Jumat, 13 Maret 2020

ALERGI ( FOBIA ) TAHDZIR , SEBUAH PERGESERAN DALAM BERMANHAJ.

Ditulis oleh al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi

Dari beberapa pembahasan dapat diketahui, betapa mulia kedudukan tahdzir terhadap kebatilan dan pengusungnya..Betapa mulia pula kedudukan para ulama yang bergerak di bidang ini... Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ، يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ، وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ

“Ilmu agama ini akan terus dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari tiap-tiap generasi; yang selalu berjuang membersihkan agama ini dari pemutarbalikan pemahaman agama yang dilakukan orang-orang yang menyimpang, kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan penakwilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang jahil.” (HR . al-Khatib al-Baghdadi dalam Syaraf Ash-habil Hadits hlm. 11. Dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Misykatul Mashabih 1/82)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Segala pujian kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala, yang telah menjadikan di setiap masa fatrah (kekosongan) dari para rasul sisa-sisa manusia dari kalangan ahli ilmu (ulama), menyeru orang-orang yang tersesat kepada petunjuk (al-huda) dan bersabar atas segala gangguan yang bersumber dari mereka..

Mereka menghidupkan orang-orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah dan menerangi orang-orang yang buta (mata hatinya) dengan cahaya (ilmu) yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala. Betapa banyak korban iblis yang mereka hidupkan kembali. Betapa banyak pula orang yang tersesat tak tahu jalan yang mereka tunjuki..

Betapa besar jasa mereka bagi umat manusia, namun betapa jelek sikap manusia terhadap mereka. Mereka membela Kitabullah dari pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstremis, kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan penakwilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang jahil, yaitu orang-orang yang mengibarkan bendara-bendera bid’ah dan melepas ikatan (menebarkan) fitnah.

Mereka adalah orang-orang yang berselisih tentang Kitabullah, menyelisihinya, dan sepakat untuk menjauhinya. Mereka berbicara atas nama Allah subhanahu wa ta’ala, tentang Allah subhanahu wa ta’ala, dan tentang Kitabullah tanpa ilmu. Mereka berkata dengan ucapan yang mutasyabih (samar) dan menipu orang-orang jahil (bodoh) dengan hal-hal yang menjadi syubhat bagi mereka.

Maka dari itu, kami berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari fitnah-fitnah (yang ditebarkan oleh) orang-orang yang menyesatkan itu.” (Muqaddimah ar-Rad ‘ala az-Zanadiqah wa al-Jahmiyyah)

Sampai-sampai ketika al-Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Siapakah yang lebih Anda sukai, seseorang yang rajin berpuasa, shalat, dan i’tikaf, ataukah yang menjelaskan keadaan ahli bid’ah?”

Beliau menjawab, “Jika seseorang berpuasa, shalat, dan i’tikaf amalan itu untuk pribadinya. Namun, jika menjelaskan keadaan ahli bid’ah, manfaatnya untuk umat Islam. Inilah yang lebih utama.” (Majmu’ Fatawa 28/231)

------------------

Akan tetapi sayang, di antara umat Islam ada yang alergi dengan tahdzir tersebut. Ada yang dari kalangan pengusung kebatilan dan para pengikutnya, ada yang dari kalangan ahli ibadah, ada pula yang dari kalangan orang berilmu, bahkan mengaku berjalan di atas manhaj salaf[1] ...

Mereka merasa risih dengan tahdzir terhadap kebatilan dan pengusungnya, bahkan tidak suka sama sekali. Meskipun tahdzir itu berasal dari ulama sunnah atau kibar ulama yang berkedudukan mulia. Alasannya bermacam-macam. Adakalanya karena pembelaan terhadap tokoh yang dikagumi atau fanatisme golongan. Adakalanya karena didominasi perasaan (baca: hawa nafsu). Adakalanya pula karena meyakininya ghibah. Semua itu merupakan bentuk pergeseran dalam bermanhaj. Wallahul Musta’an.

Melihat sejarahnya, alergi tahdzir bukanlah penyakit baru. Sejak zaman dahulu ada orang-orang yang alergi dengan tahdzir. Padahal tahdzir terhadap individu atau kelompok menyimpang yang dilakukan oleh para ulama Ahlus Sunnah yang mulia tidak lain bertujuan untuk memberi nasihat, bukan menjatuhkan kredibilitas atau pencemaran nama baik.Sebagai mana yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan para tabi’in yang merupakan generasi terbaik umat ini. Apakah mereka telah terjatuh dalam ghibah? Apakah mereka telah berbuat zalim? Tentu jawabannya, “Tidak. Sekali-kali tidak.”

Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata, “Sebagian orang yang tidak paham (berilmu) telah mencela ulama hadits karena perkataan/vonis mereka terhadap para perawi. Sungguh, kami telah mendapati sejumlah imam dari kalangan tabi’in membicarakan (baca: mentahdzir) tokoh-tokoh yang menyimpang.

Antara lain, al-Hasan al-Bashri dan Thawus yang mentahdzir Ma’bad al- Juhani; Sa’id bin Jubair yang mentahdzir Thalq bin Habib; Ibrahim an-Nakha’i; dan Amir asy-Sya’bi yang mentahdzir al-Harits al-A’war.

Demikian pula yang diriwayatkan dari Ayyub as-Sakhtiyani, Abdullah bin Aun, Sulaiman at-Taimi, Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, al-Auza’i, Abdullah bin al-Mubarak, Yahya bin Sa’id al-Qaththan, Waki’ bin al-Jarrah, Abdurrahman bin Mahdi, dan ulama selain mereka bahwa mereka membicarakan dan memvonis lemah (baca: mentahdzir) orang-orang yang berhak mendapatkannya.

Menurut kami, tidaklah mereka melakukannya—wallahu a’lam—kecuali sebagai nasihat bagi umat Islam. Kami tidak meyakini bahwa tindakan mereka itu dilakukan untuk menjatuhkan kredibilitas seseorang atau mengghibahinya.

Kami meyakini bahwa semua itu dilakukan dalam rangka menjelaskan sisi lemah (penyimpangan) mereka agar diketahui oleh umat. Mengingat, sebagian mereka ada yang pelaku bid’ah, ada yang tertuduh memalsukan hadits, dan ada yang lalai serta banyak kesalahan dalam meriwayatkan.” (Syarh ‘Ilal at- Tirmidzi 1/43-44)

Abdullah bin al-Imam Ahmad berkata, “Abu Turab an-Nakhsyabi mendatangi ayahku, lantas ayahku mengatakan, ‘Fulan lemah, dan fulan tsiqah (terpercaya).’

Abu Turab berkata, ‘Wahai syaikh, janganlah Anda mengghibahi ulama!’

Ayahku berpaling ke arahnya seraya mengatakan, ‘Celaka kamu! Ini adalah nasihat, bukan ghibah’.” (Syarh ‘Ilal at-Tirmidzi karya al-Imam Ibnu Rajab 1/349-350)

Al-Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata, “Al-Mu’alla bin Hilal dialah orangnya, hanya saja dia berdusta dalam meriwayatkan hadits.”

Sebagian orang sufi berkata kepada beliau, “Hai Abu Abdirrahman, Anda berbuat ghibah!”

Beliau berkata, “Diam kamu! Jika kita tidak menjelaskan (keadaannya), bagaimana mungkin akan terbedakan antara yang haq dan yang batil?!” (al-Kifayah, al-Khathib al-Baghdadi hlm. 45)

Alergi tahdzir, bisa jadi dalam bentuk rasa risih, bahkan tidak suka, terhadap kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya) yang ditulis oleh para ulama yang mulia.

Di antara syubhat yang bergulir; membaca kitab-kitab rudud dapat mengeraskan hati, tidak perlu menyibukkan diri dengan kitab-kitab rudud karena masih banyak disiplin ilmu yang harus dipelajari dan dihafalkan, kesalahan kita masih banyak sehingga jangan sibuk dengan kesalahan orang lain, dan yang semakna dengan itu.

Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah ketika ditanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang tentang orang yang mengatakan bahwa kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya) dapat mengeraskan hati?”

Beliau menjawab, “Tidak benar. Justru meninggalkan bantahan terhadap kebatilan itulah yang akan mengeraskan hati. Manusia akan hidup di atas kesalahan dan kesesatan sehingga hati mereka menjadi keras. Adapun jika kebenaran dijelaskan dan kebatilan pun dibantah maka inilah yang akan melembutkan hati tanpa diragukan lagi.”[2]..

Betapa pentingnya keberadaan kitab-kitab rudud di tengah umat. Para penuntut ilmu tidak boleh jauh darinya, demikian pula orang yang berilmu, bahkan orang awam sekalipun sangat membutuhkannya.

Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Tuntutlah ilmu! Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu, dan upayakanlah segala hal yang dapat membantu dalam menuntut ilmu.

Di antara hal-hal yang akan membantu kalian untuk mendapatkan ilmu yang lurus adalah kitab-kitab rudud (bantahan terhadap kebatilan dan pengusungnya). Sungguh, kitab-kitab rudud merupakan bagian yang terpenting dalam menuntut ilmu. Seorang yang tidak mengetahui kitab-kitab rudud, meskipun telah menghafal banyak ilmu, sungguh dia— barakallahu fik—berada di atas sikap yang tidak jelas (bingung). Kami benar-benar telah melihat banyak orang yang memiliki ilmu namun kemudian terjerumus dalam kesesatan!”[3]...

Hal senada disampaikan oleh asy-Syaikh al-‘Allamah Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhali rahimahullah kepada seorang pemula dalam menuntut ilmu, “Nasihatku untuknya adalah hendaklah mendalami agama ini dalam hal akidah, ibadah, akhlak, dan manhaj yang dia berjalan di atasnya.

Di antaranya adalah kitab-kitab rudud yang berisi bantahan as-salaf ash-shalih dan ulama yang mengikuti jejak mereka terhadap pengusung hawa nafsu dan bid’ah, dan betapa banyaknya bid’ah di setiap masa dan tempat. Maka dari itu, tidak boleh seseorang menghalangi orang lain mendengar kitab-kitab rudud, menulisnya, mengambil faedah darinya, dan membacanya dengan alasan masih minim keilmuannya tentang thaharah dan shalat. Sebab, agama ini sempurna. Sebagaimana wajib bagi kita mempelajari akidah dan fikih ibadah, wajib pula bagi kita mempelajari manhaj dan as-Sunnah agar kita beramal dengannya dan mengenal lawannya, yaitu bid’ah, supaya terhindarkan darinya.”[4]...

Demikianlah sajian Rubrik Manhaji kali ini, semoga dapat memberikan pencerahan bagi saudara-saudaraku seiman terkhusus dalam permasalahan tahdzir. Jadi, judul di atas Ketika Tahdzir Dipersoalkan berubah dengan sendirinya menjadi Ketika Tahdzir Tak Perlu Dipersoalkan.

Wallahu a’lam bish-shawab

------------------------

Catatan kaki :
[1] ,,Mereka adalah orang-orang yang lembek dalam bermanhaj (al-mumayyi’ah). Sikap-sikap mereka seringkali menguntungkan para pengusung kebatilan (ahlul bathil) dan memojokkan para pengusung kebenaran (ahlul haq). Dengan sebab inilah mereka disebut al-mukhadzdzilah. Mereka menjadi jembatan bagi para pengusung kebatilan untuk menebarkan kebatilannya di tengah-tengah umat. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membersihkan umat dari orang-orang yang seperti ini.
[2],,(http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=127625)
[3] ,,  (http://koo.re/nShqT)
[4] ,, (http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=134687)

Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang

Sumber :
https://asysyariah.com/ketika-tahdzir-dipersoalkan/

TURUT SERTA  MENYEBARKAN,  :
📟 GABUNG CHANNEL TELEGRAM
https://t.me/PenyimpanganRodjaTV/521


•┈┈•┈┈•⊰✿📚📚📚✿⊱•┈┈•┈┈•