Banyak manusia yang tidak mengetahui
tentang berbagai hal yang menjadi sebab terjadinya musibah, hikmah Allah
Subhanahuwata’ala dalam hal ini, dan berbagai pengaruh bencana serta
musibah—yang syar’i atau qadari (alami)—terhadap orang yang terkena
musibah. Yang perlu dipahami, bukanlah suatu kemestian bahwa musibah
menimpa sebagian orang karena dosa mereka lebih besar ketimbang dosa
selain mereka yang tidak terkena musibah.
Musibah yang terjadi di negeri muslim
dan tidak terjadi di negeri-negeri yang zalim, tidak menunjukkan bahwa
negeri zalim itu selamat dari bencana. Ketahuilah, bencana yang terjadi
tidak hanya berwujud gempa, tsunami, letusan gunung berapi, badai, dan
yang lainnya. Akan tetapi, bencana bisa berwujud kekacauan keamanan,
lemahnya perekonomian, menyebarnya penyakit, kebakaran yang menakutkan,
peperangan yang menghancurkan, yang semuanya berujung pada kematian
sekian ribu jiwa. Semua ini terjadi di negeri-negeri zalim yang secara
lahir selamat dari bencana alam. Berapa ratus ribu jiwa penduduk Eropa
yang mati selama dua kali perang dunia? Berapa banyak Amerika dan Rusia
kehilangan tentaranya pada tahun-tahun terakhir invasi yang mereka
lakukan?
Britania Raya (Inggris) dulu dikenal
sebagai negara yang tidak pernah matahari tenggelam di sana. Uni Soviet
terkenal dengan berpuluh-puluh negara bagiannya. Namun, tiba-tiba kedua
negara tersebut tercerai-berai menjadi negara-negara kecil. Berapa
banyak negara yang dahulu mereka cerai-beraikan serta berapa banyak
mereka dahulu melakukan penindasan dan kezaliman?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya mayoritas manusia pada hari ini
mengaitkan musibah yang terjadi—baik dalam hal perekonomian, keamanan,
maupun politik—dengan sebab yang bersifat materi saja. Tidak diragukan,
hal ini menunjukkan dangkalnya pemahaman, lemahnya keimanan, serta
kelalaian mereka dari menelaah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Sesungguhnya, di balik sebab-sebab tersebut ada sebab lain yang bersifat
syar’i. Sebab yang syar’i ini lebih kuat dan lebih besar pengaruhnya
daripada sebab-sebab yang bersifat materi. Namun, sebab yang bersifat
materi terkadang menjadi perantara untuk terjadinya musibah atau azab
karena adanya tuntutan dari sebab yang syar’i. Allah Subhanahuwata’ala
berfirman:
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
”Telah tampak kerusakan di daratan dan
di lautan, disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah ingin
merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Rum: 41)
Kehidupan manusia yang semakin jauh dari
bimbingan agama mengakibatkan terbentuknya pola pikir yang senantiasa
berorientasi kepada keduniaan dan materi semata. Berbagai bencana dan
musibah yang terjadi sering dicermati sebatas kejadian (fenomena) alam
dan keterkaitannya dengan materi, tanpa dihubungkan dengan kehendak
Allah Yang Mahakuasa, kemudian disebabkan oleh perbuatan tangan (dosa,
kesalahan) manusia.
Menurut para ahli geologi, bencana
adalah suatu kejadian alam. Disebut bencana apabila mengakibatkan korban
dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
sarana dan prasarana, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan
dan masyarakat. Penebangan hutan menjadi penyebab utama banjir. Namun,
apabila kejadian alam itu tidak sampai mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, apalagi kerugian harta benda dan kerusakan
sarana/prasarana lain, kejadian alam itu disebut sebagai fenomena alam
biasa.
Bencana alam sebenarnya merupakan proses
alam dengan intensitas yang melebihi normal, seperti gempa bumi,
letusan gunung api, longsoran, dan gelombang badai.
Bencana dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, baik alam maupun oleh aktivitas manusia. Faktor alam yang
menyebabkan bencana ada yang berasal dari luar, seperti banjir, erosi,
gerakan tanah, kekeringan, dan ada yang berasal dari dalam seperti gempa
bumi, gelombang pasang, letusan gunung api (hujan abu, aliran lahar
panas dan dingin). Adapun bencana yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia, di antaranya adalah menurunnya kualitas lingkungan,
penggundulan hutan yang mengakibatkan bencana kekeringan, erosi/banjir,
gempa bumi akibat pembangunan dan penurunan tanah/amblesan, longsoran,
dan akibat tindakan manusia (yang mengembangkan wilayah tanpa berwawasan
lingkungan).
Menurut mereka, gempa bumi adalah
getaran atau goncangan yang terjadi di permukaan bumi yang biasa
disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Para ahli gempa
mengklasifikasikan gempa menjadi dua katagori: gempa intralempeng
(intraplate) yaitu gempa yang terjadi di dalam lempeng itu sendiri dan
gempa antarlempeng (interplate) yaitu gempa yang terjadi di batas antara
dua lempeng. Ditinjau dari proses terjadinya, ahli geologi membagi
gempa bumi menjadi lima jenis.
1. Gempa bumi vulkanik (gunung api)
Menurut mereka, gempa ini disebabkan
oleh aktivitas magma yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Jika
keaktifannya semakin tinggi, akan menimbulkan ledakan yang
mengakibatkan gempa bumi. Getaran terkadang dapat dirasakan oleh manusia
dan hewan di sekitar gunung berapi itu. Salah satu perkiraan meletusnya
gunung tersebut ditandai dengan sering terjadinya getaran-getaran gempa
vulkanik.
2. Gempa bumi tektonik
Menurut mereka, gempa ini disebabkan
oleh aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik
secara mendadak, yang mempunyai kekuatan bervariasi dari sangat kecil
hingga sangat besar. Gempa bumi ini sering menimbulkan kerusakan atau
bencana alam di bumi. Getaran gempa yang kuat mampu menjalar ke seluruh
bagian bumi. Seperti yang diketahui, kulit bumi terdiri dari
lempeng-lempeng tektonik yang terdiri dari lapisan-lapisan batuan.
Tiap-tiap lapisan memiliki kekerasan dan massa jenis yang berbeda.
Lapisan kulit bumi tersebut mengalami pergeseran akibat arus konveksi
yang terjadi di dalam bumi.
3. Gempa bumi runtuhan
Biasanya terjadi di daerah kapur atau
pertambangan. Gempa bumi ini bersifat lokal dan jarang terjadi. Gempa
runtuhan atau terban adalah gempa yang terjadi karena adanya runtuhan
tanah atau batuan. Lereng gunung, pantai yang curam, kawasan tambang
atau terowongan tambang bawah tanah, memiliki energi potensial yang
besar ketika runtuh yang dapat menimbulkan getaran di sekitar daerah
runtuhan. Namun, dampaknya tidak begitu membahayakan. Justru dampak yang
berbahaya adalah akibat timbunan batuan atau tanah longsor itu sendiri.
4. Gempa jatuhan
Menurut mereka, gempa ini disebabkan
oleh benda-benda dari luar atmosfir bumi yang jatuh dan kadang sampai ke
permukaan bumi. Benda yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika
massanya cukup besar. Getaran ini disebut getaran jatuhan dan jarang
sekali terjadi.
5. Gempa buatan
Gempa buatan ialah gempa bumi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir,
atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi. Suatu percobaan peledakan
nuklir bawah tanah atau bawah laut dapat menimbulkan getaran bumi yang
dapat tercatat oleh seismograf di seluruh permukaan bumi, tergantung
kekuatan ledakan. Ledakan dinamit di bawah permukaan bumi juga dapat
menimbulkan getaran meskipun efeknya sangat kecil.
Menurut catatan sejarah, letusan gunung
berapi yang paling dahsyat yang pernah diketahui dan hampir memusnahkan
generasi kehidupan di masa itu adalah letusan yang terjadi di Indonesia
dari Toba supervolcano (sekarang menjadi Danau Toba). Letusan itu tidak
bisa dibandingkan dengan apa pun yang telah dialami di bumi ini. Bahkan,
Krakatau yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa hanyalah sebuah
sendawa kecil jika dibandingkan dengannya. Padahal, Krakatau memiliki
daya ledak setara dengan 150 megaton TNT (Trinitrotoluena, satu jenis
bahan peledak, -red.). Sebagai perbandingan, ledakan Bom nuklir
Hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton. Walhasil, secara
perhitungan daya musnah bom nuklir Hiroshima 10.000 kali lebih lemah
dibandingkan Krakatau.
Tsunami, menurut sebagian orang, kata
ini berasal bahasa Jepang, tsu: pelabuhan, dan name: gelombang. Secara
harfiah berarti “ombak besar di pelabuhan.” Penyebabnya adalah
perpindahan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara
vertikal (tegak) secara tiba-tiba. Perubahan ini bisa disebabkan gempa
bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut.
Banyak orang memandang semua kejadian di
atas dari sisi ilmu pengetahuan alam semata. Mereka menyatakan bahwa
ini hanya merupakan proses alam, tidak ada hubungannya dengan azab.
Pada hakikatnya, semua yang terjadi
tidak lepas dari kehendak Allah Subhanahuwata’ala. Dengan demikian,
musibah dan bencana bukan proses alam semata. Kalau saja proses alam itu
mampu memberi manfaat (berbuat), sungguh ia akan bermanfaat dengan
sendirinya. Proses alam tidak memiliki daya pengaruh melainkan dengan
izin Allah Subhanahuwata’ala dan kehendak-Nya. Alam yang berupa tanah
(baik yang padat, keras, tandus, bebatuan, lembek, maupun gembur),
gunung, laut, dan yang lainnya adalah makhluk Allah Subhanahuwata’ala
yang tergolong benda mati. Akan tetapi, jika Allah Subhanahuwata’ala
menghendaki bumi bernapas, akan terjadi pula.
Hal ini seperti dalam firman Allah Subhanahuwata’ala:
وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ () وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ () وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ
”Dan apabila bumi diratakan, dan ia
memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan ia patuh
kepada Rabbnya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu
manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).” (al-Insyiqaq: 3—5)
-Sesungguhnya, Allah Subhanahuwata’ala
telah menjadikan segala sesuatu memiliki sebab. Kebaikan memiliki sebab,
demikian pula keburukan. Barang siapa menjalani sebab kebaikan, ia akan
dekat untuk mencapai kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menempuh jalan
keburukan dan mengambil sebab-sebabnya, akan terjatuh padanya pula.
Sebab-sebab yang disebutkan dalam syariat menjelaskan bahwa barang siapa
yang terlibat dengannya, pantas diturunkan hukuman atasnya.
Di antara perkara yang menjadi sebab terjadinya musibah adalah sebagai berikut.
1. Syirik dan mendustakan (ajaran) para rasul
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahumullah berkata dalam nasihat beliau seputar masalah gempa bumi,
“Abu Syaikh al-Ashbahani telah meriwayatkan dari Mujahid
rahimahumullahtentang tafsir ayat:
Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu.’ (al-An’am: 65)
Ia berkata, ‘Yaitu suara keras yang mengguntur, batu, dan angin.’
‘Atau dari bawah kaki kalian.’
Ia berkata, ‘Yaitu gempa bumi, dibenamkan ke dalam bumi (beserta segala sesuatu yang ada di atasnya)’.”
Tidak diragukan bahwa gempa bumi yang
terjadi pada hari-hari ini di berbagai tempat termasuk bagian dari
tanda-tanda (kekuasaan Allah Subhanahuwata’ala). Dengannya,
Allah Subhanahuwata’ala ingin menakut-nakuti para hamba-Nya. Segala yang
terjadi di alam ini—baik gempa bumi maupun yang lain—yang membahayakan
dan merugikan manusia serta menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya,
kesusahan, kerugian, hal yang menyakitkan, semua itu terjadi karena
kesyirikan dan kemaksiatan.”
Adapun para rasul,
Allah Subhanahuwata’ala menguatkan kedudukan mereka melalui ayat-ayat
yang hissi (indrawi) maupun maknawi (abstrak) dengan berbagai argumen
yang mematahkan hujjah lawan, hujjah yang tak terbantahkan, baik yang
tersebar di alam luas maupun yang terdapat di dalam jiwa manusia.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.”
(Fushshilat: 53)
Allah Subhanahuwata’ala menjanjikan
kenikmatan yang tetap kepada orang-orang yang beriman kepada para rasul.
Di sisi lain, Dia mengancam orang-orang yang menyelisihi (mereka)
dengan azab dan siksaan di dunia dan akhirat.
Di antara ayat yang memberitakan tentang peristiwa yang menimpa umat yang terdahulu adalah:
فَكَذَّبُوهُ
فَأَنجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ
“Maka mereka mendustakan Nabi Nuh.
Kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam
kapal (bahtera) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata
hatinya).” (al-A’raf: 64)
2. Dosa dan kemaksiatan
Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Maka masing-masing Kami siksa
disebabkan dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya
hujan batu kerikil. Di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur. Di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan
di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak
hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri.” (al-‘Ankabut: 40)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahumullah berkata, “Di antara perkara yang dimaklumi bersama
tentang sebagian tanda (kekuasan) Allah Subhanahuwata’ala yang Dia
tampakkan kepada kita di segala tempat, pada diri kita, dan apa yang
dinyatakan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam Al-Qur’an adalah bahwa
dosa dan kemaksiatan merupakan penyebab terjadinya musibah.”
Ka’b berkata, “Gempa di bumi hanya terjadi apabila dilakukan kemaksiatan di sana.”
3. Menyuburkan riba, memusnahkan sedekah (zakat)
Dalam hadits disebutkan:
مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ ابْتَلَاهُمُ اللهُ بِالسِّنِينَ
“Tidaklah suatu kaum menahan zakat,
melainkan Allah Subhanahuwata’ala menurunkan bencana musim paceklik.”
(HR. ath-Thabarani dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya)
وَلَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلَّا حَبَسَ اللهُ عَنْهُمُ الْقَطْرَ
“Dan tidaklah suatu kaum menahan zakat,
melainkan Allah Subhanahuwata’ala menahan dari mereka turunnya hujan.”
(HR. al-Hakim, Ibnu Majah, dan al-Baihaqi, dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhu)
Utsman bin Affan radhiyallahu anhu
berkata, ”Tidaklah satu kaum menghalalkan riba melainkan
Allah Subhanahuwata’ala menimpakan kefakiran dan kebutuhan kepada
mereka.”
Ibnul Qayyim rahimahumullah Dari Imran bin Hushain radhiyallahu anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada umat ini akan ada azab berupa
pembenaman (ke dalam bumi), pengubahan wujud mereka, dan hujan batu.”
Salah seorang kaum muslimin bertanya, “Kapan itu terjadi, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apabila bermunculan biduanita, alat-alat
musik, dan khamr banyak diminum.” (HR. at-Tirmidzi)
Sumber :