Rabu, 19 Januari 2022

Kertas Bertuliskan Ayat Al-Qur’an


Pertanyaan:

Sebagian orang menuliskan ayat Al-Qur’an atau ucapan basmalah di kartu undangan pernikahan atau kertas lainnya. Setelah dibaca kertas ini bisa saja dibuang di tempat sampah, terinjak, atau menjadi mainan anak kecil. Apa nasihat Anda dalam hal ini?

Jawaban:

Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab,

“Si penulis telah melakukan perkara yang disyariatkan, yakni menuliskan ucapan tasmiyah (bismillah). Apabila dia menyebutkan ayat Al-Qur’an yang sesuai pada kartu/surat undangan tersebut, tidak menjadi masalah. Orang yang menerima kartu/surat undangan tersebut wajib memuliakannya karena di dalamnya ada ayat-ayat Allahsubhanahu wa ta’ala. Jangan dibuang di tempat sampah atau di tempat hina lainnya.

Kalau dia menghinakan kartu/surat undangan bertuliskan ayat Al-Qur’an itu, dia berdosa. Adapun si penulisnya tidaklah berdosa. Nabishallallahu alaihi wa sallam sendiri memerintah sahabatnya untuk menuliskan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ pada surat-surat yang beliau kirimkan. Terkadang pula, beliau memerintahkan untuk menulis beberapa ayat Al-Qur’an dalam surat tersebut.

Dengan demikian, seseorang hendaklah menuliskan tasmiyah sesuai dengan yang disyariatkan. Dia juga bisa menyebutkan beberapa ayat dan hadits-hadits ketika dibutuhkan. Adapun orang yang menghinakan tulisan atau surat tersebut, dia berdosa. Semestinya, dia menjaganya. Kalaupun dia ingin membuangnya (karena sudah tidak terpakai), hendaknya dia membakar atau memendamya. Apabila dibuang begitu saja di tempat sampah, menjadi mainan anak-anak, menjadi pembungkus barang, atau yang semisalnya, ini tidak diperbolehkan.

Sebagian orang menjadikan surat kabar dan lembaran (yang di dalamnya ada ucapan basmalah atau ayat-ayat Al-Qur’an) sebagai alas untuk makanan atau pembungkus barang yang dibawa ke rumah. Semua ini tidak diperbolehkan karena ada unsur penghinaan terhadap surat kabar/majalah/lembaran tersebut yang di dalamnya tertulis ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. Semestinya, lembaran tersebut disimpan di perpustakaannya, atau di tempat mana saja. Atau bisa juga dibakar atau dipendam di tempat yang baik. Demikian pula apabila mushaf Al-Qur’an telah sobek dan tidak bisa lagi digunakan, hendaknya mushaf tersebut dipendam di tanah yang bersih atau dibakar. Hal ini sebagaimana tindakan Utsman bin Affan radhiallahu anhu (saat menjabat khalifah, -pen.) membakar mushaf-mushaf yang tidak lagi diperlukan.

Kebanyakan manusia tidak memperhatikan perkara ini sehingga harus diberi peringatan. Sekali lagi, ingatlah, lembaran dan surat-surat (yang ada ayat Al-Qur’an) yang tidak lagi dibutuhkan, hendaknya dipendam dalam tanah yang bersih atau dibakar. Tidak boleh digunakan sebagai pembungkus barang atau yang lainnya, dijadikan alas makan, atau dibuang di tempat sampah. Semuanya ini merupakan kemungkaran yang harus dicegah.

Apakah boleh disobek-sobek? Jawabannya, kalau hanya disobek, dikhawatirkan masih tertinggal nama Allah, nama ar-Rahman, atau nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala yang lain. Atau bisa jadi masih tertinggal beberapa potong ayat yang tidak ikut tersobek.

Apakah boleh debu bekas pembakarannya dibiarkan saja diterbangkan oleh angin? Jawabannya, hal itu tidak menjadi masalah.Wallahul musta’an.”

(Fatawa Nurun ‘ala Darb, hlm. 389—391)

Sumber :
https://asysyariah.com/kertas-bertuliskan-ayat-al-quran/

Rabu, 12 Januari 2022

Bolehkah Meminta Tolong kepada Jin?


Inilah yang menjadi inti pembahasan kali ini. Bagaimana hukum meminta tolong kepada jin? Apakah agama memperbolehkannya ataukah tidak? Jika diperbolehkan, apakah kita bisa meminta tolong dalam semua urusan atau dalam urusan tertentu saja?

Kita mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus kepada tsaqalain—jin dan manusia—menyeru mereka kepada jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan agar beribadah hanya kepada-Nya. Jadi, apabila bangsa jin ingkar dan kafir kepada Allah, menurut nas dan ijmak, mereka akan masuk ke dalam neraka. Apabila mereka beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, menurut jumhur ulama, mereka akan masuk ke dalam syurga.  Jumhur ulama menegaskan pula bahwa tidak ada seorang rasul dari kalangan jin. Yang ada ialah pemberi peringatan dari kalangan mereka. (Majmu’ Fatawa, 11/169; Tuhfatul Mujib, hlm. 364)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaiminrahimahullah menjelaskan,

“Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa meminta bantuan kepada jin ada tiga bentuk:

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti menjadi pengganti dalam menyampaikan ajaran agama.

Contohnya, seseorang memiliki teman jin yang beriman. Jin tersebut menimba ilmu darinya. Maksudnya, jin tersebut menimba ilmu dari kalangan manusia. Setelah itu, dia menjadikan jin tersebut sebagai dai untuk menyampaikan syariat kepada kaumnya atau menjadikan dia pembantu dalam ketaatan kepada Allah. Yang seperti ini tidak mengapa.

Bahkan, terkadang ini terpuji dan termasuk dakwah kepada (jalan) Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sebagaimana yang terjadi saat sekumpulan jin menghadiri majelis Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam dan Al-Qur’an dibacakan kepada mereka. Selanjutnya, mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Di kalangan jin sendiri terdapat orang-orang yang saleh, ahli ibadah, zuhud. Di antara mereka juga ada ulama. Sebab, orang yang memberikan peringatan semestinya mengetahui tentang apa yang dia sampaikan. Dia sendiri juga taat kepada Allahsubhanahu wa ta’ala dalam memberikan peringatan tersebut.

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara yang diperbolehkan.

Hal ini diperbolehkan, dengan syarat bahwa wasilah (perantara) untuk mendapatkan bantuan jin tersebut adalah sesuatu yang boleh, bukan perkara yang haram. (Perantara yang tidak diperbolehkan) seperti bilamana jin itu tidak mau memberikan bantuan melainkan dengan (mendekatkan diri kepadanya dalam bentuk) menyembelih, sujud, atau selainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan sebuah riwayat bahwa Umar radhiallahu anhuterlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga mengganggu pikiran Abu Musaradhiallahu anhu. Kemudian, mereka berkata kepada Abu Musa radhiallahu anhu, “Sesungguhnya di antara penduduk negeri itu ada wanita yang memiliki teman dari kalangan jin. Bagaimana jika wanita itu disuruh mengutus jin temannya untuk mencari kabar di mana posisi Umar radhiallahu anhu?”

Lalu, dia melakukannya. Kemudian, jin itu kembali dan mengatakan, “Amirul Mukminin tidak apa-apa. Dia sedang memberikan tanda bagi unta zakat di tempat orang itu.”

Inilah bentuk meminta pertolongan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.

  1. Meminta bantuan jin dalam perkara yang diharamkan, seperti mengambil harta orang lain, menakut-nakuti mereka, atau semisalnya.

Hal ini sangat diharamkan dalam agama. Kemudian, apabila caranya itu adalah dengan kesyirikan, meminta tolong kepada mereka adalah syirik. Apabila wasilah itu bukan kesyirikan, hal itu akan menjadi suatu maksiat.

Misalnya, ada jin fasik yang berteman dengan manusia yang fasik. Manusia yang fasik itu lalu meminta bantuan kepada jin tersebut dalam perkara dosa dan maksiat. Meminta bantuan yang seperti ini hukumnya maksiat, tidak sampai batas kesyirikan. (al-Qaulul Mufid hlm. 276—277; Fatawa ‘Aqidah wa Arkanul Islam hlm. 212; dan Majmu’ Fatawa11/169)

Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan,

“Adapun masalah tolong-menolong dengan jin, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam firman-Nya,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan kalian tolong-menolong di dalam perbuatan dosa dan maksiat.” (al-Maidah: 2)

Boleh ber-ta’awun (kerja sama) dengan mereka. Akan tetapi, ada sesuatu yang harus Anda ketahui dahulu tentang mereka, yaitu dia bukanlah setan yang secara perlahan membantumu tetapi kemudian menjatuhkan dirimu dalam perbuatan maksiat dan menyelisihi agama Allah subhanahu wa ta’ala. Telah didapati, bukan hanya satu orang dari kalangan ulama yang dibantu oleh jin.” (Tuhfatul Mujib, hlm. 371)

Al-Lajnah ad-Daimah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) menjelaskan,

“Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka sebagai tempat bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan—seperti mengirimkan bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat—termasuk kesyirikan kepada Allah. Hal itu termasuk bersenang-senang dengan mereka. Terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya segala hajat termasuk dalam istimta’ (bersenang-senang) dengan mereka.

Meminta bantuan ini terjadi dengan cara mengagungkan jin, berlindung kepada mereka, kemudian meminta bantuan agar bisa tertunaikan segala yang dibutuhkan. Allahsubhanahu wa ta’ala berfirman,

وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعًا يَٰمَعۡشَرَ ٱلۡجِنِّ قَدِ ٱسۡتَكۡثَرۡتُم مِّنَ ٱلۡإِنسِۖ وَقَالَ أَوۡلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلۡإِنسِ رَبَّنَا ٱسۡتَمۡتَعَ بَعۡضُنَا بِبَعۡضٍ وَبَلَغۡنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِيٓ أَجَّلۡتَ لَنَاۚ

Dan ingatlah hari di mana Allah menghimpun mereka semuanya dan Allah berfirman, “Wahai segolongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia.” Kemudian berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia, “Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” (al-An’am: 128)

وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin itu menambah kepada mereka rasa takut.” (al-Jin: 6)

Meminta bantuan jin untuk mencelakai seseorang atau agar melindunginya dari kejahatan orang-orang yang jahat, hal ini termasuk kesyirikan. Barang siapa demikian keadaannya, niscaya tidak akan diterima shalat dan puasanya. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ

“Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya amalmu akan terhapus.” (az-Zumar: 65)

Barang siapa diketahui melakukan demikian, jenazahnya tidak dishalati, tidak diiringi, dan tidak dikuburkan di pekuburan orang-orang Islam.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 1/162—163)

Kesimpulan Hukum Meminta Bantuan Jin

Meminta bantuan kepada jin adalah boleh dalam perkara yang bukan maksiat. Meski demikian, kami memandang agar hal itu dihindari pada zaman ini, mengingat kebodohan yang sangat menyelimuti umat. Banyak orang yang tidak mengerti perkara yang mubah dan yang tidak mengandung maksiat, atau mana tata cara yang boleh dan tidak mengandung pelanggaran agama serta mana pula yang mengandung hal itu. Wallahu a’lam (ed).

Adapun apabila perkara itu adalah maksiat,  hukumnya bisa jatuh kepada tingkatan haram, yaitu bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan, bisa menjadi kafir yang mengeluarkan dari agama.

Wallahu a’lam.

Ditulis Oleh : Ustadz Abu Usamah Abdurrahman

Sumber :

https://asysyariah.com/bolehkah-meminta-bantuan-kepada-jin/