Selasa, 31 Desember 2013

Sebuah Renungan, Perayaan Tahun Baru

Oleh Al Ustadz Qomar ZA, Lc

belajar-alquran3 Anda ikut merayakan tahun baru, mengikuti siapa?
Perayaan tahun baru ternyata bukan sesuatu yang baru, bahkan ternyata itu adalah budaya yang sangat kuno, bebarapa umat melakukan. Perayaan itu, diantaranya adalah hari raya Nairuz, dalam kitab al Qomus. Nairuz adalah hari pertama dalam setahun, dan itu adalah awal tahun matahari.
Orang-orang Madinah dahulu pernah merayakannya sebelum kedatangan Rasulullah. Bila diteliti ternyata ternyata itu adalah hari raya terbesarnya orang Persia bangsa Majusi para penyembah api, dikatakan dalam sebagian referensi bahwa pencetus pertamanya adalah salah satu raja-raja mereka yaitu yang bernama Jamsyad.
Ketika Nabi datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang–senang merayakannya dengan berbagai permainan, Nabi berkata: ‘Apa dua hari ini’, mereka menjawab, ‘Kami biasa bermain-main padanya di masa jahiliyah’, maka Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri. [Shahih, HR Abu Dawud disahihkan oleh asy syaikh al Albani]
Para pensyarah hadits mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua hari yang sebelumnya mereka rayakan adalah hari Nairuz dan hari Muhrojan [Mir’atul mafatih]
Di samping majusi, ternya orang-orang Yahudi juga punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha bagi muslimin.
Lalu Nashrani mengikuti jejak Yahudi sehingga mereka juga merayakan tahun baru. Dan mereka juga memiliki kayakinan-keyakinan tertentu terkait dengan awal tahun ini. [Bida’ Hauliiyyah]
Tidak menutup kemungkinan masih ada umat-umat lain yang juga merayakan awal tahun atau tahun baru, sebagaimana disebutkan beberapa sumber. Yang jelas, siapa mereka?, tentu, bukan muslimin, bahkan Majusi penyembah api nasrani penyemabah Yesus dan Yahudi penyembah Uzair.
Jadi siapa yang anda ikuti dalam perayaan tahun baru ini?
Lebih dari itu, ternyata perayaan tahun baru ini telah dihapus oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, bukankah anda ingat hadits di atas?, Nabi menghapus perayaan Nairuz dan Muhrojan dan mengganti dengan idul Fitri dan Adha.
Lalu, kenapa muslimin menghidup-hidupkan sesuatu yang telah dimatikan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Kata Ibnu Taimiyyah, Allah Subhanahuwata’ala mengganti (Abdala) konsekwensi dari kata Abdala (menggati) adalah benar-benarnya terhapus hari raya yang dulu dan digantikan dengan penggatinya, karena tidak bisa
berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan.
Tapi, kenyataannya justru tetap saja umat ini merayakan tahun baru, melanggar sabda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, sungguh benar berita kenabian Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam
« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » .قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
“Benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga bila mereka masuk ke lubang binatang dhob (semacam biawak), maka kalian juga akan memasukinya. Kami berkata: Wahai Rasulullah Yahudi dan nashrani? Beliau berkata: Siapa lagi?.” [shahih, HR al Bukhori Muslim dan yang lain]

Kaum muslimin…
Belum lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama. Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.
Hampir semua atau semua yang terjadi adalah kerendahan dan kehinaan martabat manusia apalagi martabat muslim. Tentu kita semua, saya dan anda dan mereka, sebenarnya menyadari akan hal itu, lalu kapan kita akan meninggalkannya, mengapa masih saja memeriahkan acara tersebut, tidakkah kita kembali saja kepada kehormatan kita dan kemulian kita serta tentunya ajaran agama kita.
Bersihkan dari bercak-bercak perayaan tahun baru, joget, pentas musik yang identik dengan kerendahan moral, minuman-minuman keras dan obat-obat terlarang, pembauran antara lawan jenis yang merusak moral, sampai pada pesta hura-hura dengan pakaian minim, pamer aurat, pacaran dan perzinaan, apakah kita menginkari terjadinya hal itu?
Berbagai sumber berita menyebutkan bahwa penjualan alat kontrasepsi baik kondom atau yang lain meningkat tajam dari tahun ke tahun menjelang perayaan malam tahun baru. Miris, kenyataan yang memperihatinkan, inikah moral bangsa kita, dimana susila dan dimana ajaran agama? Bila anda seorang muslim
atau muslimah tidakkan takut dengan ancaman Allah Subhanahuwata’ala , Nabi shallahu alaihi asallam bersabda
إذا ظهر الزنا و الربافي قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله
”Tidaklah nampak pada sebuah daerah zina dan riba melainkan mereka telah menghalalkan adzab Allah untuk diri mereka” [Hasan, HR Abu Ya’la, al Hakim dan dihasankan oleh Asy Syaikh al Albani]
Juga, …
لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الأوجاع التيلم تكن في أسلافهم
“Tidaklah tampak pada suatu kaumpun perbuatan keji (zina, homoseks) sehingga mereka menampakkannya melainkan akan menyebar ditengah-tengah mereka penyakit-penyakit yang tidak pernah ada pada umat sebelumnya” [Shahih, HR al Baihaqi, disahihkan oleh Asy Syaikh al Albani]
Saudaraku muslim…Saudariku muslimah…Masihkan anda akan menodai diri anda….
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah Subhanahuwata’ala dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya (Yahudi dan Nashrani), kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.[QS :al Hadid:16]
Ingat, liang lahat menunggu kita semua…
Wassalamu alaikum…

Senin, 23 Desember 2013

Misi Kristenisasi di Balik Tokoh Natal, Sinterklas

oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah-
[Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel]

 
gambar natal haramDalam dekade 2000-an ini, ada sebuah perubahan dahsyat pada kehidupan kaum muslimin, akibat adanya gesekan dan pergaulan dengan non-muslim. Adanya hubungan itu, karenanya adanya kebutuhan masing-masing orang dalam menyelesaikan hajatnya. Kita ambil contoh –misalnya- para pedagang besar yang membuka berbagai macam pusat perbelanjaan. Dengan ini, mereka membuka peluang kerja bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan. Si pedagang besar biasanya kafir, sedang si pekerja adalah mayoritas muslim.
Jelas dari hubungan kerja ini, si pedagang adalah pimpinan bagi para pekerja. Sisi inilah yang dimanfaatkan oleh para pedagang besar dari kalangan kaum kafir untuk menyebarkan agama dan pemikiran sesat yang mereka yakini.
Contoh konkrit ada di depan mata anda!! Jika anda berjalan-jalan ke pusat-pusat perbelanjaan kaum kafir di Makassar atau tempat lainnya, maka bola mata anda yang bulat akan meneropong sebuah pemandangan miris lagi tragis, adanya para pekerja menggunakan simbol dan syiar Kristiani dengan menggunakan topi Sinterklas, toko-toko dihiasi dengan berbagai hiasan-hiasan natal, mulai pohon natal yang dihias permen natal, lampu natal, permen tongkat (candy cane), sampai kepada kaos kaki natal.
Semua ini merupakan syiar agama Kristiani (Nasrani) yang “paksakan” atas pekerja yang muslim, maupun yang kafir. Ini jelas merupakan bentuk penjajahan atas agama, pribadi dan hak asasi kaum muslimin. Atribut dan simbol Kristiani ini digambarkan dan disamarkan dengan propaganda bahwa itu adalah hal yang biasa, kemajuan, dan ungkapan rasa gembira yang tak terlarang!! Subhanallah, sungguh busuk niat-niat mereka.
Di awal tulisan ini kami tak akan mendatangkan dalil yang melarang kita menggunakan simbol-simbol kekafiran (termasuk simbol Kristiani). Akan tetapi kami akan terangkan lebih awal tentang siapa sebenarnya Tokoh Natal yang dikenal dengan “Sinterklas”.
  • Sejarah dan Hakikat Sinterklas
Sinterklas (dalam bahasa lain juga dikenal dengan nama Santa Claus, Santo Nikolas, Santo Nick, Bapak Natal, Kris Kringle, Santy, atau Santa) adalah tokoh dalam agama Kristen (Nasrani). Ia dikenal sebagai seorang yang memberikan hadiah kepada anak-anak, khususnya pada Hari Natal.
Santa berasal dari tokoh dalam cerita rakyat di Eropa yang berasal dari tokoh Nikolas dari Myra, adalah orang Yunani kelahiran Asia Minor pada abad ketiga masehi di kota Patara (Lycia et Pamphylia), kota pelabuhan di Laut Mediterania, dan tinggal di Myra, Lycia (sekarang bagian dari Demre, Turki). Ia adalah anak tunggal dari keluarga Kristen yang berkecukupan bernama Epiphanius (Ἐπιφάνιος) dan Johanna (Ἰωάννα) atau Theophanes (Θεοφάνης) dan Nonna (Νόννα) menurut versi lain. Nikolas adalah seorang uskup yang memberikan hadiah kepada orang-orang miskin
Tokoh Santa kemudian menjadi bagian penting dari tradisi Natal di dunia barat dan juga di Amerika Latin, Jepang dan bagian lain di Asia Timur. Hari Sinterklas dirayakan di seluruh dunia setiap tanggal 6 Desember.
Santo Nikolas dari Myra adalah inspirasi utama untuk figur orang Kristen tentang Sinterklas. Dia adalah uskup Myra di Lycia pada abad ke 4. Nikolas terkenal untuk kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Dia sangat religius dari awal umurnya dan mencurahkan hidupnya untuk Kristen. Di Eropa (lebih tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai uskup yang berjanggut dengan jubah resmi. Relik dari Santo Nikolas dikirim ke Bari di Italia selatan oleh beberapa pedagang Italia; sebuah basilika dibangun tahun 1087 untuk memberi mereka rumah dan menjadi daerah ziarah.
Santo Nikolas menjadi dirujuk oleh orang banyak sebagai Santo pelindung bagi pelaut, pedagang, pemanah, anak-anak, tuna susila, ahli obat, pengacara, pegadaian, tahanan, kota Amsterdam dan Rusia.[1]
Konon kabarnya, Sinterklas selalu berusaha apabila ia memberi sesuatu, agar tidak dilihat maupun diketahui oleh si penerima, sesuai dengan ajaran dari Alkitab. Pada suatu hari ia berusaha untuk membantu seseorang dari sebuah atap rumah dengan menjatuhkan sekantung uang melalui cerobong asap. Dan kebetulan uang tersebut jatuh ke dalam kaos kaki yang sedang digantungkan oleh anak si pemilik rumah untuk dikeringkan di dekat api pemanas. Hal ini rupanya diketahui oleh si pemilik rumah.
Sejak saat itu timbul kepercayaan bahwa Sinterklas selalu datang melalui cerobong asap di waktu tengah malam dan memberi hadiah untuk anak-anak di kaos kaki atau kantong di dekat ranjang atau di bawah pohon Natal.
Kaus kaki Natal adalah kaus kaki besar atau kantong kain berbentuk kaus kaki yang digantung anak-anak pada malam Natal. Anak-anak berharap Sinterklas akan datang berkunjung dan mengisinya dengan mainan, permen, buah-buahan, uang logam, atau hadiah-hadiah kecil lainnya.
Kaus kaki Natal telah menjadi salah satu hiasan Natal dan kerajinan tangan yang populer. Kaus kaki Natal berukuran besar dan dibuat dalam warna-warni mencolok sehingga tidak bisa dipakai sebagai kaus kaki sehari-hari. Nama anggota keluarga sering dicantumkan pada kaus kaki Natal agar Sinterklas tidak salah meletakkan hadiah.
Pada zaman dulu, anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di atas perapian agar mudah dilihat Sinterklas yang turun dari cerobong asap. Di rumah zaman sekarang yang tidak memiliki perapian, kaus kaki Natal bisa diletakkan di mana saja.
Dalam beberapa cerita Natal, Sinterklas meletakkan hadiah untuk anak-anak di dalam kaus kaki Natal. Kisah lain mengatakan Sinterklas meletakkan kado Natal yang dibungkus di bawah pohon Natal. Menurut tradisi kebudayaan Barat, anak-anak yang tidak berkelakuan manis hanya akan menerima sebuah batu bara.
Versi lain dari asal-usul menggantung kaos kaki di dekat perapian, seorang duda miskin memiliki tiga orang anak gadis, namun tidak memiliki uang untuk menikahkan mereka.[2] Ketiga anak gadis tersebut kemungkinan besar tidak akan pernah menikah bila sang ayah tidak memiliki uang untuk maskawin
Santo Nikolas alias Sinterklas lewat di desa tempat mereka tinggal. Ia mendengar perbincangan penduduk desa tentang kesulitan sang ayah yang sedang dalam kesulitan. Santo Nikolas tahu bahwa sumbangan darinya pasti ditolak. Ia berniat membantunya secara diam-diam, dengan membawa tiga kantong uang emas, Santo Nikolas masuk ke dalam rumah melalui cerobong asap ketika mereka sudah tidur.[2]
Ketika sedang mencari tempat untuk meletakkan kantong uang emas, Santo Nikolas melihat stoking milik ketiga anak gadis yang sedang digantung di dekat perapian. Ketiga kantong uang emas dimasukkannya ke dalam masing-masing stoking, dan Santo Nikolas segera pergi. Pagi harinya setelah bangun, ketiga anak gadis itu sangat gembira menemukan kantong uang emas di dalam stoking. Dengan uang emas tersebut, sang ayah dapat menikahkan ketiga putrinya.
Kisah tersebut menjadi asal usul tradisi menggantung kaus kaki Natal yang dimulai anak-anak di Eropa. Kaus kaki yang digantung mulanya kaus kaki biasa, namun lambat laun diganti dengan kaus kaki Natal yang khusus dibuat untuk menerima hadiah
Cerita lain dari Sinterklas alias Santa Claus, ia digambarkan memiliki sekawanan rusa kutub yang dipakai  oleh Sinterklas untuk menarik kereta salju berisi hadiah-hadiah Natal untuk anak-anak. Tim rusa kutub Sinterklas terdiri dari Dasher dan Dancer, Prancer dan Vixen, Comet dan Cupid, serta Donder dan Blitzen.[1] Nama-nama kedelapan ekor rusa tersebut sering disebut orang setelah ditulis dalam puisi A Visit from St. Nicholas terbitan tahun 1823.
Dalam puisi A Visit from St. Nicholas, Sinterklas menaiki “kereta salju berukuran miniatur, dan delapan rusa kutub kecil” serta rusa kutub yang “lebih cepat daripada elang”. Puisi tersebut tidak menjelaskan tugas masing-masing rusa, namun menyebutkan bahwa mereka bisa terbang.
Demikian yang dijelaskan oleh sebagian sumber tentang perihal kehidupan dan asal-usul kakek tua yang berjenggot ini. Kisah hidupnya memiliki banyak versi sebagaimana halnya dengan yang disematkan kepadanya. Intinya, ia adalah seorang tokoh Kristiani yang disucikan oleh kebanyakan Umat Kristiani.
Terlepas dari benar tidaknya berita kehidupan Sinterklas alias Santo Nikolas, ia sudah menjadi simbol dan syiar bagi umat Kristiani (Kristen alias Nasrani), sampai Sinterklas dianggap sebagai “Bapak Natal”. Tak heran bila Hari Natal menjelang, maka gambar dan miniatur serta aksesori yang berhubungan dengan Sinterklas mulai muncul dan terpajang di toko-toko, jalan-jalan, dan tempat-tempat umum.
Semua ini tentunya propaganda yang berisi pesan-pesan dan misi Kristiani yang sering tak disadari oleh kaum muslimin. Ini adalah secuil usaha yang dilancarkan oleh orang-orang Kristen dalam mendekatkan agama Kristen kepada masyarakat Islam Indonesia yang mayoritasnya adalah kaum muslimin. Langkah awal ini mereka lakukan demi membiasakan masyarakat dengan simbol-simbol dan syiar Kristiani agar terbiasa akrab dengannya. Mereka lebih perhalus lagi melalui iklan-iklan berbau bisnis, namun hakikatnya adalah kristenisasi terselubung.
Lantaran itu, kaum muslimin harus waspada dan tegas dalam menyikapi mereka. Dalam bekerja di bawah pimpinan mereka, kaum muslimin harus tegas dan punya prinsip!! Jika bekerja dalam perkara dunia yang dihalalkan, maka kita lakukan. Adapun jika bekerja pada mereka dengan mengorbankan agama dan merendahkannya, maka kita harus tegas!!! Jika mereka mengajak kita bekerja sambil menyebarkan agamanya, maka harus kita tolak demi keyakinan dan agama kita, Islam.
Nah, salah satu diantara makar mereka, kaum Kristiani memaksa dan mengharuskan kaum muslimin yang bekerja pada mereka agar menggunakan simbol dan syiar Kristiani, seperti menggunakan Topi Sinterklas!! Para pekerja muslim harus menolak hal ini, jangan pakai topi itu!!! Kalian punya hak asasi di sisi pemerintah untuk menolak hal itu demi agama kalian yang suci, Islam!!!!
Jadi, kaum muslimin harus tegas, “Agamaku, agamamu”, artinya aku punya agama, dan kalian pun punya agama, jangan dicampur-baur!! Sekali Islam, tetap Islam!!! Ini yang dilupakan oleh mayoritas kaum muslimin pada hari ini. Mereka tak lagi bangga dengan agamanya dan sebaliknya tidak lagi benci dengan kekafiran.
Padahal salah satu diantara makna Islam, seorang berlepas diri dari kekafiran atau kesyirikan  dan pemeluknya!!! Ini yang harus kita pegang dan camkan dalam hati kita sebagai muslim sejati!!
Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah- berkata dalam menjelaskan hakikat Islam,
والإسلام هو الاستسلام لله بالتّوحيد، والانقياد له بالطاعة، والخلوص من الشرك وأهله، هذا هو الإسلام، وهذا دين جميع الرسل- عليهم الصلاة والسلام
“Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid (mengesakan Allah), tunduk kepada-Nya dengan taat (kepada-Nya) dan bersih (berlepas diri) dari kesyirikan dan pelakunya. Inilah agama semua rasul –alaihimush sholatu was salam-”. [Lihat I'anatul Mustafid (1/166) karya Syaikh Al-Fauzan, cet. Mu'assasah Ar-Risalah, 1423 H]
Anda lihat bahwa agama Islam yang pernah dibawa oleh para rasul mengandung tiga pilar utama:
Pertama, mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya, tanpa mengangkat tuhan lain yang diibadahi dari selain Allah -Azza wa Jalla-.
Kedua, senantiasa taat kepada Allah -Ta’ala- dengan mengikuti segala tuntunan Allah, baik itu masuk akal atau tidak; sesuai perasaan atau tidak!!
Ketiga, berlepas diri dari perkara yang mengantarkan kepada kesyirikan. Kita membenci segala syiar dan ajakan kepada kesyirikan dan kekafiran, termasuk diantaranya simbol Natal ‘Sinterklas’ atau Natal itu sendiri. Karena, semua itu mengajak manusia kepada kesyirikan dan kekafiran kepada Allah dan agama-Nya, yaitu Islam!!!
Perlu pula diketahui bahwa Islam agama para rasul (termasuk di dalamnya Nabi Ibrahim, Ya’qub, Musa, dan Isa serta yang lainnya -alaihis salam-). Adapun agama Yahudi dan Kristen, maka keduanya bukanlah agama kedua Rasul yang mulia, Musa dan Isa!!!! Kedua agama itu adalah buatan tangan kaum Yahudi dan Kristen yang tak setia mengikuti ajaran para nabi mereka, karena tak sesuai dengan hawa nafsu dan pemikiran mereka. Mereka adalah kaum durhaka kepada Nabi Musa dan Isa!!
Ayat-ayat suci dalam Al-Qur’an, banyak sekali yang menyatakan bahwa para nabi seluruhnya adalah muslim dan beragama Islam. Para nabi berpesan kepada keluarga dan pengikutnya agar mengikuti Islam, jangan mengikuti ajaran sesat yang tak pernah mereka ajarkan kepada umatnya.
Nabi Isa pernah berpesan kepada kaum muslimin yang menjadi pengikutnya di zaman beliau, agar mereka membenarkan risalah Islam yang dibawa oleh Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-, bila datang setelah Nabi Isa –alaihimash sholatu was salam-.
Allah -Azza wa Jalla- mengabadikan pesan Nabi Isa tersebut dalam firman-Nya,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَد [الصف/6]
“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata, “Hai Bani Israil, sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (QS. Ash-Shaff : 6)
Lalu kenapa Nabi Isa memerintahkan kaumnya mengikuti Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-? Karena, Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah pelanjut risalah Islam yang telah dibina dan diajarkan oleh Nabi Isa kepada Bani Isra’il.
Inti risalah (misi) yang dibawa oleh kedua nabi ini adalah sama, yaitu Islam yang berisi tauhid, ketaatan kepada Allah, dan menjauhi kekafiran atau kesyirikan berserta pemeluknya. Adapun perbedaannya, hanya dari sisi syariat yang berisi tata cara beragama dan menyembah Allah -Azza wa Jalla-. Namun semua tata cara itu bermuara kepada tiga tujuan mulia: mengesakan Allah (tauhid), taat kepada Allah dan menjauhi perkara kesyirikan atau kekafiran yang dimurkai oleh Allah beserta pelakunya!!
Oleh karena itu, tak benar sangkaan sebagian orang  yang menyatakan bahwa agama Nabi Isa bukan Islam, tapi Kristen, sehingga mereka pun mengklaim bahwa agama Nabi Isa beda dengan Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sungguh ini adalah asumsi yang amat salah dan batil!! Yang beda hanya syariat keduanya saja, bukan agamanya!!!
Andaikan para nabi itu ditaqdirkan dan ditetapkan hidup sampai datangnya Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-, maka mereka wajib dan harus ikut kepada syariat Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-. Karena, itu adalah janji yang telah diambil oleh Allah -Azza wa Jalla- dari mereka.
Allah -Azza wa Jalla- berfiman,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آَتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (81) فَمَنْ تَوَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (82) [آل عمران/81، 82]
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”.[3]. Allah berfirman: “Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui”. Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian”.  Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imraan : 81-82)
Sadarilah -wahai pembaca budiman- bahwa agama haq (benar) yang pernah dibawa dan diajarkan oleh Nabi Isa –alaihis salam- kepada Bani Isra’il adalah agama Islam yang menyeru kepada tauhid dan memberantas syirik, mengajarkan ketaatan kepada wahyu Allah. Hanya saja Paulus beserta kaum Yahudi dan Raja Romawi yang menganut kesyirikan dan paganisme memusuhi orang-orang Islam yang bertauhid merupakan pengikut setia Nabi Isa. Semua sekte sesat yang mengaku pengikut Nabi Isa bersekutu menghapuskan tauhid dan para pengikut. Ini terbukti dalam Konsili Nicea yang memaksakan doktrin trinitas yang telah lama diusung dan diperjuangkan oleh Paulus dan para pengekornya. Mereka membantai kaum unitarian yang masih mempertahankan tauhid dan membenci syirik serta setia kepada inti ajaran Nabi Isa. Sebagai korban, Arius dari Alexandria mendapatkan tekanan dan pengucilan dari mereka akibat masih mempertahankan prinsip tauhid!!
Ketahuilah bahwa Nabi Isa –alaihis salam- adalah seorang muslim, bukan seorang musyrik dan kafir. Agama yang dibawa dan diserukan oleh Isa –alaihis salam- adalah Islam!!!
Allah -Azza wa Jalla- menjelaskan hal itu dalam firman-Nya,
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (132) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133) [البقرة : 132 ، 133]
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub (berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati, kecuali dalam memeluk agama Islam”. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu: Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al-Baqoroh : 132-133)
Perhatikan ucapan Ibrahim dan Ya’qub (Israel), “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam“.
Sebuah pertanyaan muncul, “Siapakah diantara  anak cucu Ibrahim dan Ya’qub yang diwasiati agar jangan mati, kecuali dalam keadaan beragama Islam?”
Jawabnya, Nabi Isa termasuk diantara anak cucu Ibrahim dan Ya’qub yang diajak dan diingatkan agar ber-Islam dan mati di atasnya.
Nabi Ibrahim, Ya’qub serta anak cucunya semua berada di atas Islam!! Bukan berada di atas agama Yahudi dan Nashrani-Kristen.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (67) إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ (68) [آل عمران : 67 - 68]
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi muslim (berserah diri kepada Allah)[4], dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad). Dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imraan : 67-68)
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ  [البقرة : 140]
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan asbath (anak cucunya), adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kalian lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kalian kerjakan”. (QS. Al-Baqoroh : 140)
Syahadah dari Allah ialah persaksian Allah yang tersebut dalam Taurat dan Injil bahwa Nabi Ibrahim dan anak cucunya bukan penganut agama Yahudi atau Nasrani dan bahwa Allah akan mengutus Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagai rasul yang akan membenarkan risalah sebelumnya dan menghapus semua syariat yang ada!!
Seorang ulama tabi’in, Al-Imam Al-Hasan Al-Bashriy -rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat di atas,
كَانَتْ شَهَادَةُ اللَّهِ الَّذِي كَتَمُوا أَنَّهُمْ كَانُوا يَقْرَءُونَ فِي كِتَابِ اللَّهِ الَّذِي أَتَاهُمْ إنَّ الدِّينَ الإِسْلامُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطَ كَانُوا بُرَّاءً مِنَ الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّةِ، فَشَهِدُوا لِلَّهِ بِذَلِكَ، وَأَقَرُّوا بِهِ عَلَى أَنْفُسِهِمْ لِلَّهِ فَكَتَمُوا شَهَادَةَ اللَّهِ عِنْدَهُمْ مِنْ ذَلِكَ، فَذَلِكَ مَا كَتَمُوا مِنْ شَهَادَةِ اللَّهِ
 ”Syahadah (persaksian) Allah yang mereka sembunyikan adalah bahwasanya mereka dulu telah membaca dalam Kitab-kitab Allah yang datang (turun) kepada mereka, “Sesungguhnya agama (yang ada di sisi Allah) adalah Islam, dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah serta bahwasanya Nabi Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan asbath (anak keturunan Ya’qub) berlepas diri dari agama Yahudi dan Nashrani (Kristen)”. Mereka (Ahlul Kitab) pun mempersaksikan hal itu dan mengakui hal itu kepada Allah atas diri mereka. Tapi mereka menyembunyikan persaksian Allah tersebut atas hal tadi di sisi mereka!! Itulah yang mereka sembunyikan diantara persaksian Allah”. [Lihat Tafsir Ibnu Abi Hatim (1/367-Syamilah), Tafsir Ath-Thobariy (2134) dan Tafsir Ibnu Katsir (1/451)]
Para pemuka agama Kristen –seperti, Paulus- tahu bahwa Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Musa, Isa dan asbath (anak cucu Ya’qub) adalah manusia-manusia yang beragama Islam!!
Tapi kebencian terhadap agama Nabi Isa (yaitu, Islam) membuat Paulus beserta pengikutnya dan kerajaan Kostantinopel-Romawi berusaha keras untuk mengubur Islam!!
Pasalnya, Paulus itu beragama Yahudi yang jelas-jelas mengajak kepada kesyirikan (menduakan Allah). Apalagi kerajaan Kostantinopel waktu itu juga berlatar belakang agama penyembah berhala (paganis).
Walaupun keduanya sudah mengaku sebagai pengikut agama Nabi Isa –menurut mereka-, hanya saja kebiasaan syirik dan kafir pada diri Paulus dan Raja Kostantinopel belum bisa mereka tinggalkan. Akhirnya, mereka berdua membuat format agama baru yang mempertuhankan Nabi Isa!! Itulah agama Kristen sampai hari ini, tapi bukan agama Nabi Isa!!!
Para pembaca yang budiman, kita kembali kepada urusan Sinterklas, seorang tokoh Natal yang harus kita benci. Karena, ia merupakan lambang dan syiar yang mengajak kepada kekafiran!![5]
Allah -Ta’ala- berfirman dalam memerintahkan kita untuk membenci kekafiran dan segala hal yang mengajak kepadanya,
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ (7) فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8) [الحجرات : 7 ، 8]
“Akan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Ini merupakan dalil yang menerangkan wajibnya seorang muslim membenci segala perkara yang mengajak kekafiran atau kemusyrikan sekaligus perintah untuk mencintai Islam dan segala kebaikan yang diperintahkannya.
Jika seseorang mencintai keimanan kepada agama Islam, maka mereka itu akan diberi taufiq. Sebaliknya, jika mereka justru lebih memilih dan mencintai kekafiran, maka Allah akan sesatkan hatinya!!
Ahli Tafsir Jazirah Arab Al-Imam Al-Allamah Ibnu Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata saat menafsirkan kalimat yang bergaris bawah dari ayat suci di atas,
أي: الذين صلحت علومهم وأعمالهم، واستقاموا على الدين القويم، والصراط المستقيم. وضدهم الغاوون، الذين حبب إليهم الكفر والفسوق والعصيان، وكره إليهم الإيمان، والذنب ذنبهم، فإنهم لما فسقوا طبع الله على قلوبهم
“Maksudnya, orang-orang baik ilmu dan amalnya serta istiqomah di atas agama dan jalan yang lurus. Sedang lawan mereka, adalah orang-orang sesat yang diberikan kecintaan kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan serta diberikan kebencian kepada keimanan. Yah, dosanya adalah dosa mereka. Sebab, tatkala mereka berbuat kefasikan (keluar dari tuntunan Allah), maka Allah tutup hati mereka”. [Lihat Taisir A-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan (hal. 800)]
Di dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa bersemangat dalam meraih kesenangan dunia, tanpa membedakan antara perkara yang medatangkan ridho Allah dengan perkara yang tidak mendatangkan ridho-Nya merupakan tanda dan kebiasaan jahiliah dan kekafiran.
Hendaknya kaum muslmin saat bekerja kepada kaum kafir memperhatikan, apakah pekerjaan itu membuat Allah ridho atau justru membuat-Nya marah. Jika membuat Allah murka, karena di dalamnya terdapat pelanggaran berupa maksiat, kekafiran, kesyirikan, dan bid’ah, maka ia jauhi. Jangan seperti kaum kafir yang tidak memilah diantara pekerjaan yang ia lakukan, entah baik atau tidak, yang jelas dunia tercapai!! Na’udzu billahi min dzalik. [Lihat At-Tahrir wat Tanwir (26/237) oleh Ibnu Asyur Al-Malikiy -rahimahullah-]
Para pembaca yang budiman, renungilah ayat ini baik-baik. Di dalamnya Allah mengabarkan kepada kita bahwa Dia Yang membolak-balikkan hati para hamba-Nya. Jika Dia hendaki hamba itu mencintai amal-amal keimanan, maka Allah akan arahkan hatinya untuk mencintai hal-hal itu. Namun sialnya seorang hamba jika ia ditaqdirkan mencintai jalan-jalan yang mengantarkan dirinya kepada kemaksiatan dan kekafiran.
Waspadalah, jangan sampai dengan bergampangannya kalian memakai simbol dan syiar Kristiani –semacam atribut Sinterklas-, karena itu Allah sesatkan hati kalian untuk mencintai kaum kafir.
Demikian pula kita dilarang menjual gambar, aksesori, miniatur, atribut, simbol yang menjadi syiar kaum Nasrani alias Kristen, seperti barang-barang identik dengan Santo Claus alias Sinterklas. Karena, semua menunjukkan senangnya kita kepada syiar kekafiran atau minimal membiarkan kekafiran merajalela dan tersebar.
Al-Imam Ahmad bin Adil Halim Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata,
“Tak halal bagi kaum muslimin untuk menyerupai mereka (kaum kafir) dalam perkara apapun yang khusus berkaitan dengan hari raya mereka, baik perkara makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, membatalkan kebiasaan (rutinitas) berupa kehidupan atau ibadah dan lainnya. Tak halal melakukan suatu acara, pemberian hadiah serta tak pula menjual sesuatu dijadikan penopang untuk acara itu, karena hal itu (yakni, hari raya mereka). Tidak pula membiarkan anak-anak kecil dan sejenisnya untuk bermain di hari raya mereka (kaum kafir) dan tidak pula menampakkan perhiasan.
Secara global, tak boleh bagi mereka (kaum muslimin) mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu apapun diantara syiar-syiar mereka. Bahkan hari raya mereka di sisi kaum muslimin adalah sama saja dengan hari-hari lainnya. Kaum muslimin tidaklah mengkhususkannya dengan sesuatu apapun diantara kekhususan-kekhususan mereka!!” [Lihat Al-Fatawa Al-Kubro (2/487)]
Di hari-hari menjelang Natal dan tahun baru banyak diantara kaum muslimin menjual barang-barang dagangan yang akan menjadi sarana mereka dalam hari raya. Diantara mereka ada yang menjual pohon Natal, aksesori Sinterklas, permen tongkat, kaos kaki atau kostum Sinterklas, dan lainnya. Ada juga yang menjual lilin-lilin yang akan diapakai Natal. Semua ini adalah pelanggaran dalam agama!!
Al-Imam Abul Abbas Al-Harroniy -rahimahullah- berkata,
وكذلك نهوا عن معاونتهم على أعيادهم باهداء او مبايعة وقالوا انه لا يحل للمسلمين ان يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم لا لحما ولا دما ولا ثوبا ولا يعارون دابة ولا يعاونون على شيء من دينهم لان ذلك من تعظيم شركهم وعونهم على كفرهم وينبغي للسلاطين ان ينهوا المسلمين عن ذلك
 “Demikian pula mereka (para ulama) melarang dari membantu kaum kafir untuk hari raya mereka dengan memberikan hadiah atau berjual-beli. Mereka berkata, “Tak halal bagi kaum muslimin untuk menjual kepada orang-orang Nasrani (Kristen) sesuatu berupa kepentingan hari raya mereka, baik itu berupa daging, darah, maupun pakaian. Mereka tak boleh dipinjami kendaraan dan tak boleh dibantu atas sesuatu diantara urusan agama mereka. Karena, hal itu merupakan termasuk pengagungan terhadap kesyirikan mereka dan membantu mereka atas kekafiran mereka. Seyogianya para penguasa melarang kaum muslimin dari hal itu”. [Lihat Kutub wa Rosa'il wa Fatawa Ibn Taimiyyah fil Fiqh (25/332)]
Satu diantara kesalahan fatal bagi kaum muslimin, mereka ikut menyemarakkan Natal, sadar atau tidak!! Mereka membantu kaum Kristen dalam melengkapi dan memenuhi segala keperluan mereka di Hari Natal.
Menjual barang-barang yang mengandung syiar dan propaganda kepada kekafiran, sama hukumnya dengan orang yang menjual arca-arca yang disembah oleh kaum musrikin, karena itu termasuk ta’awun di atas dosa dan permusuhan, bahkan di atas kekafiran!!!
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah -rahimahullah- berkata,
وَأَمّا تَحْرِيمُ بَيْعِ الْأَصْنَامِ فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ تَحْرِيمُ بَيْعِ كُلّ آلَةٍ مُتّخَذَةٍ لِلشّرْكِ عَلَى أَيّ وَجْهٍ كَانَتْ وَمِنْ أَيّ نَوْعٍ كَانَتْ صَنَمًا أَوْ وَثَنًا أَوْ صَلِيبًا وَكَذَلِكَ الْكُتُبُ الْمُشْتَمِلَةُ عَلَى الشّرْكِ وَعِبَادَةِ غَيْرِ اللّهِ فَهَذِهِ كُلّهَا يَجِبُ إزَالَتُهَا وَإِعْدَامُهَا وَبَيْعُهَا ذَرِيعَةً إلَى اقْتِنَائِهَا وَاِتّخَاذِهَا فَهُوَ أَوْلَى بِتَحْرِيمِ الْبَيْعِ مِنْ كُلّ مَا عَدَاهَا فَإِنّ مَفْسَدَةَ بَيْعِهَا بِحَسْبِ مَفْسَدَتِهَا فِي نَفْسِهَا
“Adapun pengharaman menjual arca-arca, maka diambil darinya pengharaman menjual segala alat yang dibuat untuk kesyirikan, bagaimana pun bentuknya dan macamnya, baik itu berupa arca, berhala, atau salib. Demikian pula buku-buku yang mengandung kesyirikan dan peribadahan kepada selain Allah, maka semua ini wajib dihilangkan dan diberantas. Menjualnya merupakan jalan (pengantar) untuk memilikinya dan mengambilnya. Jadi, ini lebih utama diharamkan untuk dijual dibandingkan semua perkara selainnya. Karena, kerusakan dari hasil menjualnya sesuai dengan kerusakan yang ada padanya”. [Lihat Zaadul Ma'ad (5/675), karya Ibnul Qoyyim, cet. Mu'assasah Ar-Risalah]
Inilah penjelasan para ulama kita tentang hukum ikut meramaikan Hari Natal, entah dengan berjual-beli barang dan sarana Natal, mengirimkan hadiah atau kado kepada mereka, menjajakan aksesori Sinterklas atau pohon Natal, Kaos Kaki Natal, Permen Tongkat dan lainnya!! Semua ini adalah perkara yang amat diharamkan dalam agama, karena ia adalah bentuk tolong-menolong dalam dosa!! Bahkan boleh jadi pelakunya keluar dari Islam, jika pelakunya melakukan semua itu, karena ia senang dengan Hari Natal, hari yang di dalamnya diserukan kekafiran dan kesyirikan!!!
Hari ini kaum muslimin harus tegas dalam bermuamalah dan berinteraksi dengan mereka. Jika urusan dunia yang halal, maka okey (ya). Namun jika urusan agama dan prinsip, no (tidak)!!
Perhatikan sikap tegas Nabi Ibrahim -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagaimana yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ [الممتحنة : 4]
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari sesuatu yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja”. (QS. Al-Mumtahanah: 04).
Ayat ini mengajarkan kepada kita agar punya pendirian terhadap orang-orang kafir. Kita harus tegas dalam menampakkan keyakinan kita. Jangan malah kita yang bangga dan tertipu dengan kekafiran mereka, karena hanya sekedar kemajuan semu yang mereka capai di dunia ini.
Jauh hari sebelum munculnya fenomena bergampangannya kaum muslmin dalam menyambut Hari Natal dan Tahun Baru, yang keduanya merupakan hari raya umat Kristiani, kaum muslimin menghafal mati sebuah surah dalam Al-Qur’an yang kita kenal dengan “Surah Al-Kafirun”.
Allah -Ta’ala- berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلاَ أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6) [الكافرون : 1 - 6]
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku“. (QS. Al-Kafirun : 1-6)
Saat mengomentari ayat terakhir yang kami garis bawahi terjemahannya dari Surah Al-Kafirun ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata,
“Ini merupakan kalimat yang mengharuskan berlepas dirinya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dari agama mereka (kaum kafir), tidak mengharuskan ridhonya beliau dengan hal itu…Barangsiapa yang menyangka dari kalangan kaum ateis bahwa ini adalah keridhoan beliau dengan agama kaum kafir, maka ia adalah manusia yang paling dusta dan kafir!!”. [Lihat Al-Furqon baina Awliya' Ar-Rahman wa Awliya' Asy-Syaithon (hal. 113)
Inilah sikap tegas yang senatiasa diwarisi oleh kaum muslimin dari zaman ke zaman sampai datangnya "generasi banci" di kalangan kaum muslimin yang suka menjilat di hadapan kaum Kristen, Yahudi dan lainnya!!
Mereka adalah generasi lemah iman, tipis semangat, kurang berani dan dangkal ilmu, sehingga mereka pun mengikuti apa saja yang digelorakan dan dipropagandakan oleh kaum kafir!!!
Tibalah saatnya di zaman kita ini kemunculan generasi pengekor dan pembeo kepada kaum kafir. Generasi ini anda akan dapati di toko-toko menjual pohon Natal, lilin Natal, Kartu Natal, Kaos Kaki Natal, Permen Tongkat, Topi atau pakaian Sinterklas. Sebagian generasi buruk ini, memasang ucapan selamat Natal dalam baliho besar yang bergambar Santa Claus (Sinterklas) sedang tersenyum menipu atau ilustrasi lainnya!!
Generasi ini betul-betul mengekor dan menyerupakan diri dengan kaum kafir dalam urusan yang paling berbahaya, dimana mereka telah ta'awun (kerjasama) dalam menyemarakkan kekafiran!!!
Al-Allamah Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah- berkata,
قد دلت الآيات القرآنية والأحاديث النبوية على ذم مشابهة المسلمين للكفار والتحذير من ذلك ولم تخص شيئا من شئونهم دون شيء فتخصيص النهي بما هو من شعائر دينهم يحتاج إلى دليل ، وليس هناك دليل يدل على ذلك ، بل الأدلة الشرعية كلها تقتضي ذم التشبه بالمشركين فيما هو من شعائر دينهم وفي غيره
"Sungguh ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits nabawiyyah telah menunjukkan celaan meniru kaum muslimin terhadap kafir, serta peringatan keras dari hal itu. Dalil-dalil itu tidaklah mengkhususkan sesuatu dari urusan kaum kafir, tanpa yang lainnya. Jadi, pengkhususan larangan (dari meniru kaum kafir) dalam perkara yang merupakan syiar agama mereka, butuh kepada dalil. Nah, disana tak ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan dalil-dalil syariat semuanya mengharuskan celaan meniru kaum musyrikin dalam perkara yang merupakan syiar agama mereka dan dalam perkara selainnya". [Lihat Majmu' Fatawa Ibni Baaz (25/339)
  • Pesan Terakhir
Terakhir, kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar menjauhkan anak-anak mereka dari kisah, dongeng dan cerita yang berkaitan dengan Santa Claus alias Sinterklas. Ia adalah seorang tokoh Natal yang konon kabarnya bernama Santo Nicolas. Jauhkan mereka dari hal itu agar tidak mencintai para tokoh-tokoh Kristen!!
Kami juga nasihatkan kepada seluruh kaum muslimin agar jangan ikut meramaikan tahun baru dan Hari Raya Natal. Sebab, kedua hari itu adalah perayaan kaum kafir Kristen yang diadopsi dari negeri-negeri kafir ke dalam negeri kita!!
Kepada mereka yang bekerja di bawah pimpinan orang kafir agar tegas bersikap saat agama kalian diinjak-injak dengan memerintahkan kalian memakai simbol-simbol agama Kristen, semisal memakai Topi Sinterklas!! Jika terjadi, laporkan saja kepada pemerintah, sebab ini adalah hak asasi kalian dalam beragama!!! Jangan kalian cuma melapor jika gaji kalian kurang, bahkan jika agama kalian mereka "kurangi" dan langgar, maka kalian tegas dan laporkan sikap mereka!!! Semoga Allah memberikan taufiq kepada kalian, amiin…
  • Kesimpulan:
  1. Haram hukumnya menjual atau membeli, memakai dan menyebarkan barang-barang yang mengajak kepada kekafiran, semisal aksesori, gambar, pakaian dan lainnya diantara hal yang biasa dikenal dalam dunia dan Sinterklas
  2. Terlarang seorang muslim ikut meramaikan Tahun Baru dan Hari Natal, karena keduanya adalah hari raya kaum kafir.
  3. Seorang muslim harus tegas saat hak asasi agamanya diijak-injak oleh kaum kafir.
  4. Menjaga diri dan keluarga agar jangan meniru atau bangga dengan kaum kafir, semisal Santa Claus yang notabene pendeta kafir!!



[1] Ini jelas merupakan bentuk kemusyrikan mereka!! melindungi manusia dari bahaya dan menyelamatkan mereka, semua itu hanyalah tugas Allah, bukan tugas manusia, bagaimana pun derajatnya.
[2] Kayak pencuri saja?!
[3]Para nabi dan rasul berjanji kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- bahwa bilamana datang seorang rasul yang bernama Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-, maka mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula para ummatnya.
[4] Orang muslim (مُسْلِمٌ), artinya orang berserah diri. Dikatakan demikian, karena mereka hanya menyerah segala perbuatan dan amal ibadah mereka kepada Allah saja. Mereka tak menyekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya. Sebab, ini adalah kesyirikan yang amat dibenci oleh Allah.
[5] Natal adalah perayaan yang tidak dikenal di zaman Nabi Isa. Baru muncul jauh setelah beliau meninggal dunia. Di dalamnya manusia diingatkan dan diajak untuk mengakui bahwa Isa adalah anak Allah. Padahal beliau tak pernah menyatakan demikian. Di dalamnya manusia diajak untuk menetapkan bahwa tuhan adalah tiga dengan pemahaman “Trinitas” dan masih banyak lagi kekafiran nyata di dalam perayaan itu.

Sumber :

Sabtu, 21 Desember 2013

DAJJAL, Manusia atau Jin ?

Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah- 
[Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel]
Ada sekelompok orang yang dangkal ilmunya, menyatakan bahwa Dajjal bukanlah manusia. Ia hanyalah simbol bagi khurafat, keburukan, kezholiman dan kedustaan. Menurutnya, Dajjal tak akan muncul di akhir zaman dalam rupa manusia[1].
Lebih gila lagi, di Inggris ada sebagian orang membuat ilustrasi Dajjal berupa makhluk yang berkepala singa, bertangan beruang, dan berbadan harimau. Si pembuat ilustrasi itu mengklaim bahwa Dajjal dengan ilustrasi tersebut pernah menguasai Inggris sekitar 1000 tahun yang lalu!![2]
Semua ini adalah klaim batil dan menyimpang. Para ulama kita telah menjelaskan bahwa Dajjal adalah manusia yang berasal dari anak keturunan Nabi Adam –alaihis salam-. Dia akan keluar di akhir zaman sebagai ujian bagi manusia, sehingga mereka akan terbagi dalam dua golongan: mukmin atau kafir. Siapa yang tak menuruti dan mempercayai Dajjal, maka ia tergolong mukmin dan akan selamat. Namun jika ia membenarkan pengakuan Dajjal sebagai tuhan, maka ia adalah kafir. Jadi, Dajjal adalah manusia, bukan jin, atau simbol, bahkan ia adalah keturunan Nabi Adam.
Para pembaca yang budiman, mungkin anda bertanya dalam hati, “Apa dalilnya yang menunjukkan bahwa Dajjal adalah manusia?” Pertanyaan ini tentunya membutuhkan jawaban ilmiah, sehingga si penanya berada di atas bayyinah (keterangan) dalam urusan agamanya.
الدَّجَّالُِ أَعْوَرُ هِجَانٌ أَزْهَرُ ، كَأَنَّ رَأْسَهُ أَصَلَةٌ ، أَشْبَهُ النَّاسِ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ ، فَإِمَّا هَلَكَ الْهُلَّكُ ، فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ.
“Dajjal adalah buta lagi sangat putih. Seakan-akan kepalanya adalah ular. Ia adalah manusia yang paling serupa dengan Abdul Uzza bin Qothon. Jika orang-orang binasa telah binasa, maka sesungguhnya Tuhan-mu tidaklah buta”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (1/240), Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (11711), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (6796), Abdul Ghoni Al-Maqdisiy dalam Akhbar Ad-Dajjal (66), dan Adh-Dhiya' Al-Maqdisiy dalam Al-Ahadits Al-Mukhtaroh (88). Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1193)]
Di dalam hadits ini terdapat keterangan yang amat gamblang bahwa Dajjal adalah manusia. Pertama, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menyifatinya dengan sifat-sifat manusia dan yang kedua beliau menyatakan bahwa Dajjal adalah manusia yang paling mirip dengan Abdul Uzza bin Qothon. Sementara Abdul Uzza bin Qothon Al-Khuza’iy -radhiyallahu anhu- merupakan salah satu sahabat Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy -rahimahullah- berkata usai menguatkan hadits ini,
والحديث صريح في أن الدجال الأكبر من البشر، له صفات البشر، لا سيما وقد شبه به عبد العزى بن قطن، وكان من الصحابة. فالحديث من الأدلة الكثيرة على بطلان تأويل بعضهم الدجال بأنه ليس بشخص، وإنما هو رمز للحضارة الأوروبية وزخارفها وفتنتها! فالدجال من البشر، وفتنه أكبر من ذلك، كما تضافرت على ذلك الأحاديث الصحيحة، نعوذ بالله منه
“Hadits ini amat gamblang bahwa Dajjal akbar (yang paling besar)[3] adalah dari kalangan manusia. Ia memiliki sifat-sifat manusia. Terlebih lagi, ia diserupakan dengan Abdul Uzza bin Qothon. Dia (Abdul Uzza) termasuk sahabat. Jadi, hadits ini termasuk diantara dalil-dalil yang banyak menunjukkan batilnya penakwilan sebagian diantara mereka bahwa Dajjal bukanlah pribadi (manusia), ia hanyalah simbol peradaban Eropa, polesan dan godaannya!! Dajjal dari kalangan manusia. Godaan-godaannya lebih besar dibanding hal itu sebagaimana telah banyak sekali hadits-hadits shohih tentang hal itu. Kami berlindung kepada Allah dari Dajjal”. [Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (3/191)]
Dajjal adalah manusia biasa. Ia bukan jin, atau bangsa lain, bahkan ia adalah manusia biasa yang memiliki kelemahan seperti kita. Bedanya, ia diberi keluarbiasaan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya, sebagai ujian bagi keimanan manusia di akhir zaman.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata,
هل الدجال بشر من بني آدم أو من الشياطين أو من مواد أخرى ؟
الجواب : أنه بشر من بني آدم وأنه كله عيب حتى عينه التي يبصر بها هو أعور كما بيَّن ذلك النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، إذن بشر أعور قبيح المنظر سيئ ،
“Apakah Dajjal adalah manusia dari kalangan anak cucu Adam ataukah dari kalangan setan atau materi-materi lain? Jawabnya, bahwa ia adalah manusia dari kalangan anak cucu Adam dan seluruh dirinya adalah aib, hingga matanya yang pakai melihat adalah picok (buta sebelah) sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Kalau begitu, ia adalah manusia yang picok lagi buruk penampilannya, jelek”. [Lihat Syarh Al-Aqidah As-Safariniyyah (1/363)-Syamilah]
Pada kesempatan lain, Syaikh Al-Utsaimin pernah menjawab pertanyaan serupa, lalu beliau berkata dalam menjawabnya,
الدجال من بني آدم . وبعض العلماء يقول : إنه شيطان . وبعضهم يقول : إن أباه إنسي ، وأمه جنية ، وهذه الأقوال ليست صحيحة ، فالذي يظهر : أن الدجال من بني آدم ، وأنه يحتاج إلى الأكل والشرب ، وغير ذلك ، ولهذا يقتله عيسى قتلا عاديا كما يقتل البشر
“Dajjal termasuk anak cucu Adam. Sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya ia (Dajjal) adalah setan”. Sebagian diantara mereka berkata, “Sesungguhnya ayah Dajjal adalah manusia, sedang ibunya adalah jin”. Semua pendapat ini tidak benar. Yang tampak (kuat) bahwa Dajjal termasuk anak cucu Adam, ia butuh kepada makan dan minum serta yang lainnya. Oleh karena ini, Isa membunuhnya dengan pembunuhan yang biasa sebagaimana manusia dibunuh”. [Lihat Majmu' Fatawa wa Rosa'il Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (2/19)]
Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alusy Syaikh -hafizhahullah- berkata,
والمقصود من هذا أنَّ الدجال بَشَرْ يخلقه الله – عز وجل – في وقتٍ من الأوقات ثم يأذَنُ بخروجه من مكانٍ هو فيه على ما يشاء ربنا – جل جلاله -.
“Yang dimaksud dari hal ini bahwa Dajjal adalah manusia yang Allah -Azza wa Jalla- ciptakan dalam suatu waktu diantara waktu-waktu, lalu Allah akan izinkan untuk keluar dari suatu tempat yang ia berada di dalamnya sebagaimana yang diinginkan oleh Robb kita –Jalla Jalaluh-”. [Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah (1/629)-Syamilah]
Ringkasnya, Dajjal adalah manusia, bukan jin, setan, dan bukan pula hasil perkawinan campur antara manusia dengan jin. Ia adalah manusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas dan juga dalam hadits-hadits lain yang menceritakan sifat-sifat dan kehidupan Dajjal.


[1] Ini seperti yang dinyatakan oleh Muhammad Abduh dalam sebuah ucapannya, “Sesungguhnya Dajjal adalah simbol bagi khurafat, kebohongan, dan berbagai keburukan yang akan hilang dengan menetapkan syariat sebagaimana mestinya”. [Lihat Qishshoh Al-Masih Ad-Dajjal (hal. 10) karya Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah-, cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah, 1421 H]
[2] Dajjal memerintah dan menguasai Inggris?! Semua ini adalah kedustaan!! Sebab, Dajjal dijelaskan dalam sebagian riwayat bahwa ia sekarang ini berada di sebuah pulau dalam keadaan terbelenggu sebagaimana anda dapat baca dalam riwayat Muslim dalam Kitab Asyroot As-Saa’ah, bab : Qishshoh Al-Jassasah (no. 2942), Abu Dawud dalam Kitab Al-Malaahim (4326), At-Tirmidziy dalam Kitab Al-Fitan (2253) dan Ibnu Majah Kitab Al-Fitan (4074)
[3] Dinamai Dajjal akhir zaman dengan Dajjal Akbar, karena ia yang paling besar kebohongannya atas Allah, sebab ia mengaku sebagai tuhan selain Allah. Dajjal secara bahasa, artinya: orang yang bohong. Nah, tukang bohong itu banyak. Tapi yang paling hebat dan berbahaya adalah Dajjal. Lantaran itu, sebagian ulama menggelarinya dengan “Dajjal Akbar”.
 http://pesantren-alihsan.org/dajjal-manusia-atau-jin.html

Sumber :
http://rindusunnah.com/index.php/aqidah/1899-dajjal-manusia-atau-jin

Senin, 16 Desember 2013

Pedoman Manhaj Salaf Dalam Berdakwah dan Syarat – Syaratnya

BAB Keutuhan Pemahaman Salaf dan Dakwah Meluruskan Penyimpangan dalam Masyarakat

Dakwah salafiyah yang bertitik pangkal dari petunjuk para pendahulu ummat ini dari kalangan sahabat dan para tabi’in, adalah dakwah yang menyeluruh. Dakwah yang meliputi berbagai topik dan permasalahan. Bukan sebagaimana anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa dakwah tauhid tidak mengenal kecuali hal-hal yang sempit dan terbatas.
Ini adalah syubhat yang keliru dan menyimpang. Dikumandangkan oleh sikap fanatik buta terhadap golongan demi tercapainya tujuan memperbanyak anggota jama’ah yang justru menyimpang dari manhaj salaf. Dan hal ini tersebar diseluruh dunia islam.
Kalau tidak demikian, maka persoalannya sangat jauh berbeda dari apa yang mereka sebarkan itu. Karena sesungguhnya, manhaj salaf adalah dakwah yang haq. Dakwah Islam. Dakwah yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Dakwah yang bertujuan mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dari kegelapan syubhat dan bid’ah menuju kesatuan sunnah dan aqidah. Dari azab kemaksiatan kepada cahaya dan luasnya ketaatan.
Persoalan dakwah ini tidaklah bergantung kepada hawa nafsu dan ra’yu (pemikiran) tokoh tertentu. Dakwah ini dilandasi dengan batas-batas yang telah Allah tetapkan. Dan perkara pertama yang paling utama dan harus ditaati di dalam Kitabullah (Al Quran) dan Sunnah Rasulullah ialah At Tauhid. Apabila dosa dan kemungkaran yang paling besar dan nyata adalah syirik.
Maka apabila seorang da’i secara bertahap dalam perjalanan dakwahnya memulai dari yang paling penting dan seterusnya, sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Berarti dia telah berjalan di atas jalan yang benar dan manhaj yang kokoh.
Kita katakan bertahap, tidaklah harus berarti meninggalkan sikap inkar (pengingkaran, penentangan) terhadap orang-orang yang terjatuh kepada kemaksiatan dan dosa besar. Bahkan di dalam setiap tahap perjalanan dakwahnya itu, dia harus memperhatikan apa yang menyebabkan terjatuhnya orang-orang tertentu dan masyarakatnya ke dalam kemaksiatan dan dosa besar. Sehingga dia dapat mengajak mereka meninggalkannya. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat satu kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, kalau tidak mampu dengan lisannya, kalau tidak mampu dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim Kitabul Iman 2/27 no 49).
Allah telah mengutus Nabi-Nya untuk memperbaiki dunia ini, serta mewujudkan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi:
“Sesungguhnya tidak seorang nabipun sebelumku melainkan wajib atasnya untuk menunjuki ummatnya kepada kebaikan yang diketahuinya dan memperingatkan mereka dari kejahatan yang diketahuinya.” (HR. Muslim Kitabul Imarah 12/322 no 1844)
Jelaslah, bahwa agama ini terdiri dari perintah dan larangan. Memerintahkan kebaikan dan mencegah (melarang) dari kejahatan. Tidak terbatas pada satu masalah tertentu. Sehingga seorang da’i muslim, dialah yang seharusnya memperhatikan tahapan dan hal-hal yang penting dalam dakwahnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan:
“Perintah yang Allah utus para Rasul-Nya membawanya ialah amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan), sedangkan an nahyu yang Allah utus beliau membawanya ialah an nahyu ‘anil munkar (mencegah kemunkaran).”
Dan dakwah ini meliputi seluruh aspek yang ada, tidak terbatas pada persoalan-persoalan tertentu, sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Dakwah dan ibadah adalah dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian lengkap meliputi puncak kecintaan kepada Allah dan ketundukan kepada-Nya.”
(dikutip dari buku Ad -Durusil Muhimmah Li Ammatil Ummah, Penerbit Cahaya Tauhid Press)

Sumber :
http://salafy.or.id/blog/2013/12/15/pedoman-manhaj-salaf-dalam-berdakwah-dan-syarat-syaratnya/

Kamis, 05 Desember 2013

Himbauan Kepada Ahlus Sunnah di Indonesia Untuk Saudara-Saudara di Dammaj

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه.
أما بعد:
Sungguh kita berduka atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Dammaj. Yaitu mereka dikepung oleh orang-orang zhalim dan lalim Syi’ah Rafidhah yang najis, para zindiq yang busuk!! Belum luntur dari ingatan kita penyerangan terhadap Dammaj dan sekitarnya setahun yang lalu. Kini mereka mengulanginya lagi.
Mujaddid Negeri Yaman, Asy-Syaikh al-Muhaddits Muqbil bin Hadi hafizhahullah telah mengatakan,
ومما ينبغي أن يعلم أن الرافضة لو تمكنت من أهل السنة – لا مكنهم الله من ذلك – لاستحلوا منهم ما لا يستحله اليهود والنصارى، ومن شك في كلامي قرأ تاريخ الرافضة
“Di antara yang semestinya diketahui, bahwa Syi’ah Rafidhah kalau seandainya mereka berhasil menguasai Ahlus Sunnah, niscaya mereka (Rafidhah) akan menghalalkan(darah)  Ahlus Sunnah melebihi penghalalan yang dilakukan oleh Yahudi dan Nashara. Siapa yang ragu (tidak percaya) terhadap ucapanku ini, maka silakan membaca sejarah Rafidhah.” (Kitab al-Ilhad al-Khumaini fi Ardhi al-Haramain)
Pengepungan terhadap Dammaj mereka lakukan lagi sejak, Rabu 21 Agustus 2013 / 13 Syawwal 1434 kemarin. Kemudian terulang lagi sekitar 2 pekan lalu. Lalu sejak Rabu 25 Dzulhijjah 1434 kemarin situasi semakin memanas. Penyerangan gencar mereka lakukan terhadap kaum muslimin ahlus sunnah di Dammaj. Mereka telah mengerahkan berbagai macam jenis persenjataan seperti rudal, tank, senjata berat, dan selain dari itu untuk menghancurkan Dammaj dengan serangan yang membabi buta.
Namun, semata-mata pertolongan dari Allah, di sela-sela berbagai serangan dahsyat tersebut, terdengar berita-berita kemenangan para pahlawan mujahidin atas kaum najis rafidhah tersebut.
Sebagaimana himbauan asy-Syaikh al-’Allamah al-Walid Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah,tertanggal 26-12-1434 H
“Sesungguhnya permusuhan antara Ahlus Sunnah dan Syiah Rafidhah al-Bathiniyyah merupakan permusuhan antara kekufuran melawan Islam. Maka wajib bagi semua Ahlus Sunnah di manapun mereka berada, di negara Yaman ataukah di luar Yaman, agar mereka mengerahkan bantuan untuk menolong saudara-saudaranya. Dan kita memohon kepada Allah, semoga Allah menghancurkan kesombongan Syiah Rafidhah Al Bathiniyyah beserta seluruh musuh-musuh Islam di semua penjuru bumi.”
Juga sebagaimana himbauan ‘ulama ahlus sunnah lainnya,
- Para masyaikh Dakwah Salafiyyah di Yaman, dalam Bayan (Keterangan)  tertanggal 15 Dzulhijjah 1434 H, (yang telah disetujui oleh al-’Allamah Rabi’ al-Madkhali)
-   Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan
-   Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad
-   Asy-Syaikh Shalih as-Suhaimi,
Dan para masyaikh lainnya hafizhahumullah,

Maka dalam rangka menindaklanjuti fatwa dan himbauan para ‘ulama Dakwah Salafiyyah tersebut, para asatidzah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Indonesia berusaha menjembatani kaum muslimin di Indonesia dalam hal menyalurkan donasi kepada mereka.

Donasi dana bisa disalurkan melalui

Rekening Mandiri 9000002394642 KCP Kaliurang

Atas nama Luwih Agus Triyono

Banner-donasi-untuk-dammaj

Kami ucapkan jazakumullah khoir kepada seluruh kaum muslimin yang
telah membantu dalam program ini
* * *
Tidak lupa pula, termasuk di antara isi penjelasan para masyaikh Dakwah Salafiyyah di Yaman dalam keterangan (Bayan) yang telah disepakati oleh asy-Syaikh Rabi’ di atas – [hafizhahumullah jami'an] – adalah :
“Barangsiapa yang mampu berangkat menuju Dammaj, dalam rangka membantu saudaranya yang sedang terdzhalimi maka hendaknya ia lakukan.”
Juga fatwa asy-Syaikh al-’Allamah ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah, bahwa apabila tidak ada pertolongan dari pihak pemerintah, maka di Dammaj telah tegak jihad yang syar’ie. Jihad itu hukumnya wajib ‘ain atas setiap penduduk Dammaj, serta mereka yang berada disekitarnya. Dan wajib kifayah atas penduduk di tempat-tempat lain (selain Dammaj dan sekitarnya, pen).
Juga ditegaskan oleh asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-’Adeni hafizhahullah, “Barangsiapa yang mampu untuk membantu penduduk Dammaj dengan fisiknya maka lakukanlah. Hal ini telah difatwakan oleh para ‘ulama yang mulia.” (Muhadharah di masjid ar-Ridho tadi malam, 28 Dzulhijjah 1434 H)
asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah juga berkata, “Penduduk Yaman yang berada di dalam negeri ataupun di luar negeri bagi mereka hendaknya berangkat membantu saudara-saudaranya, hendaknya mereka berangkat membantu saudara-saudaranya. Termasuk juga agar diperhatikan, hal itu ia lakukan dengan izin kedua orang tuanya bila orang tuanya masih hidup”.
* * *
Maka kami juga mengajak salafiyyin untuk banyak mendoakan saudara-saudaranya di Dammaj, Semoga Allah menyelamatkan mereka dari orang-orang Rafidhah (Hutsi musyrik)

اللهم عليك بالرافضة المعتدين الأنجاس الحوثيين السَفَلة الظالمين أعداء الله رب العالمين ، والملائكة المقربين والأنبياء والمرسلين والصحابة والتابعين والأخيار والصالحين.
اللهم عليك بهم فإنهم لا يعجزونك اقتلهم بددا واحصهم عددا ولا تغادر منهم أحدا .
اللهم لا تدع لهم سلاحاً إلا دمرته ، ولا جمعاً إلا فرقته ، ولا قوياً إلا أوهنته.
اللهم أرنا فيهم عجائب قدرتك ، وسلط عليهم الأوبئة والأمراض ، والحيات والعقارب ، اللهم اقذف الرعب في قلوبهم ، اللهم أرنا فيهم يوماً أسود كيوم عادٍ وثمود.
اللهم اجعل تدبيرهم سبباً في تدميرهم واجعل الدائرة تدور عليهم ، فرِّق جمعهم وشتت شملهم وأنزل صواعقك عليهم يا رب العالمين.
اللهم انتقم لأهل دماج منهم يا منتقم يا جبار.

اللهم كن لإخواننا المسلمين في دماج نعم المولى ونعم النصير ، وانصرهم على الحوثيين الملاعين أعداءك أعداء الدين أعداء الإسلام والمسلمين.
اللهم انصر أهل دماج نصراً عزيزاً مؤزراً وقوي شوكتهم ونجهم من كيد ومكر وشر الرافضة المشركين.

دعوناك يا ربنا كما أمرتنا فاستجب لنا كما وعدتنا.
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.

tertanda asatidzah Ahlus Sunnah di Indonesia
28 Dzulhijjah 1434 H / 2 November 2013 M


Sumber : http://dammajhabibah.net/2013/11/02/himbauan-kepada-ahlus-sunnah-di-indonesia-untuk-saudara-saudara-di-dammaj/

Kamis, 14 November 2013

Dauroh Ahlussunnah 2013 di Lampung

Bismillaah..

Dauroh Ilmiyyah dengan tema:

"Menangkal Tipu Daya Syeithon."

Pemateri. : Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawi

Waktu. : Jum'at - Ahad. 22-24 Nov 2013
Pkl 16.00 - selesai

Tempat. : Ma'had Ittiba'us Salaf metro,Lampung

NB : disediakan penginapan untuk ummahat

Tolong di informasikan ....

Hadirilah dengan mengharap wajah Allah Azza Wa Jalla..

Kamis, 24 Oktober 2013

Cinta Sebatas Pengakuan

Oleh: Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-

 
Cinta adalah sebuah kata yang manis di mulut. Setiap orang pasti memilikinya dan pernah merasakannya, sebab ia adalah tabiat yang terpatri dalam sanubari setiap insan yang normal.
Jika anda berbicara tentang cinta, maka ia laksana lautan yang tak bertepi, ataukah padang pasir yang amat luas. Karenanya, manusia telah berbicara tentang “cinta” sejak zaman Bapak kita yang pertama, Adam –alaihis salam-.
Cinta adalah penggerak bagi segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. Cinta adalah sesuatu yang tak bisa dipandang secara kasatmata, namun pengaruhnya tak mungkin dipungkiri.
Banyak orang yang mengaku memiliki cinta dalam hati, tapi hakikatnya ia tak memilikinya. Seorang yang beribadah kepada Allah karena dorongan cinta kepada-Nya. Sebuah cinta yang ada dalam hati hamba, cinta yang diiringi oleh harapan dan kekhawatiran, ketaatan dan usaha dalam menggapai segala yang diridhoi Sang Kekasih (Allah) serta jauh dari segala yang tidak dicintai olehnya.
Seorang yang mengesakan Allah dan mau beribadah hanya kepada-Nya, semua itu lantaran sesuatu yang bercokol dalam hatinya berupa kecintaan kepada Allah -Azza wa Jalla-. Bila seseorang betul-betul mencintai Allah, maka ia harus mencintai sesuatu yang dicintai oleh-Nya.
Lantaran itulah, bila ia mencintai Allah, maka ia harus mencintai ketauhidan (pengesaan) Allah -Subhanahu wa Ta’ala- saat ia beribadah kepadanya. Disinilah anda akan mengetahui titik dan inti hakikat kecintaan seorang hamba kepada Robb-nya, yaitu kecintaan yang di dalamnya terdapat ittiba’ (keteladan) terhadap perintah Allah dan ijtinaab (sikap menjauh) dari larangan-nya.
Bertolak dari hakikat keciantaan ini, anda akan mengetahui kepalsuan cinta orang-orang kafir atau fasiq yang senantiasa menyalahi perintah Allah dan melanggar larangan-Nya. Subhanallah, sungguh ini adalah cinta sebatas pengakuan!!!
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ  [البقرة/165]
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”. (QS. Al-Baqoroh : 165)
Sebagian ahli tafsir (seperti, Az-Zajjaj dan Ibnul Jauziy) menjelaskan bahwa makna ayat ini, orang-orang musyrikin menyamakan antara berhala-berhala dengan Allah dalam perkara cinta. [Lihat Zaad Al-Masir (1/156)]
Inilah kebiasaan kaum musyrikin!! Mereka dahulu selain melakukan berbagai macam ritual dan penyembahan kepada Allah dengan dasar cinta kepada Allah, dalam waktu sama mereka juga melakukan berbagai macam ritual dan peribadatan kepada selain Allah. Sebagai contoh, kaum musyrikin dahulu (dan tentunya terus sampai sekarang) senantiasa menyekutukan Allah dalam cinta. Lihatlah, saat mereka menetapkan bahwa hewan atau tanaman tertentu, ini untuk Allah dan ini untuk berhala. Bila mereka memanen tanaman yang mereka peruntukkan bagi Allah, lalu tanaman itu terjatuh dalam kelompok tanaman yang mereka peruntukkan bagi berhala-berhala mereka, maka mereka membiarkannya dan tidak memisahkannya seraya mereka berceloteh, “Berhala-berhala ini lebih butuh kepadanya”.
Jika kaum musyrikin telah memanen tanaman yang mereka peruntukkan bagi berhala-berhala, lalu tanaman itu jatuh ke dalam bagian harta dan tanaman yang diperuntukkan bagi Allah, maka mereka mengembalikan ke tempatnya, yaitu kepada kelompok tanaman yang diperuntukkan bagi berhala-berhala.
Allah -Ta’ala- berfirman menceritakan perihal perkara ini,
وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلاَ يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ  [الأنعام/136]
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, “Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sesuatu yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; sedang sesuatu yang diperuntukkan bagi Allah, maka sesuatu itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu”. (QS. Al-An’aam: 136)
Kebiasaan buruk yang terkutuk seperti itu, juga telah dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim yang jahil tentang agamanya yang memerintahkan untuk men-tauhid-kan (mengesakan) Allah dalam ibadah. Liriklah sebagian orang di zaman ini yang senang datang ke kuburan orang-orang yang mereka anggap sebagai “wali” (seperti, Wali Songo, Syaikh Yusuf dan lainnya)!! Mereka datang kesana untuk membawa persembahan dan sesajen berupa makanan, hewan ternak, uang, telur dan berbagai macam benda lainnya. Mereka persembahkan sebuah ibadah (yaitu, berkurban) untuk selain Allah. Mereka amat takut kepada manusia-manusia yang mereka angkat sendiri sebagai “wali”. Padahal belum tentu wali Allah, sebab wali Allah adalah semua orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Nah, siapakah yang menjamin bahwa orang-orang yang mereka kultuskan adalah orang-orang beriman dan bertaqwa??!!! Anggaplah mereka adalah wali Allah alias orang-orang beriman dan bertaqwa!!! Tapi apakah semua itu melegalkan kita mengangkatkan mereka sekedudukan dengan Allah yang kita berikan berbagai macam persembahan kepadanya?!! Jelas tidak boleh demikian, wahai saudaraku!!! Sebab wajib bagi kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah, dan haram menyekutukannya dengan siapapun dalam hal itu. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 360) karya Sholih bin Abdil Aziz Alusy Syaikh]
 Jika kita mencintai Allah, maka seharusnya kita mengikuti perintah-Nya (utamanya, perintah men-tauhid-kan Allah), dan menjauhi larangan-Nya (terutama, menjauhi kemusyrikan dengan berbagai warnanya), bukan hanya menyatakan cinta, lalu tidak dibarengi dengan ketaatan kepada-Nya. Tapi malah kita menyekutukan Allah dengan para “wali-wali” yang lemah seperti kita, yang tidak bersih dari segala macam dosa dan kesalahan!!! Para nabi dan rasul saja yang bersih dari segala macam dosa, tak boleh kita persekutukan dengan Allah -Azza wa Jalla- dalam hal ibadah.
Allah berfirman kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar: 65)
Orang-orang musyrikin dahulu selain mencintai Allah, mereka juga mencintai sesembahan mereka. Jika mereka berkurban di hari-hari haji untuk Allah -Azza wa Jalla-, maka hati mereka tak tenang dan puas sampai mereka mempersembahkan qurban untuk sesembahan mereka sebagai wujud cinta mereka kepadanya. Padahal Allah -Azza wa Jalla- memerintahkan kita menyerahkan kurban hanya kepada-Nya,
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ  [الأنعام/162]
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’aam : 162)
Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat ini, “Allah -Ta’ala- memerintahkan beliau (Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) agar beliau mengabarkan kepada kaum musyrikin (yang telah mengibadahi selain Allah, dan menyembelih untuk selain Allah) bahwa beliau menyelisihi mereka dalam perkara itu (perkara penyembelihan), karena shalat beliau hanya untuk Allah, dan sembelihan beliau hanya untuk Allah saja semata, tak ada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya kaum musyrikin dahulu menyembah berhala-berhala, dan menyembelih untuk berhala-berhala itu. Lantaran itu, Allah memerintahkan beliau untuk menyelisihi mereka, serta berpaling dari mereka, dan menghadapkan segala niat dan maksud untuk memurnikan (semua ibadah) untuk Allah -Ta’ala- saja”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/381-382)]

Jumat, 18 Oktober 2013

Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah Dalam Pandangan Islam

Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi

Manusia terfitrah sebagai makhluk sosial. Hidup mereka saling bergantung satu dengan yang lainnya. Allah Subhanahu wata’ala menciptakan mereka dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lantas menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang lakilaki dan perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kalian saling mengenal.” (al-Hujurat: 13)
Manakala menjalani kehidupannya dengan berbangsa-bangsa dan bersukusuku, secara sunnatullah manusia membutuhkan pemimpin yang dapat mengurusi berbagai problem yang mereka hadapi. Itulah manusia, makhluk Allah Subhanahu wata’ala yang mendapatkan kepercayaan dari-Nya untuk memakmurkan bumi ini. Allah Subhanahu wata’ala mengaruniakan berbagai fasilitas kehidupan untuk mereka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami mengangkut mereka di daratan dan di lautan, Kami memberi mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami melebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” (al-Isra’: 70)
أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَّعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan ketika dia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai penguasa di bumi? Adakah selainAllahsembahan yang lain?! Amat sedikitlah kalian dalam mengingat(Nya).” (an- Naml: 62)
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tak membiarkan manusia hidup begitu saja. Berbagai aturan hidup dan jalan yang terang pun Dia Subhanahu wata’ala berikan kepada merekasupaya berbahagia di dunia dan di akhirat. Termasuk dalam hal hubungan antara rakyat dan pemerintahnya dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ
“Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (al-Maidah: 48)
Rakyat dan Pemerintah, Kesatuan yang Tak Bisa Dipisahkan
Dalam Islam, rakyat selaku anggota masyarakat dan pemerintah selaku penguasa yang mengurusi berbagai problem rakyatnya adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah tak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dan sambutan ketaatan dari rakyat. Berbagai problem yang dihadapi oleh rakyat juga tak akan usai tanpa kepedulian dari pemerintah. Gayung bersambut antara pemerintah dan rakyatnya menjadi satu ketetapan yang harus dipertahankan.
Ka’b al-Akhbar rahimahumallah berkata, “Perumpamaan antara Islam, pemerintah, dan rakyat laksana kemah, tiang, dan tali pengikat berikut pasaknya. Kemah adalah Islam, tiang adalah pemerintah, sedangkan tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Tidaklah mungkin masingmasing dapat berdiri sendiri tanpa yang lainnya.” (Uyunul Akhbar karya al-Imam Ibnu Qutaibah 1/2)
Maka dari itu, hubungan yang baik antara rakyat dan pemerintahnya, dengan saling bekerja sama di atas Islam dan saling menunaikan hak serta kewajiban masing-masing, akan menciptakan kehidupan yang tenteram, aman, dan sentosa. Betapa indahnya bimbingan Islam dalam masalah ini. Sebuah aturan hidup dan jalan yang terang bagi manusia. Namun, ada pihak-pihak yang tak rela dengan semua itu. Salah satunya adalah Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir (HT). Dia menyatakan, “Oleh karena itu, menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antaranggota masyarakat dalam rangka memengaruhi masyarakat tidaklah cukup, kecuali dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dan rakyatnya, harus digoyang dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian.” (Mengenal HT, hlm. 24 dan Terjun ke Masyarakat, hlm. 7)
Lebih dari itu, dia mengungkapkan, “Keberhasilan gerakan diukur dengan kemampuannya untuk membangkitkan rasa ketidakpuasan (kemarahan) rakyat dan kemampuannya untuk mendorong mereka menampakkan kemarahannya itu setiap kali mereka melihat penguasa atau rezim yang ada menyinggung ideologi, atau mempermainkan ideologi itu sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu penguasa.” (Pembentukan Partai Politik Islam, hlm. 35—36)
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي
“Barang siapa menaatiku, ia telah menaati Allah Subhanahu wata’ala. Barang siapa menentangku, ia telah menentang Allah l. Barang siapa menaati pemimpin (umat)ku, ia telah menaatiku; dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku, ia telah menentangku.” (HR. al-Bukhari no. 7137 dan Muslim no. 1835, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahumallah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang kewajiban menaati penguasa dalam hal-hal yang bukan kemaksiatan. Hikmahnya adalah menjaga persatuan dan kesatuan (umat). Sebab, perpecahan mengandung kerusakan.” (Fathul Bari 13/120)
Jika Pemerintah Melakukan Kemaksiatan
Bagaimanakah jika pemerintah melakukan kemaksiatan, bahkan memerintahkannya? Apakah rakyat melepaskan ketaatan kepadanya secara total dan memberontaknya? Pemerintah adalah manusia biasa yang terkadang jatuh pada dosa. Ketika mereka melakukan kemaksiatan, bahkan memerintahkannya, setiap pribadi muslim harus membenci perbuatan maksiat tersebut dan tidak boleh menaatinya dalam hal itu. Akan tetapi, ia tetap berkewajiban mendengar dan menaatinya dalam hal yang ma’ruf (kebajikan), serta tidak boleh memberontak karenanya. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Maka dari itu, umat Islam wajib menaati pemerintah dalam hal yang ma’ruf (kebaikan), tidak dalam hal kemaksiatan. Jika mereka memerintahkan kemaksiatan, tidak boleh ditaati. Akan tetapi, mereka tetap tidak boleh memberontak karenanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Ingatlah, barang siapa mempunyai seorang penguasa lalu melihatnya berbuat kemaksiatan, hendaknya ia membenci perbuatan maksiat yang dilakukannya itu, namun jangan sekali-kali melepaskan ketaatan (secara total) kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855, Ahmad 4/24, dan ad-Darimi no. 2797, dari Auf bin Malik al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu)
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barang siapa keluar dari ketaatan (terhadap pemerintah) dan memisahkan diri dari al-jamaah lalu mati, niscaya matinya dalam keadaan jahiliah (di atas kesesatan, tidak punya pemimpin yang ditaati, pen.).” (HR. Muslim no. 1848, an-Nasa’i no. 4114, Ibnu Majah no. 3948, dan Ahmad 2/296, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِم السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Setiap pribadi muslim wajib mendengar dan menaati (pemerintahnya) dalam hal yang dia sukai dan yang tidak disukai, kecuali jika diperintah untuk melakukan kemaksiatan. Jika dia diperintah untuk melakukan kemaksiatan, tidak ada mendengar dan ketaatan kepadanya (dalam hal itu, pen.).” (HR. al-Bukhari no. 7144, Muslim no. 1839, at-Tirmidzi no. 1707, Abu Dawud no. 2626, Ibnu Majah no. 2864, dan Ahmad 2/142, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu) (Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/201—203)
Asy-Syaikh Abdus Salam Barjas rahimahumallah berkata, “Hadits ini tidak memaksudkan tidak menaati pemerintah secara total ketika mereka memerintahkan kemaksiatan. Akan tetapi, yang dimaksud adalah wajib menaati pemerintah secara total selain dalam hal kemaksiatan. Ketika demikian, tidak boleh didengar dan ditaati.” (Muamalatul Hukkam, hlm. 117)
Al-Imam al-Mubarakfuri rahimahumallah berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa jika seorang penguasa memerintahkan sesuatu yang bersifat sunnah atau mubah, wajib ditaati.” (Tuhfatul Ahwadzi 5/365)
Jika Pemerintah Mementingkan Diri Sendiri
Bagaimanakah jika pemerintah mementingkan dirinya sendiri? Misalnya, memperkaya diri, korupsi, tidak memedulikan kesejahteraan rakyat, bahkan berbuat zalim? Menyikapi hal ini, setiap pribadi muslim hendaknya bersabar dan tetap menunaikan hak-hak pemerintah yang harus ditunaikan. Dia memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala haknya yang tidak dipedulikan oleh pemerintah dan tidak memberontak kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَتَكُونُ أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ، وَتَسْأَلُونَ اللهَ الَّذِي لَكُمْ
“Akan ada perbuatan mementingkan diri sendiri (mengumpulkan harta dan tidak memedulikan kesejahteraan rakyat) pada pemerintah dan hal lain yang kalian ingkari.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami (jika mendapati kondisi tersebut, pen.)?”
Beliau bersabda, “Hendaknya kalian menunaikan hak (pemerintah) yang wajib kalian tunaikan, dan mohonlah kepada Allah Subhanahu wata’ala hak kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3603 dan Muslim no. 1843, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
يَكُونُ بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ، لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِيْ، وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ (حُذَيْفَةُ) قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيْرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِ عْ !
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/ jalanku. Akan ada pula di antara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan dalam jasad manusia.” Hudzaifah z berkata, “Apa yang aku perbuat bila mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas, (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim no. 1847, dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu)
Apabila berbagai bimbingan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas dicermati, semuanya menunjukkan bahwa rakyat dan pemerintah adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Dengan penuh hikmah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan bimbingan bahwa berbagai penentangan dan pemberontakan terhadap pemerintah bukanlah solusi untuk mendapatkan hak atau memperkecil ruang lingkup kejelekan yang dilakukan oleh pemerintah.
Solusinya justru sebaliknya. Bersabar dengan berbagai kejelekan itu, menaati mereka dalam hal yang ma’ruf (kebajikan) dan tidak menaati mereka dalam hal kemaksiatan, menunaikan hak mereka dan memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala hak yang tidak dipedulikan oleh pemerintah, serta tidak menentang dan tidak memberontak terhadap mereka.
Berbagai bimbingan itu beliau n sampaikan agar hubungan (kesatuan) antara rakyat dan pemerintahnya senantiasa utuh, tak terkoyak, dan tercerai-berai. Sebab, manakala hubungan (kesatuan) itu terkoyak dan terceraiberai, kerusakan dan musibah besarlah yang terjadi.
Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz al-Hanafi rahimahumallah berkata, “Kewajiban menaati pemerintah tetap berlaku walaupun mereka berbuat jahat. Sebab, menentang (tidak menaati) mereka dalam hal yang ma’ruf (kebaikan) akan mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar dari kejahatan yang mereka lakukan. Bersabar terhadap kejahatan mereka justru mendatangkan ampunan dari segala dosa dan pahala yang berlipat dari Allah Subhanahu wata’ala.” (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 368)
Al-Imam al-Barbahari rahimahumallah berkata, “Ketahuilah, kejahatan penguasa tidaklah menghapuskan kewajiban (menaati mereka, -pen.) yang Allah Subhanahu wata’ala wajibkan melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kejahatannya akan kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-kebaikan yang engkau kerjakan bersamanya mendapat pahala yang sempurna, insya Allah. Kerjakanlah shalat berjamaah, shalat Jum’at, dan jihad bersama mereka. Berperan sertalah bersamanya pada seluruh jenis ketaatan (yang dipimpinnya).” (Thabaqat al-Hanabilah karya al-Imam Ibnu Abi Ya’la rahimahumallah 2/36, dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah, hlm.14)
Merajut Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah
Gesekan antara rakyat dan pemerintah merupakan fenomena yang sering terjadi. Penyebabnya terkadang dari pihak rakyat dan terkadang dari pihak pemerintah. Demikianlah manusia, tak ada yang sempurna. Kelalaian sering kali menghinggapinya walaupun telah berilmu tinggi dan berkedudukan mulia. Menurut Islam, hubungan yang baik antara rakyat dan pemerintah merupakan satu kemuliaan. Karena itu, gesekan yang terjadi di antara mereka pun termasuk sesuatu yang tercela dan harus segera diselesaikan.
Tak mengherankan apabila banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan seputar masalah ini. Para ulama yang mulia pun tiada henti mengingatkannya. Petuah dan bimbingan mereka terukir dalam kitab-kitab yang terkenal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا () يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 58—59)
Ayat pertama di atas berkaitan dengan pemerintah agar menjalankan amanat kepemimpinan yang diemban dengan sebaik-baiknya. Adapun ayat yang kedua berkaitan dengan rakyat agar mereka taat kepada pemerintahnya. Dengan dilaksanakannya hak dan kewajiban oleh setiap pihak, akan terajut hubungan yang baik di antara mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah berkata, “Menurut para ulama, ayat pertama (dari dua ayat di atas) turun berkaitan dengan pemerintah (ulil amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannya dengan adil.
Adapun ayat yang kedua turun berkaitan dengan rakyat, baik dari kalangan militer maupun sipil, supaya senantiasa menaati pemerintahnya dalam hal pembagian (jatah), keputusan/ kebijakan, komando perang, dan lainnya. Berbeda halnya jika mereka memerintahkan kemaksiatan, rakyat tidak boleh menaati makhluk (pemerintah tersebut) dalam hal bermaksiat kepada Al-Khaliq (Allah Subhanahu wata’ala). Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan rakyatnya dalam suatu perkara, hendaknya semua pihak merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, jika pemerintah tidak mau menempuh jalan tersebut, rakyat masih berkewajiban menaatinya dalam hal yang tergolong ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Sebab, ketaatan kepada pemerintah dalam hal ketaatan adalah bagian dari ketaatan kepada AllahSubhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula hak mereka (pemerintah), tetap harus dipenuhi (oleh rakyatnya), sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul- Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya’ (al-Maidah: 2).” (Majmu’ Fatawa 28/245—246)
Di antara hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar hubungan mereka dengan rakyat senantiasa terajut dengan baik ialah berlaku adil dan memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Sebab, semua itu adalah amanat yang kelak dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wata’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Setiap kalian adalah pemimpin, yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang penguasa yang memimpin manusia (rakyat) adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab terhadap mereka.” ( HR. al-Bukhari no. 2554, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu)
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang hamba diberi amanat sebuah kepemimpinan oleh Allah Subhanahu wata’ala, lalu meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, melainkan Allah Subhanahu wata’ala mengharamkan baginya surga.” (HR. Muslim no. 227, dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiyallahu ‘anhu)
Apabila pemerintah berlaku adil dalam mengemban amanat kepemimpinan tersebut, Allah Subhanahu wata’ala akan menganugerahinya sebuah naungan di hari kiamat, hari ketika manusia sangat membutuhkan naungan dari terik matahari yang amat menyengat di Padang Mahsyar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ
“Ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan (Arsy) Allah Subhanahu wata’ala pada hari kiamat, hari yang tidak ada naungan melainkan naungan dari-Nya; penguasa yang adil….” (HR. al-Bukhari no. 6806, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Adapun hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat agar hubungan mereka dengan pemerintah senantiasa terajut dengan baik adalah memuliakan pemerintah, menaati mereka dalam hal kebajikan, dan membangun kerja sama yang baik dengan mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الدُّنْيَا، أَكْرَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الدُّنْيَا أَهَانَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa memuliakan penguasa (yang diberi amanat oleh) Allah Subhanahu wata’ala di dunia, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan memuliakannya di hari kiamat. Barang siapa menghinakan penguasa (yang diberi amanat oleh) Allah Subhanahu wata’ala di dunia, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan menghinakannya di hari kiamat.” (HR. Ahmad 5/42, 48—49, dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah 5/376)
Al-Imam Sahl bin Abdullah at- Tustari rahimahumallah berkata, “Manusia (rakyat) akan senantiasa dalam kebaikan selama memuliakan pemerintah dan ulama. Jika mereka memuliakan keduanya, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan memperbaiki urusan dunia dan akhirat mereka. Namun, jika mereka menghinakan keduanya, sungguh Allah Subhanahu wata’ala akan menjadikan jelek urusan dunia dan akhirat mereka.” (Tafsir al-Qurthubi 5/260—261)
Kala pemerintah terjatuh dalam kesalahan dan kemungkaran, hendaknya diingatkan dengan cara yang terbaik. Tidak dengan cara demonstrasi, orasi di mimbar-mimbar, atau menghujatnya di media. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلَا يُبْدِهِ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ
Adapun hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat agar hubungan mereka dengan pemerintah senantiasa terajut dengan baik adalah memuliakan pemerintah, menaati mereka dalam hal kebajikan, dan membangun kerja sama yang baik dengan mereka.
مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“ Barang siapa hendak menasihati orang yang mempunyai kekuasaan (pemerintah), janganlah menyampaikannya secara terangterangan. Namun, dia mengambil tangannya dan menyampaikan nasihat tersebut secara pribadi. Jika (pemerintah itu) mau menerima nasihatnya, itu yangdiharapkan. Jika tidak, sungguh dia telah menyampaikan kewajiban yang ditanggungnya.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah dari Iyadh bin Ghunm al-Fihri radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan sahih oleh asy- Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah no. 1096)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Bukan termasuk manhaj salaf menyebarkan kejelekan-kejelekan pemerintah dan menyampaikannya di mimbar/forum publik. Sebab, hal itu akan mengantarkan kepada kekacauan dan hilangnya ketaatan kepadanya dalam hal yang ma’ruf (kebajikan). Selain itu, tindakan tersebut akan mengantarkan kepada hal-hal yang membahayakan (rakyat) dan tidak ada manfaatnya. Adapun cara yang dijalani oleh as-salaf (pendahulu terbaik umat ini) adalah menyampaikan nasihat secara pribadi kepada pemerintah, menulisnya dalam bentuk surat, atau menyampaikannya kepada ulama agar bisa diteruskan kepada yang bersangkutan dengan cara yang terbaik.” (Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/210)
Termasuk hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat adalah tidak mengambil alih tugas yang menjadi kewenangan pemerintah, seperti mengingkari kemungkaran dengan kekuatan, sweeping kemaksiatan, penentuan awal Ramadhan dan hari raya, serta yang semisalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa ormas yang mengatasnamakan Islam. Wallahul musta’an.
Al-Imam Abu Abdillah bin al- Azraq rahimahumallah—ketika menyebutkan beberapa bentuk penentangan terhadap pemerintah—berkata, “Penentangan yang ketiga adalah menyempal dari pemerintah dengan cara mengambil alih tugas yang menjadi kewenangannya. Yang paling besar kerusakannya adalah mengingkari kemungkaran (dengan kekuatan, - pen.) yang tidak boleh dilakukan oleh selain pemerintah. Apabila perbuatan itu dibiarkan, niscaya hal ini akan berkembang dan justru dilakukan terhadap pemerintah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa termasuk dari siyasah (politik syar’i) adalah segera menangani orang yang gemar melakukan perbuatan menyempal itu.” (Bada’ius Sulk fi Thiba’il Mulk 2/45, dinukil dari Mu’amalatul Hukkam, hlm. 189)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Adapun dalam hal yang di luar kekuasaan dan kewenangannya, seseorang tidak boleh melakukan perbuatan mengubah kemungkaran dengan kekuatan. Sebab, jika dia mengubah kemungkaran dengan kekuatan terhadap pihak-pihak yang berada di luar kekuasaan dan kewenangannya, akan muncul kejelekan yang lebih besar.
Selain itu, akan memunculkan problem besar antara dia dan orang lain, serta antara dia dan pemerintah.” (Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/208) Demikianlah catatan penting tentang hubungan rakyat dan pemerintah menurut pandangan Islam. Semoga hal ini menjadi titian emas bagi pemerintah dan rakyat untuk menuju kehidupan yang tenteram, aman, dan sentosa yang diberkahi oleh Allah l. Amin….

Sumber :
http://asysyariah.com/manhaji-hubungan-antara-rakyat-dan-pemerintah-dalam-pandangan-islam/