Jumat, 17 Juni 2022

Orang-orang Yang Didoakan Para Malaikat


Doa adalah senjata seorang mukmin. Doa adalah kunci kesuksesan seorang hamba, karena saat ia berdoa, maka ia tengah bermunajat dan memohon kepada Rabb-nya, sementara Rabb-nya adalah Rabb yang Maha Kuasa serta Maha Mendengar dan mengijabahi doa hamba-Nya.
Maka siapapun yang banyak dalam permohonannya serta doanya, dia pula yang akan meraih keberuntungan yang banyak, di dunia dan di akhiratnya.
Perkara mulia yang sepantasnya seorang hamba tidak tertinggal darinya adalah, ia berusaha mendapatkan doa dan permohonan dari para malaikat untuk dirinya. Mereka adalah makhluk yang permohonannya selalu dikabulkan oleh Allah ﷻ. Hal ini karena mereka tidaklah mengatakan sesuatu melainkan dengan izin Allah ﷻ. Mereka selalu melaksanakan perintah-Nya dan tidak durhaka kepada-Nya.
Allah dan Rasul-Nya pun telah mengabarkan berbagai jalan kebaikan untuk mencapai kemuliaan ini. Maka di antara hamba yang akan mendapatkannya ialah:

1. Mereka Orang-Orang Yang Beriman
Allah ﷻ telah berfirman,

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ
(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. [Q.S Ghafir : 7]

2. Mereka Yang Menyedekahkan Hartanya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيْهِ إِلَّا مَلَكَان يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَ يَقُوْلُ الآخَرُ : اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُمْسُكًا تَلَفًا
“Tidaklah setiap hamba akan menempuh waktu paginya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya akan berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti untuk orang yang suka memberi.’ Dan malaikat satunya akan berdoa, ‘Ya Allah, berilah pada orang yang kikir itu kehancuran (pada hartanya)’. “ [Muttafaq ‘Alaih]

3. Mereka Yang Bermalam Dalam Keadaan Suci

Rasulullah ﷺ bersabda,

من باتَ طاهراً ؛ باتَ في شِعاره ملكٌ ، لا يَستَيقظ ساعةً من الليل إلا قالَ المَلكُ اللهم اغفر لعبدِك فلان فإنّه باتَ طاهرا
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bermalam di sela-sela rambutnya. Tidaklah dia terbangun di malam hari melainkan malaikat pun akan mendoakannya, ‘Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini, karena sesungguhnya dia bermalam dalam keadaan suci’.”  [Shahih Targhib no. 597]

4. Shalawat Para Malaikat Kepada Mereka Yang Mengajarkan Kebaikan

Dari Sahabat Abu Umamah radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
Pernah disebutkan kepada Rasulullah ﷺ dua orang lelaki, salah satunya adalah seorang ahli ibadah, dan yang berikutnya adalah seorang yang berilmu. Maka Rasulullah ﷺ bersabda,

فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِيْ عَلَى أَدْنَاكُمْ
“Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan ahli ibadah, sama seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian.”
Setelah itu, Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَ مَلٰائِكَتَهُ وَ أَهْلَ السَّمٰوَاتِ وَ الأَرْضِ، حَتَّى النَّمْلَةَ فِيْ جُحْرِهَا وَ حَتَّى الحُوْتَ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, termasuk pula semut di dalam liangnya, termasuk pula ikan, benar-benar akan bershalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” [H.R Tirmidzi (2685) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih At-Tirmidzi]

Dan makna shalawat di sini adalah doa.

5. Shalawat Para Malaikat Kepada Mereka Yang Menjeguk Orang Sakit

Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ , وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim menengok muslim yang sakit pada pagi hari melainkan tujuh puluh ribu malaikat bershalawat kepadanya sampai sore hari. Kalau dia menengok pada sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bershalawat kepadanya sampai pagi hari. Dia pun akan mendapatkan taman di surga.”  [Shahih Targhib no. 3476] 

6. Shalawat Para Malaikat Kepada Mereka Yang Shalat Di Shaf Pertama

(إِنَّ اللَّهَ و مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الصَّفِّ الأَوَّل) قَالُوا: يَا رسول اللّٰهِ وَ عَلَى الثاني؟ قَالَ: (إِنَّ اللَّهَ و مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الصَّفِّ الأَوَّل) قَالُوا: يَا رسول اللّٰهِ وَ عَلَى الثاني؟ قَالَ: (وَ عَلَى الثَّانِيْ)

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf pertama.” Para sahabat pun berkata, “Wahai Rasulullah, apakah juga kepada (orang-orang) yang di shaf kedua?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf pertama.” Para sahabat kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah juga kepada (orang-orang) yang di shaf kedua?” Maka barulah beliau berkata, “Ya, dan juga shaf kedua.” [Shahih Targhib no. 491]

7. Permohonan Ampun Dari Para Malaikat Kepada Mereka Yang Melaksanakan Shalat Subuh Dan Shalat Ashar

Rasulullah ﷺ bersabda,

تجتمع ملائكة الليل و ملائكة النهار في صلاة الفجر و صلاة العصر، فيجتمعون في صلاة الفجر فتصعد ملائكة الليل و تثبت ملائكة النهار، و يجتمعون في صلاة العصر فتصعد ملائكة النهار و تثبت ملائكة الليل، فيسألهم ربهم: (كيف تركتم عبادي؟) قَالُوا : أتيناهم و هم يصلون و تركناهم و هم يصلون فاغفر لهم يوم القيامة
“Para malaikat malam dan para malaikat siang akan bertemu di waktu shalat subuh dan shalat ashar. Mereka akan bertemu di shalat subuh, lalu malaikat malam akan naik (ke langit) sementara malaikat siang akan menetap. Mereka juga akan bertemu di shalat ashar, lalu malaikat siang akan naik (ke langit) sementara malaikat malam yang akan menetap.

Maka Rabb mereka akan bertanya, ‘Bagaimana kalian meninggalkan para hamba-Ku?’ Mereka berkata, ‘Kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat dan kami meninggalkan mereka juga dalam keadaan shalat, maka berilah ampunan untuk mereka di Hari Kiamat nanti’.” [Shahih Targhib no. 463]

8.  Doa Malaikat Untuk Mereka Yang Menunggu Shalat

Rasulullah ﷺ bersabda,

أَحَدُكُم مَا قَعَدَ يَنْتَظِر الصَّلَاة فِي صَلَاةٍ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَدْعُو لَهُ الملائكة: اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارحَمْهُ
“Salah seorang di antara kalian dihitung dalam shalatnya selama ia duduk menunggu shalat dan tidak berhadats, malaikat juga akan mendoakannya, ‘Ya Allah, ampunilah dia, ya Allah, rahmatilah dia’.” [H.R Muslim]

9. Doa Malaikat Kepada Mereka Yang Mendoakan Saudaranya Tanpa Sepengetahuan Yang Didoakan

Rasulullah ﷺ bersabda,
مَن دَعَا لِأَخيهِ بِظُهْرِ الغَيْبِ قَالَ المَلَكُ المُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْن وَ لَكَ بِمِثْلٍ
“Barangsiapa yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu, maka malaikat yang ditugaskan kepadanya akan berkata, ‘Amiin dan engkau akan mendapatkan yang semisalnya’.”  [H.R Muslim]

10. Shalawat Para Malaikat Kepada Mereka Yang Bershalawat Kepada Nabi ﷺ

Rasulullah ﷺ bersabda,
من صلّى عليَّ صَلَاةً لَم تَزَل المَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا صَلَّى عَلَيَّ، فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِن ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِر
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku, maka para malaikat akan senantiasa bershalawat kepadanya selama ia bershalawat kepadaku. Hendaklah seorang hamba membacanya meskipun sedikit atau memperbanyak hal itu.” [Shahih Targhib no. 1664]

Dan di sana masih banyak amalan yang mendatangkan keutamaan seperti ini, semoga Allah ﷻ memberi kita taufik untuk melaksanakannya. Amin Ya Mujibassailin.

Sumber : 
🌍
https://salafytemanggung.com/orang-orang-yang-didoakan-para-malaikat/

📡 Join & Share :
https://t.me/salafy_gelumbang
https://t.me/radiosiarsunnahgelumbang

Minggu, 15 Mei 2022

NASIHAT BAGI MEREKA YANG MASIH MEMBACA TAFSIR FII ZHILALIL QURAN KARYA SAYID QUTHUB

Al-Allamah Abdul muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta'ala ditanya:

Pertanyaan: Apa nasihat anda kepada kami tentang hukum membaca tafsir Azh-Zhilal?

Jawaban: Azh-Zhilal karya Syaikh Sayid Quthub rahimahullah padanya tercampur antara yang baik dan buruk. Dan dia (Sayid Quthub) itu hakikatnya adalah seorang penulis, bukan seorang ulama. Dan ilmu itu tidak bisa diraih dari semisal penulis ini. Bahkan mungkin seorang insan bisa mendapatkan bencana dari sesuatu yang ada pada penulis, atau terjadi perkara yang membahayakan dengan sebab apa yang ada pada penulis dari perkara-perkara yang tidak pantas, tidak semestinya.

Seorang insan umurnya tidak cukup untuk membaca segala sesuatu, di sana ada kitab-kitab yang bagus dan faedah-faedahnya besar. Itulah kitab-kitab ilmiyah, dan penulisnya dari kalangan ulama yang jadi rujukan. Sama saja apakah dari kalangan ulama terdahulu ataupun ulama sekarang. Maka seorang insan yang membaca tafsir semisal tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Ibnu Katsir,  Tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di dari kalangan ulama zaman ini, ia akan mendapati kebaikan yang sangat banyak di dalamnya. Menemukan kalamnya para ulama, mendapati nafas ilmu dan ulama, lebih-lebih semisal Tafsir Ibnu As-Sa'di rahimahullah, maka itu adalah tafsir yang berharga bersamaan dengan ringkasnya tapi ungkapannya jelas beruntut. Di dalamnya terdapat pendalilan-pendalilan yang cermat. Kitab ini sangat cocok untuk penuntut ilmu ataupun awam, kalau dibacakan kepada orang awam di masjid-masjid niscaya akan diraih banyak faedah dan menjadikan mereka mengerti makna-makna Al-Quran.

Kalau penuntut ilmu menelaahnya niscaya mereka akan mendapatkan ilmu dan dalamnya pendalilan. Karena sang penulis dikaruniai pemahaman terhadap Kitabullah dan diberi taufiq memusatkan perhatian padanya. Maka barang siapa yang membaca kitab-kitab dan tafsir beliau dia akan mendapati ilmu yang berlimpah, mendapati ucapan seorang alim, dan dialeknya orang berilmu yang jelas dan gamblang.

Adapun kitabnya Sayid Quthub, maka isinya musibah, maka seorang insan mesti menyibukkan dengan (kitab) yang lebih baik darinya, dengan (kitab) yang aman dari satu sisi. Dan dengan apa yang melindungi jiwanya dari akibat-akibat jelek dengan kitab-kitab yang bermanfaat. Adapun semisal kitab ini (Zhilal-pent) yang isinya tercampur, berisi sekumpulan fikrah (pemikiran) dan melepaskan pena dengan menulis perkara-perkara yang tidak pantas tidak layak, seperti mencela sebagian para Nabi. 

Dia (Sayid Quthub) mengatakan tentang Nabi Musa 'alaihissalam :  

"Beliau itu seorang yang temperamental".

Ia berkata tentang Utsman Bin Affan radhiallahu 'anhu pada beberapa kitabnya: 

"Sesungguhnya kekhilafahannya itu adalah kekosongan." 

Dan ini adalah pelecehan terhadap kedudukan Utsman radhiallahu 'anhu pada sebagian kitab-kitabnya. Dan sesungguhnya pada kekhilafahan beliau, " beliau sudah mengalami pikun, kekhilafahannya itu kekosongan. Ini adalah ucapan pelecehan yang tidak pantas dan tidak layak. 

Bahkan dalam kekhilafahan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu terjadi kebaikan yang banyak di zaman beliau, terjadi penaklukan-penaklukan (negeri kafir), dan hingga penghujung kehidupan beliau pada akal, pemahaman dan ilmu beliau tidak terjadi sesuatu yang menjadikan orang ini (Sayid Quthub) mengatakan:  " Beliau itu mengalami pikun dan kekhilafahan beliau itu adalah kekosongan."

Ini adalah ucapan merendahkan, menjadi jongos bagi musuh-musuh Islam dan muslimin yang menginginkan untuk mengambil dari orang -orang yang menisbahkan diri kepada sunnah sesuatu untuk menjatuhkan Ahlussunnah.

Kesimpulannya, sesungguhnya kitab semisal ini (Zhilal) tidak sepantasnya untuk dipelajari, sesungguhnya yang pantas dipelajari adalah kitab yang aman (dari penyimpangan) yang selamat, yang berisi ilmu, dan kitab yang memberikan manfaat dan keselamatan, yang seorang insan keluar (dari membacanya) membawa ilmu dan keselamatan.
Adapun kitabnya Sayid Qutub maka tidak dihasilkan padanya ilmu dan terkadang mengeluarkan bencana. Dan adapun celaannya kepada Amr bin Al-Ash radhiallahu 'anhu maka itu tercantum dalam kitab yang berjudul "Syakhshiyaat Islamiyyah."

Dia mencela Amr bin Al-Ash dan Mu'awiyah radhiallahu 'anhuma, ia mengatakan:  

"Kedua sahabat tadi itu adalah orang curang dan munafiq." 

Ini Muawiyah bin Abi Sufyan penulis Wahyu memiliki kecurangan, maknanya:  Sesungguhnya ia (Muawiyah-pent) memasukan ke dalam Al-Quran sesuatu yang selain Qur'an, dalam keadaan beliau adalah penulis Wahyu. Dalam keadaan Rasulullah mempercayakan beliau untuk menulis Wahyu. Kita berlindung kepda Allah dari kehinaan.

Abu Zur'ah Ar-Raazy rahimahullah berkata:  

"Barang siapa yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sesungguhnya dia adalah orang zindiq. Yang demikian itu karena sesungguhnya Rasulullah itu benar, Al-Kitab itu benar, sesungguhnya yang menyampaikan Al-Kitab kepada kita adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam keadaan mereka menginginkan untuk menjarh saksi-saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah.  Maka menjarh mereka itu lebih pantas karena mereka itu adalah orang-orang zindiq."

Syarh Sunan Abi Dawud 170.

Sumber :
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Serta Publikasi
Chanel, https://t.me/KesesatanKhawarij/3640
Bongkar Kesesatan Khawarij Sampai keakar akarnya
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔🛡⚔🛡
Sumber, http://cutt.us/PC8W1
http://forumsalafy.net/nasehat-bagi-mereka-yang-masih-membaca-tafsir-fii-zhilalil-quran-karya-sayid-quthub/
http://bit.ly/ForumSalafy

Rabu, 19 Januari 2022

Kertas Bertuliskan Ayat Al-Qur’an


Pertanyaan:

Sebagian orang menuliskan ayat Al-Qur’an atau ucapan basmalah di kartu undangan pernikahan atau kertas lainnya. Setelah dibaca kertas ini bisa saja dibuang di tempat sampah, terinjak, atau menjadi mainan anak kecil. Apa nasihat Anda dalam hal ini?

Jawaban:

Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab,

“Si penulis telah melakukan perkara yang disyariatkan, yakni menuliskan ucapan tasmiyah (bismillah). Apabila dia menyebutkan ayat Al-Qur’an yang sesuai pada kartu/surat undangan tersebut, tidak menjadi masalah. Orang yang menerima kartu/surat undangan tersebut wajib memuliakannya karena di dalamnya ada ayat-ayat Allahsubhanahu wa ta’ala. Jangan dibuang di tempat sampah atau di tempat hina lainnya.

Kalau dia menghinakan kartu/surat undangan bertuliskan ayat Al-Qur’an itu, dia berdosa. Adapun si penulisnya tidaklah berdosa. Nabishallallahu alaihi wa sallam sendiri memerintah sahabatnya untuk menuliskan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ pada surat-surat yang beliau kirimkan. Terkadang pula, beliau memerintahkan untuk menulis beberapa ayat Al-Qur’an dalam surat tersebut.

Dengan demikian, seseorang hendaklah menuliskan tasmiyah sesuai dengan yang disyariatkan. Dia juga bisa menyebutkan beberapa ayat dan hadits-hadits ketika dibutuhkan. Adapun orang yang menghinakan tulisan atau surat tersebut, dia berdosa. Semestinya, dia menjaganya. Kalaupun dia ingin membuangnya (karena sudah tidak terpakai), hendaknya dia membakar atau memendamya. Apabila dibuang begitu saja di tempat sampah, menjadi mainan anak-anak, menjadi pembungkus barang, atau yang semisalnya, ini tidak diperbolehkan.

Sebagian orang menjadikan surat kabar dan lembaran (yang di dalamnya ada ucapan basmalah atau ayat-ayat Al-Qur’an) sebagai alas untuk makanan atau pembungkus barang yang dibawa ke rumah. Semua ini tidak diperbolehkan karena ada unsur penghinaan terhadap surat kabar/majalah/lembaran tersebut yang di dalamnya tertulis ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. Semestinya, lembaran tersebut disimpan di perpustakaannya, atau di tempat mana saja. Atau bisa juga dibakar atau dipendam di tempat yang baik. Demikian pula apabila mushaf Al-Qur’an telah sobek dan tidak bisa lagi digunakan, hendaknya mushaf tersebut dipendam di tanah yang bersih atau dibakar. Hal ini sebagaimana tindakan Utsman bin Affan radhiallahu anhu (saat menjabat khalifah, -pen.) membakar mushaf-mushaf yang tidak lagi diperlukan.

Kebanyakan manusia tidak memperhatikan perkara ini sehingga harus diberi peringatan. Sekali lagi, ingatlah, lembaran dan surat-surat (yang ada ayat Al-Qur’an) yang tidak lagi dibutuhkan, hendaknya dipendam dalam tanah yang bersih atau dibakar. Tidak boleh digunakan sebagai pembungkus barang atau yang lainnya, dijadikan alas makan, atau dibuang di tempat sampah. Semuanya ini merupakan kemungkaran yang harus dicegah.

Apakah boleh disobek-sobek? Jawabannya, kalau hanya disobek, dikhawatirkan masih tertinggal nama Allah, nama ar-Rahman, atau nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala yang lain. Atau bisa jadi masih tertinggal beberapa potong ayat yang tidak ikut tersobek.

Apakah boleh debu bekas pembakarannya dibiarkan saja diterbangkan oleh angin? Jawabannya, hal itu tidak menjadi masalah.Wallahul musta’an.”

(Fatawa Nurun ‘ala Darb, hlm. 389—391)

Sumber :
https://asysyariah.com/kertas-bertuliskan-ayat-al-quran/

Rabu, 12 Januari 2022

Bolehkah Meminta Tolong kepada Jin?


Inilah yang menjadi inti pembahasan kali ini. Bagaimana hukum meminta tolong kepada jin? Apakah agama memperbolehkannya ataukah tidak? Jika diperbolehkan, apakah kita bisa meminta tolong dalam semua urusan atau dalam urusan tertentu saja?

Kita mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus kepada tsaqalain—jin dan manusia—menyeru mereka kepada jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan agar beribadah hanya kepada-Nya. Jadi, apabila bangsa jin ingkar dan kafir kepada Allah, menurut nas dan ijmak, mereka akan masuk ke dalam neraka. Apabila mereka beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, menurut jumhur ulama, mereka akan masuk ke dalam syurga.  Jumhur ulama menegaskan pula bahwa tidak ada seorang rasul dari kalangan jin. Yang ada ialah pemberi peringatan dari kalangan mereka. (Majmu’ Fatawa, 11/169; Tuhfatul Mujib, hlm. 364)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaiminrahimahullah menjelaskan,

“Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa meminta bantuan kepada jin ada tiga bentuk:

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti menjadi pengganti dalam menyampaikan ajaran agama.

Contohnya, seseorang memiliki teman jin yang beriman. Jin tersebut menimba ilmu darinya. Maksudnya, jin tersebut menimba ilmu dari kalangan manusia. Setelah itu, dia menjadikan jin tersebut sebagai dai untuk menyampaikan syariat kepada kaumnya atau menjadikan dia pembantu dalam ketaatan kepada Allah. Yang seperti ini tidak mengapa.

Bahkan, terkadang ini terpuji dan termasuk dakwah kepada (jalan) Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sebagaimana yang terjadi saat sekumpulan jin menghadiri majelis Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam dan Al-Qur’an dibacakan kepada mereka. Selanjutnya, mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Di kalangan jin sendiri terdapat orang-orang yang saleh, ahli ibadah, zuhud. Di antara mereka juga ada ulama. Sebab, orang yang memberikan peringatan semestinya mengetahui tentang apa yang dia sampaikan. Dia sendiri juga taat kepada Allahsubhanahu wa ta’ala dalam memberikan peringatan tersebut.

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara yang diperbolehkan.

Hal ini diperbolehkan, dengan syarat bahwa wasilah (perantara) untuk mendapatkan bantuan jin tersebut adalah sesuatu yang boleh, bukan perkara yang haram. (Perantara yang tidak diperbolehkan) seperti bilamana jin itu tidak mau memberikan bantuan melainkan dengan (mendekatkan diri kepadanya dalam bentuk) menyembelih, sujud, atau selainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan sebuah riwayat bahwa Umar radhiallahu anhuterlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga mengganggu pikiran Abu Musaradhiallahu anhu. Kemudian, mereka berkata kepada Abu Musa radhiallahu anhu, “Sesungguhnya di antara penduduk negeri itu ada wanita yang memiliki teman dari kalangan jin. Bagaimana jika wanita itu disuruh mengutus jin temannya untuk mencari kabar di mana posisi Umar radhiallahu anhu?”

Lalu, dia melakukannya. Kemudian, jin itu kembali dan mengatakan, “Amirul Mukminin tidak apa-apa. Dia sedang memberikan tanda bagi unta zakat di tempat orang itu.”

Inilah bentuk meminta pertolongan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara yang diharamkan, seperti mengambil harta orang lain, menakut-nakuti mereka, atau semisalnya.

Hal ini sangat diharamkan dalam agama. Kemudian, apabila caranya itu adalah dengan kesyirikan, meminta tolong kepada mereka adalah syirik. Apabila wasilah itu bukan kesyirikan, hal itu akan menjadi suatu maksiat.

Misalnya, ada jin fasik yang berteman dengan manusia yang fasik. Manusia yang fasik itu lalu meminta bantuan kepada jin tersebut dalam perkara dosa dan maksiat. Meminta bantuan yang seperti ini hukumnya maksiat, tidak sampai batas kesyirikan. (al-Qaulul Mufid hlm. 276—277; Fatawa ‘Aqidah wa Arkanul Islam hlm. 212; dan Majmu’ Fatawa11/169)

Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan,

“Adapun masalah tolong-menolong dengan jin, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam firman-Nya,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan kalian tolong-menolong di dalam perbuatan dosa dan maksiat.” (al-Maidah: 2)

Boleh ber-ta’awun (kerja sama) dengan mereka. Akan tetapi, ada sesuatu yang harus Anda ketahui dahulu tentang mereka, yaitu dia bukanlah setan yang secara perlahan membantumu tetapi kemudian menjatuhkan dirimu dalam perbuatan maksiat dan menyelisihi agama Allah subhanahu wa ta’ala. Telah didapati, bukan hanya satu orang dari kalangan ulama yang dibantu oleh jin.” (Tuhfatul Mujib, hlm. 371)

Al-Lajnah ad-Daimah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) menjelaskan,

“Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka sebagai tempat bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan—seperti mengirimkan bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat—termasuk kesyirikan kepada Allah. Hal itu termasuk bersenang-senang dengan mereka. Terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya segala hajat termasuk dalam istimta’ (bersenang-senang) dengan mereka.

Meminta bantuan ini terjadi dengan cara mengagungkan jin, berlindung kepada mereka, kemudian meminta bantuan agar bisa tertunaikan segala yang dibutuhkan. Allahsubhanahu wa ta’ala berfirman,

وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعًا يَٰمَعۡشَرَ ٱلۡجِنِّ قَدِ ٱسۡتَكۡثَرۡتُم مِّنَ ٱلۡإِنسِۖ وَقَالَ أَوۡلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلۡإِنسِ رَبَّنَا ٱسۡتَمۡتَعَ بَعۡضُنَا بِبَعۡضٍ وَبَلَغۡنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِيٓ أَجَّلۡتَ لَنَاۚ

Dan ingatlah hari di mana Allah menghimpun mereka semuanya dan Allah berfirman, “Wahai segolongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia.” Kemudian berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia, “Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” (al-An’am: 128)

وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin itu menambah kepada mereka rasa takut.” (al-Jin: 6)

Meminta bantuan jin untuk mencelakai seseorang atau agar melindunginya dari kejahatan orang-orang yang jahat, hal ini termasuk kesyirikan. Barang siapa demikian keadaannya, niscaya tidak akan diterima shalat dan puasanya. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ

“Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya amalmu akan terhapus.” (az-Zumar: 65)

Barang siapa diketahui melakukan demikian, jenazahnya tidak dishalati, tidak diiringi, dan tidak dikuburkan di pekuburan orang-orang Islam.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 1/162—163)

Kesimpulan Hukum Meminta Bantuan Jin

Meminta bantuan kepada jin adalah boleh dalam perkara yang bukan maksiat. Meski demikian, kami memandang agar hal itu dihindari pada zaman ini, mengingat kebodohan yang sangat menyelimuti umat. Banyak orang yang tidak mengerti perkara yang mubah dan yang tidak mengandung maksiat, atau mana tata cara yang boleh dan tidak mengandung pelanggaran agama serta mana pula yang mengandung hal itu. Wallahu a’lam (ed).

Adapun apabila perkara itu adalah maksiat,  hukumnya bisa jatuh kepada tingkatan haram, yaitu bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan, bisa menjadi kafir yang mengeluarkan dari agama.

Wallahu a’lam.

Ditulis Oleh : Ustadz Abu Usamah Abdurrahman

Sumber :

https://asysyariah.com/bolehkah-meminta-bantuan-kepada-jin/