan. 

Bagi yang diberikan kelapangan rezeki hendaknya membantu saudaranya yang dalam kesusahan sesuai dengan kemampuannya.

Itulah penjelasan singkat tentang riba, bahaya, sebab dan solusinya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang
https://kajiansalafygelumbang.blogspot.com

Sumber :
____🖋Admin yukbelajarislam.com

(YBI-AJ/03/20) | KHAS

🏡 Majmu'ah Salafy Baturaja
🌏 Kanal Telegram: https://t.me/salafybaturaja

▫️▫️▫️▫️▫️▫️

Jumat, 27 Maret 2020

ENAM POIN PENTING TERKAIT BULAN SYA'BAN

Oleh asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin

Wahai kaum muslimin, kita berada di bulan Sya’ban. Kami akan menjelaskan tentangnya dalam enam poin. Kami akan menjelaskan di dalamnya apa yang wajib atas kami untuk menjelaskannya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan rizki kepada kami dan kepada Anda semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Poin pertama : Puasa Sya’ban

Apakah bulan Sya’ban memiliki kekhususan untuk dilakukan padanya puasa, dibanding bulan-bulan lainnya?

Jawabannya : Iya. Sesungguhnya dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa padanya (pada bulan Sya’ban, pen). Hingga beliau berpuasa pada Sya’ban semua kecuali sedikit (yakni beberapa hari saja yang tidak berpuasa).

Atas dasar ini, termasuk sunnah adalah seseorang MEMPERBANYAK PUASA PADA BULAN SYA’BAN, dalam rangka mentauladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Poin kedua : Puasa Nishfu Sya’ban (Pertengahan Sya’ban)

Yakni berpuasa pada hari pertengahan Sya’ban secara khusus. Maka dalam masalah ini, ada beberapa hadits lemah, tidak sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak boleh diamalkan. Karena segala sesuatu yang tidak sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka TIDAK BOLEH SESEORANG UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLAH DENGANNYA.

Atas dasar ini, tidak boleh dilakukan puasa pada pertengahan Sya’ban secara khusus. Karena amalan itu tidak ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang tidak ada dasarnya MAKA ITU BID’AH.

Poin ketiga : Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Dalam masalah ini juga ada hadits-hadits yang lemah, tidak sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atas dasar itu, malam Nishfu (pertengahan) Sya’ban kedudukannya seperti malam pertengahan Rajab, atau pertengahan Rabi’ul Awal atau akhir, atau pertengahan Jumada, dan bulan-bulan lainnya. Tidak ada kelebihan untuk malam tersebut –yakni malam Nishfu Sya’ban – sedikitpun. KARENA HADITS-HADITS YANG ADA TENTANGNYA ADALAH LEMAH.

Poin Keempat : Mengkhususkan Malam Nishfu Sya’ban dengan Qiyamullail.

Ini juga merupakan BID’AH. Tidak ada dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau dulu mengkhususkan malam tersebut dengan Qiyamullail.

Namun, malam tersebut kedudukannya seperti malam-malam lainnya. Apabila seseorang sudah terbiasa melaksanakan Qiyamullail, maka silakan dia melakukan Qiyamullail pada malam tersebut, melanjutkan kebiasaannya pada malam-malam lainnya. Apabila seseorang bukan kebiasaannya Qiyamullail, maka DIA TIDAK BOLEH MENGKHUSUSKAN MALAM NISHFU SYA’BAN DENGAN QIYAMULLAIL, karena itu tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang lebih jauh dari ini, bahwa sebagian orang mengkhusus qiyamullail pada malam ini dengan jumlah rakaat tertentu, yang tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jadi, KITA TIDAK MENGKHUSUSKAN MALAM NISHFU SYA’BAN DENGAN QIYAMULLAIL

Poin Kelima :Benarkah Ada Penentuan Takdir Pada Malam Tersebut?

Maknanya : Apakah Pada malam tersebut (yakni Nishfu Sya’ban) ditentukan Takdir pada tahun tersebut?

Jawabannya : TIDAK. Malam itu bukanlah Lailatul Qadar. Adapun Lailatul Qadar ada pada bulan Ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Kami menurunkannya” yakni al-Qur`an.

“Seseungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur`an) pada Lailatul Qadar. Apakah yang kalian tahu tentang lailatul Qadar? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” (al-Qadar : 1-3)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman juga, “Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya al-Qur`an.” (al-Baqarah : 185)

Atas dasar ini, Lailatul Qadar itu ada pada bulan Ramadhan. Karena malam tersebut merupakan malam yang Allah menurunkan al-Qur`an. Al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan. 

Maka pastilah, bahwa Lailatul Qadar itu pada bulan Ramadhan, bukan pada bulan-bulan lainnya. Termasuk malam Nishfu Sya’ban, malam itu bukanlah malam Lailatul Qadar.

Pada malam Nishfu Sya’ban tidak ada penentuan Takdir apapun yang terjadi tahun tersebut. Namun malam tersebut adalah seperti malam-malam lainnya.

Poin Keenam : Membuat Makanan pada hari pertengahan Sya’ban.

Sebagian orang membuat makanan pada hari pertengahan Sya’ban, untuk dibagikan kepada kaum fakir, dengan mengatakan, “Ini atas makan malam dari Ibu”, “Ini makan malam dari ayah”, atau “Ini makan malam dari kedua orang tua”. Ini juga BID’AH. Karena itu tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari shahabat radhiyallahu ‘anhum.

Inilah enam poin yang aku ketahui. Mungkin saja masih ada hal-hal lain yang tidak aku ketahui, yang wajib atasku untuk menjelaskannya kepada Anda semua.

Aku memohon kepada agar menjadikan kami dan Anda semua termasuk orang-orang yang menebarkan Sunnah dan meninggalkan Bid’ah, menjadikan kami dan Anda semua para pembimbing yang mendapat hidayah, serta menjadikan kami dan Anda semua termasuk orang-orang yang bertauladan dan mengambil bimbingan dari bimbingan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
WA Miratsul Anbiya
https://salafy.or.id/blog/2014/05/28/enam-poin-penting-terkait-bulan-syaban/

Atsar ID | Arsip Fawaid Salafy
Telegram : t.me/atsarid
Twitter: twitter.com/atsarid
Line : https://line.me/R/ti/p/%40bqg5243o
YT : https://www.youtube.com/c/AtsarID
Website: www.atsar.id

Sabtu, 21 Maret 2020

WABAH VIRUS CORONA, SALAFY SEBAGAI PEMBEDA

Beberapa waktu sebelum meminta ijin kepada khalifah Utsman bin Affan agar diperbolehkan untuk pindah domisili ke Rabadzah, sahabat Abu Dzar Radhiyallahu 'anhum memberi pernyataan :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ؛ لَوْ أَمَرْتَنِي أَنْ أَقْعُدَ؛ لَمَا قُمْتُ , وَلَوْ أَمَرْتَنِي أَنْ أَكُونَ قَائِمًا؛ لقُمْتُ مَا أَمْكَنَتْنِي رِجْلَايَ , وَلَوْ رَبَطْتَنِي عَلَى بَعِيرٍ لَمْ أُطْلِقْ نَفْسِي حَتَّى تَكُونَ أَنْتَ الَّذِي تُطْلِقُني

“Demi Allah Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, Andaikan Anda perintahkan saya untuk duduk, tidak akan mungkin saya berdiri. Kalau Anda perintahkan saya untuk berdiri, pasti saya berdiri selagi kedua kakiku mampu tegak. Apabila Anda ikat saya di atas seekor unta, saya tidak akan melepaskan ikatan itu sampai Anda sendiri yang melepaskannya”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani dalam  At Ta'liqaat Al Hisan No.5933

Demikianlah prinsip Salafy!
 
Apapun cibiran yang diterima, walau banyak cemoohan yang disematkan, meskipun tuduhan keji ini dan itu diarahkan, Itu semua tidak dipedulikan

Sebab tidak ada pertimbangan duniawi, tidak pula tendensi materi, semua adalah ketundukan pada syari'at, kepatuhan sempurna pada pesan-pesan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam

Mendengar dan taat pada pemerintah adalah syari'at Islam yang amat agung. Yaitu taat dalam perkara yang ma'ruf, bukan dalam kemaksiatan.

Mendengar dan taat pada himbuan, kebijakan maupun ketetapan pemerintah merupakan solusi untuk banyak problematika kehidupan

Terlepas dari kekurangan yang ada pada suatu pemerintahan, prinsip ini selalu dipegang oleh Salafy di setiap zaman

Lihatlah sahabat Abu Dzar di atas! 

Kepatuhan yang luar biasa, ketundukan yang hebat, patuh dan tunduk pada penguasa

Wabah virus Corona semakin hari semakin mengkhawatirkan, bertambahnya waktu bertambah pula kecemasan.

Bukan hanya teori namun fakta, bukan sebatas prediksi tetapi sudah nyata, bukan cuma isu tetapi telah terbukti

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah proses penyebaran wabah virus Corona ini. Banyak upaya dilakukan agar penyebarannya terminimalisir

Konsep isolasi dijalankan, langkah karantinan dikerjakan, bahkan pilihan lockdown mulai dipertimbangkan. Ini semua sebagai bentuk ikhtiar dan menempuh sebab, yang itu diajarkan dalam Islam.

Pemerintah Indonesia melalui saluran-saluran informasi resmi mengajak dan menghimbau untuk melakukan Social Distancing Measures, apa itu? 

Ringkasnya adalah bekerja di rumah, belajar di rumah dan ibadah di rumah.

Kita diajak untuk membatasi gerak, menjauhi keramaian dan kerumunan

Kita diminta untuk lebih banyak di rumah, tidak kemana-mana kecuali benar-benar darurat.

Hal ini sangat efektif untuk meminimalisir penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) dengan ijin Allah Ta'ala.

Mendengar dan taat kepada pemerintah adalah prinsip yang menjadi karakter khas Salafy di sepanjang zaman. Sikap dan pernyataan sahabat Abu Dzar dalam riwayat di atas sudah cukup mewakili sikap kaum Salaf, bagaimana mereka selalu mendengar dan taat kepada pemerintah

Jika ada yang bertanya, bukankah mendengar dan taat kepada pemerintah hanya kepada yang bijak dan adil ?

Bukankah saat itu yang berkuasa dan menjadi khalifah adalah sahabat Utsman bin Affan yang sudah pasti adil dan bijak ?

Pertama : 
Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menerapkan Social Distancing Measures apakah termasuk kebijakan yang baik atau jelek, benar atau salah ? 

Kita tentu sepakat bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang baik dan benar, bahkan kebijakan ini sesuai dengan arahan dari Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam

Beliau bersabda dalam hadits Usamah bin Zaid riwayat Bukhari Muslim :

فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه

“Jika kalian mendengar ada wabah penyakit thaun di suatu daerah, janganlah datang ke sana. Jika terjadi wabah penyakit thaun di suatu daerah sementara kalian berada di sana, janganlah meninggalkan daerah tersebut karena ingin menyelamatkan diri”

Demikian juga Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam pernah berpesan, ”Larilah menghindar dari orang yang sakit kusta sebagaimana engkau lari menghindar dari harimau”

Ringkasnya, kita diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam agar menjaga diri dan mengisolasi diri supaya tidak tertular sebuah penyakit.

Nah, himbauan Pemerintah Indonesia adalah himbauan yang benar dan baik

Lalu apa alasan kita untuk menolaknya ? 

Apa alasan kita untuk tidak melaksanakan ?

Kedua : 
Di dalam riwayat yang sama, sahabat Abu Dzar lantas berangkat ke Rabadzah. Di sana yang menjadi imam shalat adalah seorang budak. Dalam keadaan pada jaman itu, keumuman yang menjadi imam shalat adalah penguasa. Orang-orang lalu meminta Abu Dzar untuk maju menjadi imam. Namun Abu Dzar menolak

Abu Dzar mengatakan,
”Kekasihku Rasulullah telah memberi tiga wasiat untukku, salah satu wasiat beliau adalah :

أَنْ أَسْمَعَ وأُطيع - وَلَوْ لِعَبْدٍ حَبَشِيٍّ مُجَدَّعِ الْأَطْرَافِ 
 
“Agar aku mendengar dan taat kepada penguasa meskipun yang berkuasa adalah seorang budak dari Habasyah yang cacat hidung atau cacat telinga”

Ada beberapa kriteria penguasa yang tidak terpenuhi namun Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam tetap memerintahkan kita untuk mendengar dan taat

Penguasa haruslah merdeka, bukan budak sahaya

Penguasa mestinya sempurna fisik dan tidak cacat 

Artinya, selagi telah ditetapkan sebagai penguasa, sebagai pemerintah yang terpilih, maka kewajiban kita adalah mendengar dan taat, apalagi jika yang diperintahkan adalah kebaikan.

Saat wabah virus Corona melanda di banyak wilayah, bahkan hampir merata, di saat inilah Salafy terlihat sebagai pembeda

Salafy selalu mendengar dan taat, siap melakukan Social Distancing Measures, siap belajar di rumah, siap bekerja di rumah, siap beribadah di rumah

Walau terkadang Salafy dituduh radikalis, anti NKRI, tidak nasionalis

Meski Salafy distigmakan sebagai kaum teroris, tak mengapa, bukan masalah, inilah konsekuensi dari kebenaran

Saat-saat seperti inilah, Salafy dapat membuktikan bahwa Salafy adalah barisan terdepan dalam melaksanakan himbauan Pemerintah

Allahul Musta'aan

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://t.me/inifaktabukanfitnah/4221

Sabtu, 14 Maret 2020

Rukun Dakwah Salafiyyah

Oleh : Al Ustadz Muhammad Afifuddin Hafizhohullah.

Manhaj salaf, dakwah salafiyah, dibangun di atas dua rukun yang tidak mungkin terpisahkan, yaitu :

A.  AT-TA'SHIL :

Maksudnya, menjelaskan prisip-prinsip dan pilar-pilar manhaj serta dakwah di atas dasar al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah...

Termasuk dalam rukun ini adalah :

(1). Penjelasan tentang prinsip-prinsip dan dasar-dasar akidah Islamiah salafiyah yang terangkum dalam rukun iman yang enam.
(2). Penjelasan tentang prinsip-prinsip dan dasar-dasar ibadah yang disyariatkan dari syarat ikhlas dan mutaba’ah, serta yang terangkum dalam rukun Islam yang lima.
(3). Memerintahkan segala yang ma’ruf baik akidah, ibadah, adab, muamalah, maupun aspek kehidupan lainnya. Hal ini disebut dengan amar ma’ruf.
(4). Al-Wala, yaitu berloyalitas dan mencintai secara syar’i pihak-pihak yang Allah ‘azza wa jalla perintahkan untuk dicintai, yaitu para nabi dan rasul, para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, para ulama sunnah, ulama salaf, dan kaum mukminin yang dikenal berpegang dengan sunah dan dikenal kesalehannya, serta tidak dikenal kebid’ahan, kefasikan, dan kejahatannya.
(5). At-ta’dil, yaitu memuji dan menyebutkan kebaikan dan keadilan pihak-pihak yang secara syar’i layak untuk di-ta’dil, baik kalangan para saksi, para rawi, maupun para pelaku dakwah dan kaum muslimin secara umum.
 

B. AT-TAHDZIR :

Maksudnya, memperingatkan umat dari bahaya orang, golongan (sekte), pemahaman, kitab, dan semisalnya yang bertentangan dengan prinsip al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah...

Termasuk dalam rukun ini adalah:

(1). Menjabarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada dasar-dasar akidah salafiyah secara detail pada setiap masalah, bab, dan sekte.
(2). Membongkar praktik-praktik dan ragam bentuk kesyirikan yang ada di tengah masyarakat.
(3). Menyingkap tabir kebid’ahan dan ragam kesesatan yang menyimpang dari sunnah.
(4). Mencegah dari segala bentuk kemungkaran, disebut nahi munkar.
(5). Al-Bara’, yaitu berlepas diri dari pihak yang diperintah oleh syariat untuk di-bara’, seperti iblis, orang kafir, zionis-salibis dan ragam sekte kafir lain, kaum zindiq (munafik), ahli bid’ah dengan beragam paham dan sektenya, serta orang-orang yang dikenal dengan kebid’ahan, kefasikan, dan kejahatannya.
(6). Al-Jarh, yaitu mengkritik atau memaparkan kejelekan, cacat, dan penyimpangan pihak-pihak yang secara syar’i layak di-jarh, baik kalangan saksi, para rawi, pelaku dakwah, maupun muslimin secara umum.

--------------------

Secara umum, hampir tidak ada pihak yang merasa gelisah, terhantui, bahkan mengingkari rukun yang pertama. Sebab, sifatnya adalah pemaparan prinsip dan dasar-dasar kebaikan dan kebenaran disertai dengan dalil-dalil yang sahih dari al-Qur’an dan as-Sunnah berikut penjelasan para ulama...

Di kancah dakwah, banyak dijumpai kaum hizbiyin yang ikut tampil menerangkannya walau hakikatnya hanya kamuflase untuk menipu umat. Mereka mengajarkan Kitab at-Tauhid karya asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyahkarya Ibnu Abil Izzi al-Hanafi, bahkan mengajarkan Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan merambah kitab Tafsir Ibnu Katsir...

Apalagi para GPS (Golongan Pengaku Salaf), kajian-kajian mereka nyaris mirip dengan kajian-kajian Ahlus Sunnah salafiyin, dari sisi kitab yang dikaji dan tampilan lahirnya...[1].

Yang merasa gelisah dan terhantui adalah kaum Sufi dan saudara kembarnya, Rafidhah, yang tergabung dalam GAW (Gerakan Anti Wahhabi)..[2]...

Akan tetapi, tatkala rukun yang kedua disuarakan dan diamalkan, atau yang pertama disertai dengan yang kedua (secara bersamaan), terjadilah ‘kegaduhan’ seolah-olah ‘kiamat’ hendak terjadi...Suara-suara sumbang dan lontaran-lontaran syubhat terdengar sangat nyaring dan bertubi-tubi. Anehnya, ini tidak hanya muncul dari mulut para GAW, tetapi muncul lebih deras dan ganas dari para GPS...

Berikut ini cuplikan syubhat²  dan suara-suara sumbang yang menggambarkan kegelisahan dan ketakutan mereka :

(1). Mengapa harus dengan kalimat Manhaj? Apa tidak cukup dengan kalimat al-Haq?..

(2). Bantah saja bid’ahnya, tidak usah menyebut orangnya..!..

(3). Cukup dibetulkan kesalahannya, tidak perlu menghukumi orangnya!”..

(4). Tidak ada hajr (pemboikotan) selain pada lima macam kebid’ahan!” Maksud mereka ialah Jahmiyah, Murji’ah, Rafidhah, Qadariyah, dan Khawarij !..

(5). Hajr tidak mungkin dipraktikkan di zaman sekarang karena Ahlus Sunnah minoritas!”..

 (6). “Kalau tidak ada kemaslahatan nya,hajr   menjadi gugur dan tidak disyariatkan, kita harus memakai cara ta’lif (lembut)!”..

(7).Tidak boleh divonis bid’ah kecuali sekte-sekte dari masa lalu.”..

(8). Membicarakan yayasan-yayasan bid’ah tidak akan ditanya di alam kubur!”...

(9).Menerima dana dari yayasan bid’ah adalah kecerdasan!”..

(10). Adillah wahai, akhi! Sebutkan juga kebaikan-kebaikannya, jangan hanya menyebutkan kejelekannya! Antum zalim!”..

(11).Mereka (Ahlus Sunnah) hanya sibuk dengan tahdzir! Pekerjaannya hanya men-tahdzir.”..

(12).“Tinggalkan sebab-sebab perpecahan!” Yang dimaksud adalah tidak boleh membicarakan penyimpangan dan kesesesatan hizbiyin karena akan menimbulkan perpecahan di tengah-tengah muslimin...

(13). Kita tidak boleh taklid dengan Syaikh Fulan dan Syaikh Allan!” Maksudnya ialah menolak fatwa dan tahdzir ulama sunnah terhadap kesesatan dan penyimpangan tokoh-tokoh bid’ah...

(14). Mereka (hizbiyin) juga mendakwahkan tauhid! Radio mereka menyerukan dakwah tauhid! Ustadz-ustadz mereka juga mengajarkan Kitab at-Tauhid!”..

(15). Tahdzir itu cukup 5-10 menit saja!” Maksudnya adalah meremehkan Amalan Tahdzir dan mengingkari kemungkaran terhadap bid’ah dan ahli bid’ah...[3]...

Untuk lebih lanjut silahkan buka dan  baca link di bawah ini :

https://asysyariah.com/rukun-dakwah-salafiyah/

----------------------
Catatan kaki :
[1] ,GPS (gerakan pengaku salafy ) diantara nya ialah para Halabiyyun/Rodjaiyyun, Hajuriyyun, dll.. kelompok yang menyimpang  manhaj nya,namun masih mengaku salafy.

[2],GAW ( gerakan anti wahaby )diantaranya kelompok sufy ,tabligh,LDDI,Hizbut tahrir, dll... kelompok yang menyimpang dari manhaj salaf,namun tidak mengaku salafy ,bahkan membenci manhaj salaf.

[3], orang yang Alergi terhadap pembahasan² manhajiyyah, seperti pembahasan Tahdzir, Tabdi',atau Rudud..dan dia menyukai pembahasan²  yang lembut, seperti masalah Rumah tangga,fiqih dll..atau di istilahkan oleh para ulama dengan sebutan kaum Mumayyiah.

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://asysyariah.com/rukun-dakwah-salafiyah

TURUT SERTA  MENYEBARKAN,  :
📟 GABUNG CHANNEL TELEGRAM
https://t.me/BANTAHANilmiyyah/936


•┈┈•┈┈•⊰✿📖📖📖✿⊱•┈┈•┈┈•

Jumat, 13 Maret 2020

ALERGI ( FOBIA ) TAHDZIR , SEBUAH PERGESERAN DALAM BERMANHAJ.

Ditulis oleh al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi

Dari beberapa pembahasan dapat diketahui, betapa mulia kedudukan tahdzir terhadap kebatilan dan pengusungnya..Betapa mulia pula kedudukan para ulama yang bergerak di bidang ini... Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ، يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ، وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ

“Ilmu agama ini akan terus dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari tiap-tiap generasi; yang selalu berjuang membersihkan agama ini dari pemutarbalikan pemahaman agama yang dilakukan orang-orang yang menyimpang, kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan penakwilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang jahil.” (HR . al-Khatib al-Baghdadi dalam Syaraf Ash-habil Hadits hlm. 11. Dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Misykatul Mashabih 1/82)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Segala pujian kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala, yang telah menjadikan di setiap masa fatrah (kekosongan) dari para rasul sisa-sisa manusia dari kalangan ahli ilmu (ulama), menyeru orang-orang yang tersesat kepada petunjuk (al-huda) dan bersabar atas segala gangguan yang bersumber dari mereka..

Mereka menghidupkan orang-orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah dan menerangi orang-orang yang buta (mata hatinya) dengan cahaya (ilmu) yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala. Betapa banyak korban iblis yang mereka hidupkan kembali. Betapa banyak pula orang yang tersesat tak tahu jalan yang mereka tunjuki..

Betapa besar jasa mereka bagi umat manusia, namun betapa jelek sikap manusia terhadap mereka. Mereka membela Kitabullah dari pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstremis, kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan penakwilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang jahil, yaitu orang-orang yang mengibarkan bendara-bendera bid’ah dan melepas ikatan (menebarkan) fitnah.

Mereka adalah orang-orang yang berselisih tentang Kitabullah, menyelisihinya, dan sepakat untuk menjauhinya. Mereka berbicara atas nama Allah subhanahu wa ta’ala, tentang Allah subhanahu wa ta’ala, dan tentang Kitabullah tanpa ilmu. Mereka berkata dengan ucapan yang mutasyabih (samar) dan menipu orang-orang jahil (bodoh) dengan hal-hal yang menjadi syubhat bagi mereka.

Maka dari itu, kami berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari fitnah-fitnah (yang ditebarkan oleh) orang-orang yang menyesatkan itu.” (Muqaddimah ar-Rad ‘ala az-Zanadiqah wa al-Jahmiyyah)

Sampai-sampai ketika al-Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Siapakah yang lebih Anda sukai, seseorang yang rajin berpuasa, shalat, dan i’tikaf, ataukah yang menjelaskan keadaan ahli bid’ah?”

Beliau menjawab, “Jika seseorang berpuasa, shalat, dan i’tikaf amalan itu untuk pribadinya. Namun, jika menjelaskan keadaan ahli bid’ah, manfaatnya untuk umat Islam. Inilah yang lebih utama.” (Majmu’ Fatawa 28/231)

------------------

Akan tetapi sayang, di antara umat Islam ada yang alergi dengan tahdzir tersebut. Ada yang dari kalangan pengusung kebatilan dan para pengikutnya, ada yang dari kalangan ahli ibadah, ada pula yang dari kalangan orang berilmu, bahkan mengaku berjalan di atas manhaj salaf[1] ...

Mereka merasa risih dengan tahdzir terhadap kebatilan dan pengusungnya, bahkan tidak suka sama sekali. Meskipun tahdzir itu berasal dari ulama sunnah atau kibar ulama yang berkedudukan mulia. Alasannya bermacam-macam. Adakalanya karena pembelaan terhadap tokoh yang dikagumi atau fanatisme golongan. Adakalanya karena didominasi perasaan (baca: hawa nafsu). Adakalanya pula karena meyakininya ghibah. Semua itu merupakan bentuk pergeseran dalam bermanhaj. Wallahul Musta’an.

Melihat sejarahnya, alergi tahdzir bukanlah penyakit baru. Sejak zaman dahulu ada orang-orang yang alergi dengan tahdzir. Padahal tahdzir terhadap individu atau kelompok menyimpang yang dilakukan oleh para ulama Ahlus Sunnah yang mulia tidak lain bertujuan untuk memberi nasihat, bukan menjatuhkan kredibilitas atau pencemaran nama baik.Sebagai mana yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan para tabi’in yang merupakan generasi terbaik umat ini. Apakah mereka telah terjatuh dalam ghibah? Apakah mereka telah berbuat zalim? Tentu jawabannya, “Tidak. Sekali-kali tidak.”

Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata, “Sebagian orang yang tidak paham (berilmu) telah mencela ulama hadits karena perkataan/vonis mereka terhadap para perawi. Sungguh, kami telah mendapati sejumlah imam dari kalangan tabi’in membicarakan (baca: mentahdzir) tokoh-tokoh yang menyimpang.

Antara lain, al-Hasan al-Bashri dan Thawus yang mentahdzir Ma’bad al- Juhani; Sa’id bin Jubair yang mentahdzir Thalq bin Habib; Ibrahim an-Nakha’i; dan Amir asy-Sya’bi yang mentahdzir al-Harits al-A’war.

Demikian pula yang diriwayatkan dari Ayyub as-Sakhtiyani, Abdullah bin Aun, Sulaiman at-Taimi, Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, al-Auza’i, Abdullah bin al-Mubarak, Yahya bin Sa’id al-Qaththan, Waki’ bin al-Jarrah, Abdurrahman bin Mahdi, dan ulama selain mereka bahwa mereka membicarakan dan memvonis lemah (baca: mentahdzir) orang-orang yang berhak mendapatkannya.

Menurut kami, tidaklah mereka melakukannya—wallahu a’lam—kecuali sebagai nasihat bagi umat Islam. Kami tidak meyakini bahwa tindakan mereka itu dilakukan untuk menjatuhkan kredibilitas seseorang atau mengghibahinya.

Kami meyakini bahwa semua itu dilakukan dalam rangka menjelaskan sisi lemah (penyimpangan) mereka agar diketahui oleh umat. Mengingat, sebagian mereka ada yang pelaku bid’ah, ada yang tertuduh memalsukan hadits, dan ada yang lalai serta banyak kesalahan dalam meriwayatkan.” (Syarh ‘Ilal at- Tirmidzi 1/43-44)

Abdullah bin al-Imam Ahmad berkata, “Abu Turab an-Nakhsyabi mendatangi ayahku, lantas ayahku mengatakan, ‘Fulan lemah, dan fulan tsiqah (terpercaya).’

Abu Turab berkata, ‘Wahai syaikh, janganlah Anda mengghibahi ulama!’

Ayahku berpaling ke arahnya seraya mengatakan, ‘Celaka kamu! Ini adalah nasihat, bukan ghibah’.” (Syarh ‘Ilal at-Tirmidzi karya al-Imam Ibnu Rajab 1/349-350)

Al-Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata, “Al-Mu’alla bin Hilal dialah orangnya, hanya saja dia berdusta dalam meriwayatkan hadits.”

Sebagian orang sufi berkata kepada beliau, “Hai Abu Abdirrahman, Anda berbuat ghibah!”

Beliau berkata, “Diam kamu! Jika kita tidak menjelaskan (keadaannya), bagaimana mungkin akan terbedakan antara yang haq dan yang batil?!” (al-Kifayah, al-Khathib al-Baghdadi hlm. 45)

Alergi tahdzir, bisa jadi dalam bentuk rasa risih, bahkan tidak suka, terhadap kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya) yang ditulis oleh para ulama yang mulia.

Di antara syubhat yang bergulir; membaca kitab-kitab rudud dapat mengeraskan hati, tidak perlu menyibukkan diri dengan kitab-kitab rudud karena masih banyak disiplin ilmu yang harus dipelajari dan dihafalkan, kesalahan kita masih banyak sehingga jangan sibuk dengan kesalahan orang lain, dan yang semakna dengan itu.

Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah ketika ditanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang tentang orang yang mengatakan bahwa kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya) dapat mengeraskan hati?”

Beliau menjawab, “Tidak benar. Justru meninggalkan bantahan terhadap kebatilan itulah yang akan mengeraskan hati. Manusia akan hidup di atas kesalahan dan kesesatan sehingga hati mereka menjadi keras. Adapun jika kebenaran dijelaskan dan kebatilan pun dibantah maka inilah yang akan melembutkan hati tanpa diragukan lagi.”[2]..

Betapa pentingnya keberadaan kitab-kitab rudud di tengah umat. Para penuntut ilmu tidak boleh jauh darinya, demikian pula orang yang berilmu, bahkan orang awam sekalipun sangat membutuhkannya.

Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Tuntutlah ilmu! Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu, dan upayakanlah segala hal yang dapat membantu dalam menuntut ilmu.

Di antara hal-hal yang akan membantu kalian untuk mendapatkan ilmu yang lurus adalah kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya). Sungguh, kitab-kitab rudud merupakan bagian yang terpenting dalam menuntut ilmu. Seorang yang tidak mengetahui kitab-kitab rudud, meskipun telah menghafal banyak ilmu, sungguh dia— barakallahu fik—berada di atas sikap yang tidak jelas (bingung). Kami benar-benar telah melihat banyak orang yang memiliki ilmu namun kemudian terjerumus dalam kesesatan!”[3]...

Hal senada disampaikan oleh asy-Syaikh al-‘Allamah Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhali rahimahullah kepada seorang pemula dalam menuntut ilmu, “Nasihatku untuknya adalah hendaklah mendalami agama ini dalam hal akidah, ibadah, akhlak, dan manhaj yang dia berjalan di atasnya.

Di antaranya adalah kitab-kitab rudud yang berisi bantahan as-salaf ash-shalih dan ulama yang mengikuti jejak mereka terhadap pengusung hawa nafsu dan bid’ah, dan betapa banyaknya bid’ah di setiap masa dan tempat. Maka dari itu, tidak boleh seseorang menghalangi orang lain mendengar kitab-kitab rudud, menulisnya, mengambil faedah darinya, dan membacanya dengan alasan masih minim keilmuannya tentang thaharah dan shalat. Sebab, agama ini sempurna. Sebagaimana wajib bagi kita mempelajari akidah dan fikih ibadah, wajib pula bagi kita mempelajari manhaj dan as-Sunnah agar kita beramal dengannya dan mengenal lawannya, yaitu bid’ah, supaya terhindarkan darinya.”[4]...

Demikianlah sajian Rubrik Manhaji kali ini, semoga dapat memberikan pencerahan bagi saudara-saudaraku seiman terkhusus dalam permasalahan tahdzir. Jadi, judul di atas Ketika Tahdzir Dipersoalkan berubah dengan sendirinya menjadi Ketika Tahdzir Tak Perlu Dipersoalkan.

Wallahu a’lam bish-shawab

------------------------

Catatan kaki :
[1] ,,Mereka adalah orang-orang yang lembek dalam bermanhaj (al-mumayyi’ah). Sikap-sikap mereka seringkali menguntungkan para pengusung kebatilan (ahlul bathil) dan memojokkan para pengusung kebenaran (ahlul haq). Dengan sebab inilah mereka disebut al-mukhadzdzilah. Mereka menjadi jembatan bagi para pengusung kebatilan untuk menebarkan kebatilannya di tengah-tengah umat. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membersihkan umat dari orang-orang yang seperti ini.
[2],,(http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=127625)
[3] ,,  (http://koo.re/nShqT)
[4] ,, (http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=134687)

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://asysyariah.com/ketika-tahdzir-dipersoalkan/

TURUT SERTA  MENYEBARKAN,  :
📟 GABUNG CHANNEL TELEGRAM
https://t.me/PenyimpanganRodjaTV/521


•┈┈•┈┈•⊰✿📚📚📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Selasa, 25 Februari 2020

Kado Istimewa Tuk Para Pemuda

Wahai para pemuda ,

Diantara anugrah Alloh yangg dilimpahkan kepada manusia ialah mereka diciptakan memililiki rasa cinta dan syahwat kepada lawan jenisnya,

Para pemuda senang dengan para pemudi dan sebaliknya,pemudi senang dengan pemuda.
 زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
Alloh jadikan indah pandangan manusia kepada lawan jenisnya.Sehingga wajar kalau pemuda senang,suka,cinta kpd pemudi dan sebaliknya,

ingat ayat ini bukan menunjukkan bolehnya pacaran.
kamu harus ingat firman Alloh :
﴿ وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ  إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا ﴾.

Rosululloh  juga bersabda :

«َفَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ».

Coba kalian perhatikan wahai para pemuda sabda Nabi Shollallohu 'alaihi wa Sallam diatas,kenapa beliau mengkhususkan penyebutan WANITA padahal wanita termasuk bagian dari DUNIA❓❓❓

Jawabannya wahai para pemuda,dikarenakan sangat dasyat fitnah dan bahayanya.

Oleh sebab itu, bagi setiap pemuda-pemudi yang memililiki kemampuan dan takut terjerumus kedalam lautan kemaksiatan untuk segra menikah

Dengarkan wasiat Nabi kita kepada para pemuda :

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَنْكِحْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لاَ فَلْيَصُمْ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ».

Kalau memang kamu belum mampu,maka bendaklah engkau berpuasa,sibukkan diri dengan ibadah dan kegiatan² yg bermanfaat.

Kalau memang kamu belum pengen nikah maka jauhkanlah dirimu dari menyebut²,mengingat² an nisaa.

Namun,wahai para pemuda, jika engkau ingin menikah,luruskanlan niatmu,semoga Alloh memberikan pilihan yg terbaik untuk diri dan agamamu.

Jangan engkau menikah hanya sekedar mengumbar syahwatmu semata,menikahlah untuk :

mencari keridhoan  Robbuna jalla wa jalaalu,
menjalakan sunnah Nabi,
menjaga kehormatan,
pandangan,
dan menyalurkan syahwat ditempat yg halal

angan khawatir masalah rezeki wahai para pemuda,Alloh Maha Kaya,Ar Rozzaq Dzul Quwwati Al Matiin.

Wahai para pemuda,
Siapakah wanita yg enkau cari,pilih???
Wanita yang cantik?
Wanita yang kaya?
Wanita yg ningrat?
Atau yang lainnya?

Mendapatkan wanita yang cuantik, kaya, keturunan ningrat, dan agamanya yang baik adalah dambaan setiap pemuda.
Akan tetapi perlu engkau ketahui, wanita yang mengumpulkan empat perkara tersebut tidaklah mudah wahai saudaraku.

Jangan bermimpi wahai para pemuda, bulan itu jatuh  dipangkuannmu, jangan engkau bermimpi mendapatkan bidadari didunia ini.
Carilah wanitah yang sholehah engkau akan bahagia dengannya,
Wanita yang akan menemanimu sepanjang hidupmu,yang menghiburmu tatkala engkau sedih, gundah gulanah,yang menyemangatimu semakin taat kepada Alloh.

Simaklah pesan Nabi:
  «تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك»…

Mudah-mudahan bermanfaat
والله أعلم بالصواب

Akhir kata :

"بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير_
____________________
Forum Ilmiyah Karanganyar

Posting ulang
Sumber :
https://www.atsar.id