Rabu, 26 Desember 2018

DAKWAH TAUHID ADALAH JIHAD TERBESAR

  Ditulis oleh: Ustadz Muhammad as Seweed hafizhahullah

Problem umat Islam di Indonesia ini, atau bahkan di dunia hari ini, bukanlah kemiskinan atau keterpurukan ekonomi, bukan pula krisis kekuasaan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij.
Problem kaum muslimin terbesar pada hari ini adalah krisis ilmu tentang agama mereka sendiri. Akibatnya, mereka diombang-ambingkan oleh tipuan-tipuan musuh Islam. Ini tidak terjadi begitu saja, tetapi akibat makar yang dilancarkan sejak lama. Musuh-musuh Islam itu berupaya dengan berbagai cara agar kaum muslimin jauh dari agama mereka; sibuk dengan “sesuatu” yang lain sehingga lupa pada agama mereka sendiri. Tidak memahami tauhid. Tidak memahami Sunnah. Salah paham terhadap agama.
Berikutnya, mereka akan melancarkan serangan dengan berbagai cara.
Mereka tahu bahwa kalau kaum muslimin kembali ke jalan agama yang benar, niscaya menjadi jaya. Kaum muslimin akan kuat. Negeri mereka akan makmur dan mereka tidak mau lagi menjadi budak-budak musuh Islam. Akibatnya, musuh Islam tidak lagi bisa menyedot kekayaan negeri kaum muslimin dengan mudah. Martabat kaum muslimin semakin mulia dan mereka merdeka dengan sebenar-benarnya.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ 

“Kalau saja penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami bukakan untuk mereka barakah dari langit dan dari bumi ....” (al-A’raf: 96)

فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا

“... maka Allah akan memberi keputusan di antara kalian pada hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.” (an-Nisa: 141)

Mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa menang jika kaum muslimin kokoh di atas agama.
Berikutnya!
Mereka akan menanamkan ajaran-ajaran Islam “palsu”, yaitu berbagai aliran sesat dan kufur, untuk memecah belah kaum muslimin.
Mulailah bermunculan segala macam aliran sesat, agama baru, pemahaman nyeleneh yang didukung habis oleh media-media mereka. Ada Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, bahkan aliran wihdatul wujud ala Syekh Siti Jenar.

Mereka tidak peduli aliran apa pun, agama apa pun. Yang penting bagi mereka adalah ABI: Asal Bukan Islam. Maksudnya, asal bukan Islam yang benar. Asal bukan tauhid. Asal bukan sunnah. Asal bukan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman para sahabat.
Mereka akan mendukung aliran sesat apa pun. Sebab, mereka tahu bahwa semua aliran sesat, aliran kufur, pasti bertentangan dengan tauhid dan sunnah, dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan pertumpahan darah.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Abu Qilabah,
“Tidaklah satu kaum mengadakan ajaran baru, kecuali akan berakhir dengan pertumpahan darah.”

Inilah yang mereka harapkan.
Belum berubah strategi mereka. Devide et empera.

Jika cara ini tidak berhasil, mereka masih punya rencana B. Mereka menawarkan kepada para tokoh-tokoh ulama dan politisi untuk meleburkan semua agama (sinkretisme). Tentu dengan berbagai label yang menarik—Islam sejuk, Islam luwes, Islam bijak, Islam soft, Islam terbuka, Islam warna-warni—yang sesungguhnya hanya ungkapan lain untuk Islam liberal yang berupaya mendekatkan semua agama.
Mereka akan menggambarkan dengan indah bahwa ajaran tersebut dapat mempersatukan semua agama dan menenteramkan sebuah negara. Akan tetapi, sebenarnya semua itu mereka tawarkan agar kaum muslimin meninggalkan agama Islam yang sesungguhnya, yaitu agama amar makruf nahi mungkar:
Menyuruh kepada tauhid dan melarang kesyirikan.
Menyuruh kepada sunnah dan melarang kebid’ahan.

Bisa ditebak. Apa yang paling mereka benci? Siapa yang paling mereka musuhi?
Tentu dakwah tauhid dan sunnah beserta para pengusungnya.
Siapa pun, di mana pun, dari negara mana pun, jika mengajak kepada ajaran Islam yang benar, mengajak pada tauhid dan sunnah, niscaya akan diserang dengan berbagai tuduhan. Mereka akan dijatuhkan dengan berbagai cara, melalui berbagai media.
Itulah sunnatullah, kebiasaan yang diciptakan Allah di muka bumi ini.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا شَيَٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِي بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورًاۚ

“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh-musuhnya, yaitu setan-setan dari kalangan jin dan manusia.” (al-An’am: 112)

Jika nabi yang diutus oleh Allah, pembawa panji tauhid yang pertama dan utama, memiliki banyak musuh dari kalangan jin dan manusia, demikian pula para pengikutnya yang membawa apa yang beliau bawa, tentu juga akan memiliki banyak musuh.

Namun, inilah yang namanya jihad.

Mereka menyerang pembawa dakwah tauhid dan sunnah dengan berbagai peluru syubhat (baca: pengaburan dan tipu daya). Dari peluru yang berkaliber 4,5 hingga peluru yang berkaliber 12,7. Bahkan, kadang dengan bazoka dan bom. Mereka membombardir kita dengan tuduhan-tuduhan keji.
Apakah kita akan berhenti?
Tentu tidak!
Kita bukan pemecah belah umat.
Kita bukan pemberontak, bukan pengacau keamanan.
Kita bukan orang yang berbuat jahat atau membuat makar.
Kita hanya menasihati para pemilik hati dengan hujah yang pasti.
Kita hanya guru yang menyampaikan ilmu.
Kita para dai yang mengajak pada kebaikan dunia dan akhirat.
Kalau ajakan kita diterima, kita bersyukur kepada Allah yang menentukan hidayah. Jika tidak, kita akan berkata di hadapan Allah, “Ya Allah, kami sudah menyampaikan.”

وَمَا عَلَيۡنَآ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ

“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (Yasin: 17)

لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (al-Baqarah: 256)

Sumber :
   http://forumsalafy.net/dakwah-tauhid-adalah-jihad-terbesar/

⚪ WhatsApp Salafy Indonesia
⏩ Channel Telegram || http://telegram.me/forumsalafy

💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎

Senin, 24 Desember 2018

SEBUAH RENUNGAN, PERAYAAN TAHUN BARU

Ditulis: Oleh Al Ustadz Qomar ZA, LC Hafizhohhulloh

Anda ikut merayakan tahun baru, mengikuti siapa?

Perayaan tahun baru ternyata bukan sesuatu yang baru, bahkan ternyata itu adalah budaya yang sangat kuno, bebarapa umat melakukan. Perayaan itu, diantaranya adalah hari raya Nairuz, dalam kitab al Qomus. Nairuz adalah hari pertama dalam setahun, dan itu adalah awal tahun matahari.

Orang-orang Madinah dahulu pernah merayakannya sebelum kedatangan Rasulullah. Bila diteliti ternyata ternyata itu adalah hari raya terbesarnya orang Persia bangsa Majusi para penyembah api, dikatakan dalam sebagian referensi bahwa pencetus pertamanya adalah salah satu raja-raja mereka yaitu yang bernama Jamsyad.

Ketika Nabi datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang–senang merayakannya dengan berbagai permainan, Nabi berkata: ‘Apa dua hari ini’, mereka menjawab, ‘Kami biasa bermain-main padanya di masa jahiliyah’, maka Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر

“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.[Shahih, HR Abu Dawud disahihkan oleh asy syaikh al Albani]

Para pensyarah hadits mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua hari yang sebelumnya mereka rayakan adalah hari Nairuz dan hari Muhrojan [Mir’atul mafatih]
Di samping majusi, ternya orang-orang Yahudi juga punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha bagi muslimin.

Lalu Nashrani mengikuti jejak Yahudi sehingga mereka juga merayakan tahun baru. Dan mereka juga memiliki kayakinan-keyakinan tertentu terkait dengan awal tahun ini. [Bida’ Hauliiyyah]

Tidak menutup kemungkinan masih ada umat-umat lain yang juga merayakan awal tahun atau tahun baru, sebagaimana disebutkan beberapa sumber. Yang jelas, siapa mereka?, tentu, bukan muslimin, bahkan Majusi penyembah api nasrani penyemabah Yesus dan Yahudi penyembah Uzair.

Jadi siapa yang anda ikuti dalam perayaan tahun baru ini?

Lebih dari itu, ternyata perayaan tahun baru ini telah dihapus oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, bukankah anda ingat hadits di atas?, Nabi menghapus perayaan Nairuz dan Muhrojan dan mengganti dengan idul Fitri dan Adha.

Lalu, kenapa muslimin menghidup-hidupkan sesuatu yang telah dimatikan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Kata Ibnu Taimiyyah, Allah Subhanahuwata’ala mengganti (Abdala) konsekwensi dari kata Abdala (menggati) adalah benar-benarnya terhapus hari raya yang dulu dan digantikan dengan penggatinya, karena tidak bisa
berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan.

Tapi, kenyataannya justru tetap saja umat ini merayakan tahun baru, melanggar sabda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, sungguh benar berita kenabian Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam

« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » .قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »

“Benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga bila mereka masuk ke lubang binatang dhob (semacam biawak), maka kalian juga akan memasukinya. Kami berkata: Wahai Rasulullah Yahudi dan nashrani? Beliau berkata: Siapa lagi?[shahih, HR al Bukhori Muslim dan yang lain]

 

Kaum muslimin…
Belum lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama. Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.

Hampir semua atau semua yang terjadi adalah kerendahan dan kehinaan martabat manusia apalagi martabat muslim. Tentu kita semua, saya dan anda dan mereka, sebenarnya menyadari akan hal itu, lalu kapan kita akan meninggalkannya, mengapa masih saja memeriahkan acara tersebut, tidakkah kita kembali saja kepada kehormatan kita dan kemulian kita serta tentunya ajaran agama kita.

Bersihkan dari bercak-bercak perayaan tahun baru, joget, pentas musik yang identik dengan kerendahan moral, minuman-minuman keras dan obat-obat terlarang, pembauran antara lawan jenis yang merusak moral, sampai pada pesta hura-hura dengan pakaian minim, pamer aurat, pacaran dan perzinaan, apakah kita menginkari terjadinya hal itu?

Berbagai sumber berita menyebutkan bahwa penjualan alat kontrasepsi baik kondom atau yang lain meningkat tajam dari tahun ke tahun menjelang perayaan malam tahun baru. Miris, kenyataan yang memperihatinkan, inikah moral bangsa kita, dimana susila dan dimana ajaran agama? Bila anda seorang muslim
atau muslimah tidakkan takut dengan ancaman Allah Subhanahuwata’ala , Nabi shallahu alaihi asallam bersabda

إذا ظهر الزنا و الربافي قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله

”Tidaklah nampak pada sebuah daerah zina dan riba melainkan mereka telah menghalalkan adzab Allah untuk diri mereka”[Hasan, HR Abu Ya’la, al Hakim dan dihasankan oleh Asy Syaikh al Albani]

Juga, …

لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الأوجاع التيلم تكن في أسلافهم

“Tidaklah tampak pada suatu kaumpun perbuatan keji (zina, homoseks) sehingga mereka menampakkannya melainkan akan menyebar ditengah-tengah mereka penyakit-penyakit yang tidak pernah ada pada umat sebelumnya”[Shahih, HR al Baihaqi, disahihkan oleh Asy Syaikh al Albani]

Saudaraku muslim…Saudariku muslimah…Masihkan anda akan menodai diri anda….

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah Subhanahuwata’ala dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya (Yahudi dan Nashrani), kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.[QS :al Hadid:16]

Ingat, liang lahat menunggu kita semua…

Wassalamu alaikum…

***

sumber: http://salafy.or.id/

Kamis, 20 Desember 2018

Larangan Berfatwa Tanpa Bimbingan Salafushshalih

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Siapa saja yang mengatakan sesuatu dengan hawa nafsunya, yang tidak ada seorang imampun yang mendahuluinya dalam permasalahan tersebut, baik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ataupun para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh dia telah mengadakan perkara baru dalam Islam. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:‘Barangsiapa yang mengada-ada atau membuat-buat perkara baru dalam Islam maka baginya laknat Allah subhanahu wata’ala, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Allah subhanahu wata’ala tidak menerima infaq dan tebusan apapun darinya’.”

Al-Imam Ahmad rahumahullah berkata kepada sebagian muridnya:

“Hati-hati engkau, (jangan, -pen.) mengucapkan satu masalah pun (dalam agama pen.) yang engkau tidak memiliki imam (salaf, -pen.) dalam masalah tersebut.”

Beliau rahumahullah juga berkata dalam riwayat Al-Maimuni:

“Barangsiapa mengatakan sesuatu yang tidak ada imam atasnya, aku khawatir dia akan salah.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahumahullah berkata:

“Adapun para imam dan para ulama ahlul hadits, sungguh mereka semua mengikuti hadits yang shahih apa adanya bila hadits tersebut diamalkan oleh para sahabat, generasi sesudah mereka (tabi’in) atau sekelompok dari mereka. Adapun sesuatu yang disepakati oleh salafush shalih untuk ditinggalkan maka tidak boleh dikerjakan. Karena sesungguhnya tidaklah mereka meninggalkannya melainkan atas dasar ilmu bahwa perkara tersebut tidak (pantas, -pen.) dikerjakan.”

(An-Nubadz Fi Adabi Thalabil ‘Ilmi, hal. 113-115)

Sumber :

http://mahad-assalafy.com/larangan-berfatwa-tanpa-bimbingan-salafushshalih/

http://asysyariah.com/larangan-berfatwa-tanpa-bimbingan-salafushshalih/

Senin, 26 November 2018

Ketika Sunnah Nabi Diolok-olok

Ditulis oleh : Ustad Qomar Suaidi Hafizhahullah

Istihza’ (mengolok-olok) Sunnah Nabi berarti mengolok-olok Islam. Ini adalah perbuatan besar namun dinilai oleh sebagian orang sebagai suatu hal yang biasa. Bahkan terkadang dianggap lelucon yang menggelikan sehingga seolah-olah ketika melakukannya tidak menanggung dosa atau tanggung jawab apapun. Padahal perbuatan itu dinilai oleh syariat sangat berbahaya dalam segala keadaannya.
Terjadi di zaman Nabi ketika beliau bersama kaum muslimin pergi menuju perang Tabuk maka dalam sebuah majlis seseorang berkata: “Kami tidak melihat ada yang lebih rakus, lebih dusta, dan penakut seperti para pembaca Al Qur’an kita itu (dia maksudkan para sahabat Nabi).” Maka seseorang menanggapinya: “Kamu dusta, bahkan kamu adalah munafik. Saya benar-benar akan sampaikan kepada Rasulullah.” Maka berita itu sampai kepada Rasulullah dan turunlah ayat Al Qur’an kepada beliau. Abdullah bin Umar ? mengatakan: “Saya melihat orang itu bergelanyut pada tali unta Rasulullah dan kakinya tersandung-sandung batu sambil mengatakan: “Wahai Rasulullah kami hanya main-main.” Namun Rasulullah terus membacakan ayat: “Apakah dengan Allah , ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Jangan kalian cari udzur, kalian telah kafir setelah iman kalian” (At Taubah: 65-66) [Hasan, HR Ibnu Abi Hatim dan Ath Thabari dan dihasankan oleh Asy Syaikh Muqbil dalam Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul, 108] Mengomentari masalah ini Asy Syaikh Sulaiman bin Abdillah mengatakan: “Para ulama telah bersepakat atas kafirnya orang yang melakukan sesuatu darinya, maka barangsiapa yang mengolok-olok Allah atau kitab-Nya, atau Rasul-Nya, atau Agama-Nya, maka dia telah kafir secara ijma’ (kesepakatan para ulama) walaupun main-main dan tidak memaksudkan mengolok-oloknya .” (Taisir Al ‘Azizil Hamid hal. 617)
Hal yang serupa ditegaskan oleh Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di, katanya: “Barangsiapa mengolok-olok sesuatu dari kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya yang shahih atau melecehkannya atau merendahkannya, maka dia telah kafir terhadap Allah Yang Maha Besar.” (Taisir Al Karimir Rohman, 343)
Bahkan Asy Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Barangsiapa mengolok-olok salah satu dari As Sunnah berarti ia mengolok-olok semuanya, karena yang terjadi pada orang tersebut (pada kisah di atas-red) bahwa mereka mengolok-olok Rasul dan para shahabatnya sehingga turunlah ayat ini. Kalau begitu mengolok-olok perkara ini saling terkait.” (Kitabut Tauhid, 39)
Lalu bagaimana kalau mengolok-olok ilmu dan orang yang berilmu apakah termasuk dalam hukum ini ?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjelaskan masalah ini, katanya: “Yang benar dalam masalah ini adalah dirinci. Kalau mengolok-olok ilmu syariat atau orang yang berilmu karena ilmunya maka yang demikian merupakan kemurtadan, tidak ada keraguan dalam masalah itu karena itu adalah perbuatan merendahkan dan meremehkan sesuatu yang Alloh agungkan dan mengandung penghinaan dan pendustaan terhadapnya. Adapun mengolok-olok orang yang berilmu dari sisi lain seperti pakaian atau ambisinya terhadap dunia atau kebiasaannya yang tidak sesuai dengan kebiasaan manusia yang tidak ada hubungannya dengan syariat, atau sebab yang serupa dengan itu maka yang semacam ini tidak sampai murtad karena perbuatannya ini tidak berkaitan dengan agama tetapi berkaitan dengan perkara lain.” (footnote Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz terhadap Fathul Majid hal. 526)
Bila demikian bahayanya mencela Sunnah Nabi, maka para ulama menjadikan ukuran hidayah dengan istiqomahnya seseorang di atas As Sunnah. Sebaliknya mereka menilai seseorang yang mencela Sunnah Nabi berarti perlu diragukan keistiqomahannya di atas hidayah.
Al Imam Al Barbahari mengatakan: “Jika kamu dengar seseorang mencela As Sunnah atau menolak As Sunnah atau mencari selain As Sunnah, maka tuduhlah dia pada keislamannya dan jangan kamu ragu bahwa dia adalah pengikut hawa nafsu, ahli bid’ah.” (Syarhus Sunnah, hal. 51, Ta’dhimus Sunnah, hal. 29)
Abul Qosim Al Ashbahani mengatakan: “Ahlus Sunnah dari kalangan Salaf mengatakan bahwa jika seseorang mencela As Sunnah maka semestinya ia perlu diragukan keislamannya.” (Al Hujjah fii Bayanil Mahajjah, 2/428, Ta’dhimus Sunnah, hal. 29)
Ayyub As Sikhtiyani berkata: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan As Sunnah lalu dia mengatakan: “Tinggalkan kami dari yang ini dan beri tahu kami degan Al Qur’an, maka ketahuilah bahwa dia itu sesat.” (Miftahul Jannah, hal. 137)
Orang yang melakukan perbuatan semacam ini berada dalam keadaan yang sangat berbahaya sehingga Imam Ahmad mengatakan: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi maka dia berada di atas jurang kebinasaan.” (Tabaqat Al Hanabilah, 2/15, Ta’dhimus Sunnah, hal. 29)
Semestinya ketika melihat sesuatu yang berkaitan dengan keagamaan dan sesuai dengan Sunnah Nabi, jangan sampai kita mengolok-olok atau menghina, merendahkan, mengejek, atau menjadikannya bahan tertawaan atau semacamnya. Walaupun As Sunnah itu bertentangan dengan adat istiadat atau kita menganggapnya asing dan aneh serta belum bisa melakukannya. Mestinya kita mendukung dan meminta ampun kepada Allah karena belum bisa melaksanakannya, bukan malah mengejek.
Semoga Allah selalu memberikan taufik-Nya kepada kita untuk selalu melakukan apa yang ia ridhai dan cintai.

Sikap Ulama Salaf Terhadap Penentang Sunnah

Para ulama Salaf (shahabat Rasulullah dan orang yang mengikuti jejak mereka) adalah orang-orang yang sangat tinggi ghirah-nya (semangatnya) terhadap Sunnah Nabi. Mereka makmurkan jiwa mereka dengan As Sunnah sehingga tatkala muncul dari seseorang sikap menyangkal As Sunnah atau enggan untuk tunduk terhadap aturan As Sunnah, secara spontan mereka ingkari dengan pengingkaran yang tegas sebagai nasehat dan peringatan. Hal itu nampak jelas dalam kisah-kisah yang sampai kepada kita, diantaranya:
Ketika Abdullah bin Umar mengatakan, saya mendengar Nabi bersabda:
“Jangan kalian larang istri-istri kalian ke masjid jika mereka minta ijin ke sana”
maka Bilal bin Abdillah mengatakan: “Demi Allah aku sungguh-sungguh akan melarang mereka.” Maka Abdullah bin Umar menghadap kepadanya dan mencaci makinya. (Yang meriwayatkan kisah ini mengatakan : “Saya tidak pernah mendengar dia mencaci maki seperti itu sama sekali.”). Dan mengatakan, aku katakan kepadamu ”Bersabda Rasulullah“ lalu kamu katakan “Demi Allah aku akan melarang mereka ?!” (Shahih, HR Muslim no.988)
Kejadian lain dialami oleh sahabat Ubadah bin Ash Shamit ketika beliau menyebutkan bahwa Nabi melarang menukar satu dirham dengan dua dirham dan ada seseorang yang mengatakan: “Menurut saya tidak mengapa ?!”. Maka beliau berkata: “Demi Allah jangan sampai ada satu atap menaungi saya dan kamu.” (Shahih, HR Ad Darimi 1/118 dan Ibnu Majah 1/20 no. 18, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani, Ta’dhimus Sunnah, 37). Demikian pula yang dialami oleh sahabat Abu Sa’id Al Khudri dengan seorang penyangkal As Sunnah.
Begitu tegas sikap para shahabat Nabi terhadap orang-orang yang menyangkal hadits. Hal ini tidak lain karena kedalaman ilmu mereka tentang kedudukan Sunnah Nabi dalam syariat dan tentang bahayanya sikap penentangan semacam ini, serta dibarengi dengan kecemburuan yang tinggi terhadap As Sunnah. Sepintas lalu sikap mereka itu tampak begitu keras atau kaku dan tak kenal kompromi, dan barangkali dipandang oleh sebagian orang tidak pantas dilakukan. Tetapi cobalah kita menengok sejenak bahwa contoh tersebut adalah perbuatan para shahabat Nabi, orang-orang terbaik umat ini dengan rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya. Justru yang tidak pantas adalah ketika kita mengatakan bahwa perbuatan mereka itu tidak pantas. Penilaian seperti itu tentu karena kurangnya ilmu tentang kedudukan Sunnah Nabi, juga karena ghirah keagamaan yang lemah dari dalam hati sanubari dan karena tidak memahami bahayanya perbuatan lancang semacam ini.
Allah ? berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Hujurat: 1)
Oleh karenanya kita perlu introspeksi diri sekaligus berhati-hati karena kita hidup di zaman yang kondisinya sangat jauh dari norma-norma kenabian. Sunnah Nabi begitu asing untuk kita terapkan sehingga didapati hakekat-hakekat permasalahan telah terbalik, sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud:
“Bagaimana dengan kalian jika fitnah yang membuat pikun orang dewasa dan membuat anak kecil menjadi besar itu menyeliputi kalian ? Bahkan manusia justru menjadikan (sesuatu yang bukan Sunnah) sebagai Sunnah. Jika ditinggalkan sedikit saja darinya akan dikatakan: “Sunnah telah ditinggalkan.” Orang-orang bertanya kepada Ibnu Mas’ud: ”Kapan itu terjadi ?” Diapun menjawab: “Jika ulama kalian telah meninggal dunia, pembaca Al Qur’an semakin banyak tapi orang-orang yang paham agama semakin sedikit, pimpinan kalian semakin banyak, orang yang jujur semakin sedikit, dan dunia dicari dengan menggunakan amalan akhirat serta selain ilmu agama (semakin banyak) dipelajari.” (Shahih, Riwayat Ad Darimi: 1/64 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Qiyamu Ramadhan)

Sumber :
http://buleti6n-alilmu.net/2006/09/17/ketika-sunnah-nabi-diolok-olok/

Jumat, 26 Oktober 2018

IKHWANUL MUSLIMIN DAN KELOMPOK SURURIRIYYAH TURATSIYYAH

IKHWANUL MUSLIMIN* & KELOMPOK SURURIRIYYAH TURATSIYYAH DI ATAS MANHAJ KHAWARIJ. MEREKA MEMILIKI MAKAR JAHAT TERHADAP NEGARA KAUM MUSLIMIN DAN PENGUASANYA SERTA TERHADAP DAKWAH AHLUSSUNNAH & PARA ULAMANYA DI BERBAGAI TEMPAT.

*) Semisal kelompok Ikhwanul Muslimin ini adalah kelompok ISIS, al-Qaida dll termasuk berbagai ormas, yayasan atau organisasi yang sering menjadi provokator membangkitkan kebencian ummat terhadap penguasanya sehingga memicu terjadinya kudeta, pemberontakan, pertumpahan darah, kerosakan harta benda di berbagai tempat.
**) Termasuk yang sejalan dengan kelompok Sururiyyah Turatsiyyah ini adalah orang orang yang berjalan di atas jalannya al-Maghrawi, al-Ma'ribi, al-'Arifi, al-Hajuri, ar-Ruhaili, al-Halabi, Muhammad al-Imam dll. Mereka antara satu dengan yang lain saling bahu membahu memerangi ulama sunnah yang telah menjelaskan kedok dan penyimpangan mereka selama ini. (-ed.)

TUJUAN KHAWARIJ/TERORIS ADALAH MERAIH KEKUASAAN, BUKAN MENEGAKKAN ISLAM!!

(➊-i) ❱ Asy-Syaikh Fawwaz bin Ali al-Madkhaly hafizhahullah berkata:

{ ‏الخوارج يشابهون الروافض في جعل الخلافة والحكم أساس الدين، فإذا لم توجد خلافة وحكم سقطت الشرائع بزعمهم. }

[+] “KHAWARIJ
•) menyerupai Rafidhah dalam hal menjadikan khilafah dan kekuasaan sebagai dasar agama,
= sehingga jika tidak ada khilafah dan kekuasaan, menurut mereka syari’at gugur.”

PRINSIP POKOK SURURY

(➊-ii) ❱ Asy-Syaikh Hamid Khamis al-Junaiby hafizhahullah berkata:

{ ‏المنهج السروري قائم على فصل ارتباط الناس بأهل العلم ليربطوهم بأنفسهم، وهو نفسه ما يصنعه بعضهم اليوم بطعنه في مخالفيه بالكذب. }

[+] “MANHAJ SURURY BERDIRI
•) di atas upaya memisahkan ikatan manusia dengan para ulama agar mereka bisa mengikat manusia dengan diri mereka,
= dan hal itu sama dengan yang dilakukan oleh sebagian mereka pada hari ini dengan mencela orang-orang yang berseberangan dengan mereka dengan kedustaan.”

SURURIYYAH ADALAH AL-IKHWANUL MUSLIMUN YANG BERKEDOK SALAFIYYAH

(➊-iii) ❱ Asy-Syaikh Dr. Ahmad bin Mubarak bin Qadzlan al-Mazru'iy hafizhahullah berkata:

{ احذروا السرورية منهج خطير ذو ظاهر جذاب وباطن إخواني فتان. }

[+] “Waspadailah kelompok Sururiyyah,
•) sebuah manhaj yang sangat berbahaya, penampilannya mempesona, namun hakekatnya adalah kelompok al-Ikhwanul Muslimun yang sangat besar fitnahnya.”

•• // ~~ // ••

JANGAN TERTIPU DENGAN KEDEKATAN IM DAN SURURIYYAH KEPADA PEMERINTAH

(➊-iv) ❱ Asy-Syaikh Dr. Muhammad Ghalib hafizhahullah berkata:

{ ‏قرب الإخوان والسرورية من الحاكم وإظهارهم التأييد له لا يكفي، بل لا بد أن ينقضوا منهجهم ويبينوا ضلاله ويعلنوا فساده طاعة لله ودفاعا عن دينه. }

[+] “Kedekatan Ikhwanul Muslimun (IM) dan Sururiyyah kepada pemerintah dan menampakkan dukungan kepada mereka saja TIDAKLAH CUKUP,
•) tetapi harus menghancurkan prinsip mereka
•) dan menjelaskan kesesatannya
•) serta mengumumkan kerusakannya,
= sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan pembelaan terhadap agama-Nya.”

SURURIYYAH = TERORIS

(➊-v) ❱ Asy-Syaikh Muhammad Aman al-Jamy rahimahullah berkata:

{ انتبهوا للسرورية فهي شرٌّ كالحرورية. }

[+] “Waspadailah kelompok Sururiyyah, karena mereka jahat seperti kelompok Haruriyyah (teroris radikal Khawarij)!”

📚[Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, kaset no. 18]

(02)
•• // ~~ // ••

DAKWAH AHLUS SUNNAH BUKAN UNTUK MERAIH KEKUASAAN

(➊-vi) ❱ Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata:

{ ليس منهج الدعوة أننا ندعو إلى الحكم وندعو إلى السلطة، بل ندعو إلى الدين إلى التوحيد. }

[+] “BUKAN MANHAJ DAKWAH dengan kita mengajak untuk meraih pemerintahan dan untuk meraih kekuasaan,
√ - tetapi kita mengajak kepada agama dan kepada tauhid (yang murni, ed).”

📚[Wujubu Luzumil Jama’ah, hlm. 26]

•• // ~~ // ••

BANYAK PARA PENYUSUP DI TENGAH-TENGAH SALAFIYYUN DARI KALANGAN HIZBIYYUN

(➊-vii) ❱ Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmy rahimahullah berkata:

{ وقد ثبت لدينا أن هناك أناسٌ يدخلون في السلفية لا من أجل تكثير سواد السلفيين، ونصرة الحق، والتعاون على البر والتقوى، ولكن من أجل إشاعة الفوضى بين السلفيين، ونشر بذور الخلافات التي لا تنتهي، بل تُزهِّد في اتِّبَاع المنهج السلفي. وهذه مكائد يبثها الأعداء من حدادية، وإخوانية، وسرورية، وقطبية وغيرهم. }

[+] “Sungguh kami memiliki bukti yang kuat bahwa ada orang-orang yang masuk ke dalam dakwah salafiyyah bukan untuk memperkuat salafiyyun, atau untuk membela kebenaran, atau untuk saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan,

[+] tetapi tujuannya untuk menyebarkan kekacauan di tengah-tengah salafiyyun dan menyebarkan bibit-bibit perselisihan yang tidak ada henti, bahkan berusaha membuat manusia membenci untuk mengikuti manhaj salafy.

= Dan hal-hal semacam ini merupakan makar yang disebarkan oleh musuh-musuh dari kelompok Haddadiyyah, Ikhwaniyyah, Sururiyyah, Quthbiyyah, dan selain mereka.”

📚[Risalah al-Imam an-Najmy li asy-Syaikh Abi Fadhl Muhammad bin Umar ash-Shuwa’iy, tertanggal 26 Jumadal Ula 1427H]

TIDAKLAH MEMUJI KHAWARIJ KECUALI DIA SEORANG KHARIJI

(➋) ❱ Asy-Syaikh Al-'Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan hafizhahullah wara'ahu

[ Pertanyaan ]

{ ما الموقف ممن يثني على الخوارج ويدافع عنهم ويصفهم بالمصالحين أو يسكت عن بدعهم و تكفيرهم؟ }

Bagaimana sikap terhadap orang yang memuji khawarij dan membela-bela mereka, dan menyifatinya sebagai para pembawa perbaikan atau dia mendiamkan bid'ah dan tindakan pengkafiran mereka?

[ Jawaban ]

{ الذي يدافع عن الخوارج ويروج مذهبهم هذا خارجي حكمه حكم الخوارج لأنه رضي بقولهم ونشر ودعى إليه فهو خارجي يعامل معاملة الخوارج، ويحذر منه، نعم. }

[+] “Orang yang membela-bela khawarij dan mempromosikan madzhab mereka, maka orang ini adalah seorang Khariji.
•) Hukumnya sebagai hukum khawarij, karena dia ridha dengan ucapan mereka, menyebarkan dan mengajak ke arahnya, sehingga dia jadi khariji, disikapi dengan menyikapi para khawarij, dan ditahdzir darinya. Na'am.” [ Unduh: http://bit.ly/2AsT7R9 ]

Url: http://bit.ly/Fw400216 { Judul dari Admin }
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber:
(➊) @ForumSalafy
i / Dari: https://goo.gl/R7KCSk
ii / Dari: https://goo.gl/iBQHHJ
iii / Dari: https://goo.gl/uhTDd1
iv / Dari: https://goo.gl/TfBgna
v / Dari: https://goo.gl/qDMQdr
vi / Dari: https://goo.gl/cEekWW
vii / Dari: https://t.me/Sniperbenefits/1741
(➋) @SalafyKawunganten - Mift@h_Udin
/ Dari: https://t.me/al_salafia_4/2651 / Dari: alFawzan•af•org•sa {https://goo.gl/QYKhKF}

Kamis, 04 Oktober 2018

PERBUATAN SYIRIK IBARAT SARANG LABA-LABA

Oleh : Al-Ustadz Qomar Suaidi hafizhahullah

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (al-Ankabut: 41)

Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkan bahwa para sesembahan itu lemah, dan orang yang menjadikan mereka sebagai para penolong lebih lemah dari mereka. Dalam hal kelemahan, mereka dan apa yang mereka perbuat - menjadikan selain Allah subhanahu wa ta'ala sebagai para penolong atau penyelamat- bagaikan laba-laba yang membuat sarang. Sarang laba-laba termasuk tempat tinggal yang paling lemah.

Permisalan ini mengandung penjelasan bahwa orang-orang musyrik berada dalam keadaan yang paling lemah saat mereka menjadikan selain Allah subhanahu wa ta'ala sebagai para wali mereka. Mereka tidak mendapatkan manfaat dari para sesembahan yang mereka jadikan sebagai penolong mereka, selain hanya kelemahan.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala:
“Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (QS Maryam: 81—82)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman pula:
“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.” (Yasin: 74—75)

Allah subhanahu wa ta'ala juga berfirman setelah menyebutkan penghancuran terhadap umat-umat yang musyrik:
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Rabbmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka selain kebinasaan belaka.” (Hud: 101)

Inilah empat tempat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa siapa saja yang menjadikan selain Allah subhanahu wa ta'ala sebagai penolong atau penyelamat, memperkokoh dan berbangga diri dengannya, serta meminta pertolongan darinya, hakikatnya mereka tidak memperoleh melainkan kebalikannya. Di dalam Al-Qur’an terdapat lebih banyak dari itu.

Ini termasuk permisalan yang sangat bagus dan paling tepat menunjukkan kebatilan perbuatan syirik serta kerugian pelakunya dan perolehan yang berlawanan dengan maksudnya.

Jika dikatakan, “Mereka mengetahui bahwa selemah-lemah tempat tinggal adalah sarang laba-laba. Akan tetapi, mengapa ditiadakan pengetahuan mereka tentang hal itu dengan firman-Nya, "Seandainya mereka mengetahui?"

Jawabnya, Allah subhanahu wa ta'ala tidak meniadakan pengetahuan mereka tentang lemahnya sarang laba-laba. Yang ditiadakan oleh Allah adalah pengetahuan mereka bahwa penyembahan mereka terhadap selain Allah subhanahu wa ta'ala bagaikan laba-laba yang membuat sarangnya. Seandainya mereka mengetahui hal itu, tentu mereka tidak akan melakukannya.

Akan tetapi, mereka mengira bahwa perbuatan mereka menjadikan selain Allah subhanahu wa ta'ala sebagai wali mereka akan berfaedah bagi mereka. Namun, kenyataan yang terjadi bertolak belakang dengan apa yang mereka sangka.

📖 Kitab I’lam al-Muwaqqi’in 1/204—205

📑 Sumber:

Http://asysyariah.com/perbuatan-syirik-ibarat-sarang-laba-laba/

•••┈••••○❁📖❁○••••┈•••
✒️📑 Publikasi Salafy Baturaja
🌏 Channel Telegram: https://t.me/salafybaturaja
▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫

Jumat, 28 September 2018

MUSUH-MUSUH DAKWAH TAUHID

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Luqman Ba'abduh Hafizhohullah
------------------------------------------------

Sebagaimana dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dakwah yang mengajak kepada tauhid niscaya akan menghadapi musuh-musuh yang tiada henti-hentinya untuk memadamkan cahaya tauhid di muka bumi ini. Daulah Utsmani, yang merupakan representasi kelompok Shufi, yang juga diagungkan banyak kelompok pergerakan Islam, adalah salah satunya. Bagaimana kisah selengkapnya, simak kajian berikut!

Telah menjadi sunnatullah, Allah telah menetapkan adanya musuh-musuh yang senantiasa menghalangi dakwah menuju tauhid dan upaya-upaya untuk menegakkan syariat Islam. Mereka bisa datang dari kaum kafir ataupun dari kalangan kaum munafiqin yang memakai baju Islam yang merasa terusik kepentingannya dan khawatir terbongkar kedok dan syubhat-syubhatnya. Hal ini sebagaimana Allah tegaskan di dalam firman-Nya:

“Dan demikianlah, kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lainnya perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

“Dan demikianlah, kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh dari kalangan orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabb mu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong.” (Al-Furqan: 31)

Begitu pula dakwah yang dilakukan para ulama pewaris nabi, yang selalu berdakwah untuk memurnikan tauhid serta menegakkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara mereka adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang telah berupaya memurnikan tauhid umat serta mengajak mereka untuk menegakkan syariat Islam. Namun musuh-musuh dakwah beliau tidak rela terhadap apa yang beliau lakukan.

Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menyimpulkan musuh yang menghalangi dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam tiga jenis:

1. Para ulama suu` yang memandang Al-Haq sebagai suatu kebatilan dan memandang kebatilan sebagai Al-Haq, dan berkeyakinan bahwa pembangunan (kubah-kubah) di atas kubur serta mendirikan masjid di atas kubur-kubur tersebut, kemudian berdoa, ber-istighatsah kepadanya serta amalan yang serupa dengan itu, adalah bagian dari agama dan petunjuk (yang benar, pent). Dan mereka berkeyakinan bahwa barangsiapa mengingkari hal itu berarti dia telah membenci orang-orang shalih, serta membenci para wali. Jenis yang pertama ini adalah musuh yang harus diperangi.

2. Jenis yang kedua adalah orang-orang yang dikenal sebagai ulama, namun mereka tidak mengerti tentang hakekat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang sebenarnya. Mereka tidak mengetahui pula tentang kebenaran dakwah beliau bahkan cenderung bertaqlid kepada yang lain, serta membenarkan setiap isu negatif yang dihembuskan ahli khurafat dan para penyesat. Sehingga mereka menyangka berada di atas kebenaran atas isu-isu negatif yang dituduhkan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahwasanya beliau membenci para wali dan para nabi, serta memusuhi mereka dan mengingkari kekeramatannya. Sehingga mereka memusuhi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan mencela dakwahnya serta membuat orang antipati terhadap beliau.

3. Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya. Mereka memusuhi beliau agar kekuatan para pengikut dakwah Islamiyyah tersebut tidak sampai menyentuh mereka, yang akan menurunkan mereka dari posisinya serta menguasai negeri-negeri mereka.

-sekian dari Asy-Syaikh Ibnu Baz 1.

Faktanya, musuh-musuh dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah banyak diperankan oleh:

1. Kaum kafir Eropa
Inggris, Prancis, dan lainnya, yang tengah berkuasa dan menjajah negeri-negeri Islam pada waktu itu. Mereka menganggap bahwa dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang bertujuan memurnikan tauhid dan menegakkan syariat, merupakan suatu kekuatan besar yang dapat mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri jajahan-nya. Karena dakwah beliau ini telah berhasil menyatukan umat dalam naungan aqidah tauhid di sejumlah negeri. Selain di daerah Najd, ternyata dakwah beliau telah berhasil menyentuh muslimin di negeri lainnya seperti di Afrika Utara yang mayoritasnya adalah negeri-negeri jajahan Inggris dan Prancis, India sebagai jajahan Inggris, dan tak luput pula Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini membuat para penjajah kafir itu geram dan mengkhawatirkan bangkitnya muslimin di negeri jajahannya. Sehingga mereka pun berupaya untuk menjauhkan kaum muslimin dan membuat mereka antipati terhadap dakwah tauhid yang dilancarkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab 2. Hal ini mereka lakukan dengan cara:

a. Menebarkan isu-isu negatif dan dusta tentang dakwah tauhid di tengah-tengah muslimin melalui para misionaris mereka, baik secara lisan maupun tulisan.

b. Memprovokasi dan mempengaruhi pemerintahan Dinasti ‘Utsmani untuk membenci dan memerangi dakwah tauhid, dan dikesankan kepada mereka bahwa dakwah mulia tersebut sebagai ancaman besar bagi eksistensi Daulah ‘Utsmaniyyah 3.

c. Pemberian bantuan pasukan dari pemerintahan penjajah Inggris maupun Prancis kepada Dinasti ‘Utsmani dalam upayanya menyerang dakwah tauhid 4.

Di antara bukti yang menunjukkan provokasi mereka terhadap Dinasti ‘Utsmani untuk memusuhi dan menyerang dakwah tauhid adalah adanya penyerangan tentara Dinasti ‘Utsmani terhadap kota Ad-Dir’iyyah sebagai pusat dakwah tauhid di bawah pimpinan Ibrahim Basya pada tahun 1816 M atas perintah ayahnya Muhammad Ali Basya, Gubernur Mesir ketika itu, yang bersekongkol dengan penjajah Prancis.
Karena keberhasilannya atas penyerangan ke negeri Ad-Dir’iyyah itu, Pemerintah Inggris mengirimkan utusannya, yaitu Kapten George Forster Sadleer, untuk menyampaikan ucapan selamat secara khusus dari Pemerintahan Inggris atas keberhasilan Dinasti ‘Utsmani menghancur-kan Ad-Dir’iyyah 5.

2. Daulah ‘Utsmaniyyah
Yang tak kalah gencar pula adalah permusuhan pemerintahan Dinasti ‘Utsmani yang telah terprovokasi kaum kafir penjajah. Keadaan ini diperburuk oleh para mufti pemerintahan Dinasti ‘Utsmani yang notabene beraqidah tashawwuf. Siang dan malam mereka memprovokasi pemerintah untuk memerangi dakwah tauhid di Najd, baik di masa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhabrahimahullah masih hidup, ataupun permusuhan mereka terhadap dakwah tauhid sepeninggal beliau. Tercatat dalam sejarah, beberapa kali ada upaya penyerangan yang dilakukan Dinasti ‘Utsmani terhadap Negeri Najd dan kota-kota yang ada di dalamnya yang terkenal sebagai pusat dakwah tauhid. Di antaranya apa yang terjadi di masa Sultan Mahmud II, ketika memerintahkan Muhammad ‘Ali Basya untuk menyerang kekuatan dakwah tauhid di Najd. Tentara Muhammad ‘Ali Basya dipimpin oleh anaknya Ibrahim Basya dalam sebuah pasukan besar dengan bantuan militer dari negara-negara kafir Eropa. Pada akhir tahun 1232 H, mereka menyerang kota ‘Unaizah dan Al-Khubra` serta berhasil menguasai Kota Buraidah. Sebelumnya, pada bulan Muharram 1232 H, tepatnya tanggal 23 Oktober 1818 M, mereka berhasil menduduki daerah Syaqra’ dalam sebuah pertempuran sengit dengan strategi tempur penuh kelicikan yang diatur oleh seorang ahli perang Prancis bernama Vaissiere. Bahkan dalam pasukan Dinasti ‘Utsmani yang menyerang Najd pada waktu itu didapati 4 orang dokter ahli berkebangsaan Itali. Nama-nama mereka adalah Socio, Todeschini, Gentill, Scots. Nama terakhir ini adalah dokter pribadi Ibrahim Basya. Demikian juga didapati perwira-perwira tinggi Eropa yang bergabung dalam pasukan Dinasti ‘Utsmani dalam penyerangan tersebut 6. Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti ‘Utsmani telah bersekongkol dengan negara-negara kafir Eropa di dalam memerangi dakwah tauhid, yang tentunya hal ini mengundang amarah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi sebab terbesar hancurnya Daulah ‘Utsma-niyyah. Belum lagi kondisi tentara dan pasukan tempur Dinasti ‘Utsmani yang benar-benar telah jauh dari bimbingan Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan sejarawan berke-bangsaan Mesir yang sangat terkenal, yaitu Abdurrahman Al-Jabrati. Ketika menyam-paikan kisah tentang kondisi pasukan Dinasti ‘Utsmani dan membandingkannya dengan pasukan tauhid di Najd, yang beliau nukil dari penjelasan salah seorang perwira tinggi militer Mesir yang menceritakan tentang kondisi pertempuran yang terjadi pada tahun 1227 H yang dipimpin Ahmad Thusun, putra Muhammad ‘Ali Basya, beliau menyatakan:
“…dan beberapa perwira tinggi mereka (tentara Mesir, pent.) yang menyeru kepada kebaikan dan sikap wara’ telah menyampaikan kepadaku bahwa mana mungkin kita akan memperoleh kemenangan, sementara mayoritas tentara kita tidak berpegang dengan agama ini. Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak beragama dengan agama apapun dan tidak bermadzhab dengan sebuah madzhab pun. Dan berkrat-krat minuman keras telah menemani kita. Di tengah-tengah kita tidak pernah terdengar suara adzan, tidak pula ditegakkan shalat wajib. Bahkan syi’ar-syi’ar agama Islam tidak terbetik di benak mereka. Sementara mereka (tentara Najd, pent), jika telah masuk waktu shalat, para muadzin mengumandangkan adzan dan pasukan pun segera menata barisan shaf di belakang imam yang satu dengan penuh kekhusyu’an dan kerendahan diri. Jika telah masuk waktu shalat, sementara peperangan sedang berkecamuk, para muadzin pun segera mengumandangkan adzan. Lalu seluruh pasukan melakukan shalat khauf, dengan cara sekelompok pasukan maju terus bertempur sementara sekelompok yang lainnya bergerak mundur untuk melakukan shalat. Sedangkan tentara kita terheran-heran melihat pemandangan tersebut. Karena memang mereka sama sekali belum pernah mendengar hal yang seperti itu, apalagi melihatnya.” –sekian

Kalau kisah tersebut disampaikan salah seorang perwira tinggi militer Mesir, maka Abdurrahman Al-Jabrati sendiri juga menceritakan tentang pertempuran yang terjadi pada tahun 1233 H yang dipimpin Ibrahim Basya dalam menghancurkan Ad-Dir’iyyah, yang tidak jauh berbeda dari kisah yang disampaikan sang perwira tinggi tersebut di atas. Lihat penjelasan tersebut dalam kitab Al-Jabrati, IV/140.8

Dinasti ‘Utsmani melengkapi kekejaman dan permusuhannya terhadap dakwah tauhid dengan menawan Al-Amir Abdullah bin Su’ud, sebagai salah satu penerus dan pembela dakwah tauhid yang telah menginfakkan jiwa dan hartanya dalam menegakkan kalimat tauhid serta syariat Islam. Beliau dikirim ke Mesir dan selanjutnya dikirim ke Istambul lalu dihukum pancung di sana setelah sebelumnya diarak di jalan-jalan Istanbul, dijadikan sebagai lelucon dan olok-olok selama tiga hari. Peristiwa ini terjadi pada 18 Shafar 1234 H/ 17 Desember 1818 M.9

3. Permusuhan kaum shufiyyah
Musuh berikutnya yang dengan gencar memusuhi dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah orang-orang dari aliran tashawwuf/Shufi yang merasa kehilangan pamor di hadapan para pengikutnya. Dengan dakwah tauhid, banyak syubhat dan kerancuan kaum Shufi yang terbongkar dan terbantah dengan hujjah-hujjah yang terang dan jelas, yang disampaikan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, murid-murid, serta para pendukungnya.

Berbagai macam bid’ah dan amalan-amalan yang menyelisihi sunnah Rasul serta amalan-amalan yang tercampur dengan berbagai praktek kesyirikan yang selama ini mereka tebarkan di daerah Najd ataupun Hijaz (Makkah dan Madinah), mulai tersingkir dan dijauhi umat. Demikian juga praktek amalan ibadah haji yang selama ini telah mereka penuhi dengan bid’ah dan amalan yang menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berbagai upaya untuk memakan harta umat dengan cara batil, juga terhalangi dengan adanya dakwah tauhid tersebut.

Ini semua membuat mereka geram dan marah terhadap dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan murid-muridnya. Itu semua mendorong mereka untuk berupaya menjauhkan umat dari dakwah beliau. Mereka sebarkan berbagai macam kedustaan tentang beliau dan dakwah tauhid yang disampaikannya.

Kaum Shufi bersama orang-orang kesultanan Turki dan Mesir serta kaum kafir Eropa menciptakan sebuah julukan terhadap dakwah beliau dengan Gerakan Dakwah Al-Wahhabiyyah serta melukis-kannya sebagai madzhab baru di luar Islam. Nama Al-Wahhabiyyah adalah sebuah nama yang dinisbahkan kepada ayah Asy-Syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab. Padahal jika mereka mau jujur, semestinya mereka menjulukinya dengan Muhammadiyyun, yaitu nisbah kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah secara langsung. Namun hal itu sengaja mereka lakukan dalam rangka memberikan kesan lebih negatif terhadap dakwah beliau. Karena jika memakai julukan Muhammadiyyun akan terkesan di banyak kalangan bahwa ini adalah sebuah madzhab yang baik. Bahkan mereka tak segan-segan mengucapkan kata-kata kotor untuk memuluskan tujuannya, yang sebenarnya kita sendiri malu untuk mendengar dan menukilkan kalimat tersebut. Namun dengan sangat terpaksa kami nukilkan salah satu contoh kata-kata kotor dan menjijikkan yang diucapkan tokoh-tokoh Shufi.

Di antaranya adalah yang diucapkan salah satu tokoh mereka yang dikenal dengan nama Muhammad bin Fairuz Al-Hanbali (meninggal 1216 H) dalam rekomendasinya terhadap kitab Ash-Shawa’iq war Ru’ud, sebuah kitab yang penuh dengan tuduhan dan kedustaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, karya seorang tokoh Shufi yang bernama Abdullah bin Dawud Az-Zubairi (meninggal 1225 H). Dalam rekomendasinya itu, Ibnu Fairuz berkata:

“…Bahkan mungkin saja Asy-Syaikh (yakni ayah Asy-Syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab, pent.) pernah lalai untuk menggauli ibunya (yakni ibu Muhammad bin Abdul Wahhab, pent.) sehingga dia didahului oleh setan untuk menggauli isterinya. Jadi pada hakekatnya setanlah ayah dari anak yang durhaka ini.”10. Sebuah ucapan kotor yang penuh kekejian dan kedustaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah bahkan terhadap ayah dan ibunya. Mereka juga menuduh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan berbagai tuduhan dusta, di antaranya: Tuduhan bahwasanya beliau mengklaim An-Nubuwwah (yakni mengaku sebagai nabi), sebagaimana disebutkan dalam kitab Mishbahul Anam karya Ahmad Abdullah Al-Haddad Ba’alawi (hal. 5-6). Dan dinyatakan pula oleh Ahmad Zaini Dahlan (meninggal 1304 H) dalam sebuah makalah kecilnya yang berjudul Ad-Durar As-Saniyyah fir Raddi ‘alal Wahhabiyyah (hal. 46): “…yang nampak dari kondisi Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwasanya dia adalah seorang yang mengklaim An-Nubuwwah. Hanya saja dia tidak mampu untuk menampakkan klaimnya tersebut secara terang-terangan.”

Pernyataan semacam ini dia tegaskan juga dalam kitabnya yang lain yang berjudul Khulashatul Kalam, hal. 228-261.
Buku-buku Ahmad Zaini Dahlan ini, adalah buku-buku yang sarat dengan kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap dakwah dan pribadi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Buku-buku itu, dalam kurun 60 tahun terakhir ini, sering menjadi referensi kaum Shufi di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia, dalam menebarkan kedustaan terhadap dakwah tauhid yang mulia itu. Bahkan sebagian buku-buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Lebih parah lagi, buku-buku karya kaum Shufi ini dimanfaatkan kaum kafir dan para orientalis sebagai referensi bagi mereka dalam menebarkan kedustaan terhadap dakwah mulia tersebut dan menjauhkan umat Islam darinya. Di antara mereka adalah seorang orientalis berkebangsaan Denmark bernama Caresten Nie Bury dalam bukunya (Travel Through Arabia and Other Countries In The East) namun dia tidak berhasil memasuki Najd. Sehingga ketika menulis tentang sejarah Najd, dia banyak menukil dan menyandarkan karyanya pada berita-berita yang beredar di Jazirah Arabia yang telah dipenuhi banyak kedustaan oleh para tokoh Shufi di sana 11.

Begitu juga salah seorang tokoh kafir yang lainnya menulis sebuah buku yang berjudul (Memorandum, by T.E. Ravenshaw)12. Buku ini pun dipenuhi berbagai macam kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Kemudian diikuti pula oleh seorang orientalis lainnya yang bernama William W. Hunter dalam bukunya Al-Muslimun fil Hind (The Indian Musalmans, dicetak pada tahun 1871 M, kemudian dicetak kedua kalinya pada tahun 1945 M) yang telah banyak menukil dari seniornya, yaitu T.E. Ravenshaw 13. Beliau juga dituduh sebagai penganut inkarul hadits (aliran yang mengingkari hadits); sebagaimana dituduhkan Ahmad Abdullah Al-Haddad Ba‘alawi di dalam kitabnya Mishbahul Anam. Tentunya tuduhan tersebut sangatlah aneh. Karena Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah selalu berhujjah dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam banyak karya beliau, yang telah banyak diketahui oleh umat Islam. Namun begitulah kaum Shufi, tidak malu dan segan untuk berdusta untuk menjauhkan umat dari dakwah tauhid. Tuduhan kepada Al-Amir Su’ud bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud -salah satu pembela dan pembawa bendera dakwah tauhid yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan segala yang dimilikinya dalam membela dakwah yang mulia tersebut bahwasanya beliau telah menghancurkan kubah yang dibangun di atas kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal itu sama sekali tidak pernah terjadi.

Memang benar beliau dan para pendukungnya telah menghancurkan beberapa kubah yang berada di Najd dan sekitarnya, namun sedikitpun mereka belum pernah menyentuh bangunan kubah di atas kubur RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun mereka semua yakin bahwa bangunan kubah tersebut tidak diridhai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertentangan dengan syariat beliauShallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata:

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dilaburnya sebuah makam, dan diduduki, serta dibangun di atasnya.” (HR. Muslim 970)

Hal ini dipertegas pula dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu, ketika beliau mengutus Abul Hayyaj,

“Maukah engkau aku utus dengan sebuah misi yang dengan misi tersebut pula aku diutus oleh RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam?” Yaitu:
“Jangan kau biarkan satu gambarpun kecuali kau musnahkan, dan jangan kau biarkan ada satu kuburan pun yang menonjol kecuali kau ratakan.” (HR. Muslim no. 969)

Namun demikianlah musuh-musuh dakwah tauhid memutarbalikkan fakta, sehingga beberapa sejarawan orientalis senang dengan disebutkannya beberapa kisah dusta tersebut. Hal ini sebagaimana didapati dalam beberapa buku sejarah karya mereka, di antaranya tulisan yang berjudul Hadhir Al-‘Alam Al-Islami (The New World of Islam) karya L. Stoddard (1/64), Dictionary of Islam “Wahhabiyah” karya Thomas P. Hughes (hal. 660), Mustaqbal Al-Islam (Future of Islam) karya Lady Anne Blunt (hal. 45). Dan masih banyak sejarawan orientalis lainnya yang memanfaatkan kedustaan serta tuduh-an batil kaum Shufi terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk semakin mencemarkan dakwah tauhid yang beliau dakwahkan 14. Dan masih banyak tuduhan-tuduhan dusta yang lainnya.

Namun kami simpulkan kedustaan-kedustaan tersebut dengan menukilkan sebuah surat yang ditulis oleh putra beliau yang bernama Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, yang ditujukan kepada penduduk Makkah pada tahun 1218 H / 1803 M. Beliau berkata:

“…Adapun sekian perkara dusta atas nama kami dalam rangka untuk menutupi al-haq, di antaranya tuduhan bahwa kami menafsirkan Al-Qur`an dengan logika kami serta mengambil hadits-hadits yang sesuai dengan pemahaman kami… Dan bahwasanya kami merendahkan kedudukan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pernyataan kami bahwasanya Nabi telah menjadi debu di kuburnya dan tongkat salah seorang kami lebih bermanfaat dari beliau, dan bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki syafaat, serta berziarah kepadanya tidak disunnahkan…, dan bahwasanya kami adalah beraliran mujassimah 15, serta mengkafirkan manusia secara mutlak (tanpa batas, pent)… Maka ketahuilah bahwa seluruh kisah khurafat tersebut di atas dan yang semisalnya… Jawaban kami terhadap setiap permasa-lahan tersebut di atas adalah dengan ucapan:

“Maha Suci Engkau (Wahai Rabb kami) sesungguhnya ini adalah kedustaan yang sangat besar.” (An-Nur: 16)

—sekian dari kitab Al-Hadiyyatus Sunniyyah, hal. 46 16

4. Syi’ah Rafidhah
Tak kalah dahsyat dari permusuhan kaum Shufi terhadap dakwah tauhid, adalah permusuhan kaum Syi’ah Rafidhah, yang juga merasa terusik dengan adanya dakwah tauhid. Aqidah mereka yang sesat dan penuh dengan kekufuran, yang mereka tebarkan di tengah-tengah umat dengan penuh pembodohan dan penipuan, terbongkar dengan tersebarnya dakwah tauhid tersebut. Umat menjadi mengerti bahwa aqidah Syi’ah Rafidhah yang meyakini bahwa:

> ‘Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu adalah seorang imam yang ma’shum, dan seluruh shahabat yang menyelisihinya adalah kafir.
> Para imam Syi’ah Rafidhah yang 12 mengetahui perkara-perkara ghaib, bahkan punya andil di dalam mengatur alam semesta.
> Keyakinan mereka dengan aqidah Ar-Raj’ah, yaitu keyakinan bahwasanya ‘Ali bin Abi Thalib dan imam-imam mereka yang 12 akan kembali hidup di akhir zaman
> dan lain-lain, adalah aqidah sesat yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekufuran.

Ini semua membuat mereka marah dan memusuhi dakwah tauhid hingga hari ini. Belum lagi kemarahan mereka karena pasukan tauhid telah menghancurkan bangunan kubah di atas kuburan Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib di Karbala. Itu semua mendorong mereka untuk memusuhi dakwah tauhid tersebut dan menebarkan kedustaan-kedustaan tentangnya. Tak cukup sampai di situ. Mereka bahkan melampiaskan kebencian dan permusuhannya itu dalam bentuk tindakan fisik. Di antaranya adalah pembunuhan atas Al-Amir Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud pada tanggal 18 Rajab 1218 H/4 November 1803 M, yang dilakukan seorang Syi’ah Rafidhah berkebangsaan Iran. Beliau dibunuh oleh penjahat ini ketika beliau sedang menunaikan shalat Ashar. Tepatnya ketika beliau bersujud, tiba-tiba datanglah orang Syi’ah tersebut dengan membawa sebilah belati kemudian menghunjamkannya ke tubuh Al-Amir Abdul Aziz rahimahullah.

Permusuhan ini terus berlanjut hingga masa kini. Baik dalam bentuk permusuhan fikri ataupun fisik. Sebagai contoh adalah sejumlah upaya penyerangan yang dilakukan kaum Syi’ah Rafidhah pengikut Khumaini (Khomeini, red.) di Kota Makkah, pada musim haji tepatnya pada hari Jum’at 6 Dzulhijjah 1407 H. Didahului penyebaran selebaran-selebaran yang berisi kedustaan dan provokasi, sebuah penyerangan sporadis dan penuh kezhaliman itu menelan 402 korban jiwa dari jamaah haji dan pihak keamanan Negeri Tauhid.

Tak cukup sampai di sana, pada tahun 1409 H, kembali para pengikut Khumaini dari kalangan Syi’ah Rafidhah yang kejam dan tidak berperikemanusiaan itu melakukan peledakan bom di Masjidil Haram, yang juga menelan korban jiwa serta korban luka dari para jamaah haji, tamu-tamu Allah 17.

5. Hizbiyyun dan pergerakan-pergerakan Islam
Zaman berganti zaman, generasi pun telah berganti. Namun permusuhan terhadap dakwah tauhid tak kunjung usai, dan memang akan terus berlanjut. Dalam beberapa dekade terakhir ini, kaum hizbiyyun menampilkan diri sebagai musuh dakwah tauhid dan sunnah yang ditegakkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahdan para penerusnya. Di antara kaum hizbiyyun itu pada masa ini adalah:

> Al-Ikhwanul Muslimun (IM)
Gerakan yang didirikan di atas upaya merangkul berbagai macam kelompok dan pemikiran bid’ah —sebagaimana telah dijelaskan dalam majalah Asy Syari’ah edisi 20, Sejarah Hitam IM— telah memprak-tekkan berbagai macam bentuk permusuhan terhadap dakwah tauhid dan sunnah serta negara tauhid Saudi Arabia. Baik melalui statemen dan karya-karya tulis para tokohnya, maupun dalam bentuk tindakan fisik nyata di lapangan. Di antara penulis dan tokoh besar IM adalah Muhammad Al-Ghazali, yang melarikan diri dari ancaman Anwar Sadat — Presiden Mesir kala itu – dan tinggal di negeri Saudi Arabia. Dengan segala fasilitas yang dia terima dari negeri tauhid ini, dia justru menikam dari belakang dan membalas kebaikan itu dengan caci maki terhadap para ulama tauhid dan sunnah, penerus dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal ini sebagaimana didapati dalam beberapa karyanya yang penuh dengan kesesatan. Di antaranya adalah apa yang dia tulis dalam kitabnya Kaifa Nata’amalu ma’al Qur`an dan kitab As-Sunnah baina Ahlil Fiqhi wa Ahlil Hadits. NamunAlhamdulillah, para ulama tauhid telah membantah dan menghancurkan syubhat-syubhatnya. Di antaranya adalah bantahan yang ditulis Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Asy-Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikhhafizhahumallah. Kemudian permusuhan Muhammad Al-Ghazali terhadap dakwah tauhid dan sunnah ini diikuti pula oleh tokoh dan pemikir besar IM lainnya, yaitu Yusuf Al-Qaradhawi. Dia adalah murid dari Muhammad Al-Ghazali sekaligus temannya. Namun cara Al-Qaradhawi di dalam menunjukkan permusuhannya lebih halus dan terselubung dibandingkan gurunya. Hal ini nampak sekali dalam karya-karyanya, seperti kitab Kaifa Yata’amalu Ma’as Sunnah dan Awwaliyatul Harakatil Islamiyyah, serta beberapa kitabnya yang lain 18.Kemudian pada generasi berikutnya IM melahirkan tokoh-tokoh semacam Muhammad Surur bin Naif Zainal ‘Abidin, yang nampak lebih arogan dalam memusuhi negeri tauhid dan dakwah tauhid itu sendiri. Begitu besar kebencian dan permusuhan-nya, sehingga dia merasa sesak nafasnya dan sempit dadanya untuk tinggal bersama kaum muslimin di negeri tauhid. Dia justru memilih tinggal bersama kaum kafir di Inggris dengan merendahkan dirinya di bawah perlindungan hukum-hukum kufur di negeri kafir yang sangat memusuhi Islam itu. Sementara itu, dia mengkafirkan pemerintah-pemerintah muslimin dengan alasan mereka tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah. Dengan penuh kebencian dan tanpa malu, dia keluarkan sejumlah pernyataan pedas dan dusta tentang ulama-ulama tauhid dan sunnah di negeri tauhid Saudi Arabia khususnya. Lihat sebagian pernya-taan-pernyataannya yang pernah dimuat dalam majalah Asy Syari’ah Vol. I/No. 12/1425 H/2005. Lihat pula kitab Al-Ajwibah Al-Mufidah karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hal. 51-57; Al-Irhab karya Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, hal. 67-77. Kelompok ini pun tak segan-segan melakukan tindakan fisik untuk mewujudkan permusuhannya terhadap dakwah Tauhid dan para da’inya, sebagaimana telah terjadi di beberapa tempat. Di antaranya adalah yang terjadi di negeri Yaman berupa penembakan brutal dan sporadis terhadap sejumlah Ahlus Sunnah di sebuah masjid, yang menyebabkan sebagian mereka terbunuh. Bahkan salah satu tokoh IM di negeri Yaman mengancam Ahlus Sunnah dengan pernyataannya: “Jika seandainya kami memiliki kekuatan, niscaya kami akan memerangi Wahhabiyyin sebelum kami memerangi kaum komunis.” Hal ini sebagaimana dikisahkan Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’irahimahullah dalam beberapa kali ceramah beliau. Lebih dari itu semua, apa yang telah terjadi di Afghanistan dengan terbunuhnya seorang mujahid Ahlus Sunnah, yaitu Asy-Syaikh Jamilurrahmanrahimahullah. Pembunuhnya adalah salah seorang dari kelompok IM yang dikenal dengan Abu ‘Abdillah Ar-Rumi. Dia datang ke Afghanistan membawa kebencian yang sangat besar terhadap Ahlus Sunnah dan menjulukinya dengan Wahhabiyyah. Pembunuhan sadis ini terjadi pada hari Jum’at 20 Shafar 1412 H/ 30 Agustus 1991 M sebelum Asy-Syaikh Jamilurrahman berangkat menuju shalat Jum’at. Pembunuh kejam itu mendatangi beliau sebagai tamu yang hendak memeluknya. Tanpa disangka ternyata orang ini melepaskan tembakan ke arah Asy-Syaikh dan tepat mengenai wajah dan kepala beliau! Inilah sekelumit contoh permusuhan dan kebencian tokoh-tokoh besar IM terhadap para ulama tauhid dan sunnah serta negeri tauhid Saudi Arabia.

> Hizbut Tahrir
Kelompok Hizbut Tahrir (HT) adalah sebuah kelompok sempalan yang didirikan Taqiyyuddin An-Nabhani di negeri Yordania pada tahun 1372 H/1953 M. Selengkapnya bisa pembaca dapati pada majalah Asy Syari’ah Vol. II/No. 16/1426 H/2005. Namun yang hendak kita tampilkan di sini adalah bentuk kebencian dan permusuhan HT terhadap Daulah Tauhid dan para ulamanya. Permusuhan itu diwujudkan dalam statemen-statemen mereka dan karya-karya tulisnya. Di antaranya adalah apa yang disebutkan dalam buku berbahasa Inggris How The Khilafah Destroyed (Kaifa Hudimat Al-Khilafah) karya Abdul Qadim Zallum yang diterbitkan Khilafah Publication London England. Buku ini adalah salah satu buku refensi utama dalam perjalanan HT. Dalam buku ini, penulisnya telah menuduh Daulah Tauhid sebagai suatu bentuk konspirasi Barat dalam meruntuhkan Khilafah ‘Utsmaniyyah, dengan mengkambinghitamkan Al-Amir Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’udrahimahullah dan menyatakan beliau sebagai agen Inggris. Padahal justru beliau adalah seorang yang telah menyerahkan waktu, tenaga, pikiran, dan hidupnya untuk membela dan menegakkan tauhid sebagaimana telah kami sebutkan di atas. Tuduhan HT ini sama sekali tidak disertai dengan bukti dan fakta ilmiah. Tapi yang ada hanya sebatas analisa dan klaim semata. Sebaliknya telah kami paparkan di atas dengan bukti-bukti ilmiah bahwa ternyata Dinasti ‘Utsmani-lah yang sebenarnya bersekongkol dan diperdaya oleh negara-negara kafir Eropa dalam memerangi dakwah tauhid dan sunnah. Kemudian mereka juga menuduh gerakan Dakwah Tauhid sebagai gerakan pemberontakan terhadap Dinasti ‘Utsmani. Tuduhan ini pun adalah tuduhan yang batil dan dusta, sebagaimana telah kami bahas di atas. Masih dalam buku tersebut di atas, penulis HT ini menuduh bahwa Al-Amir Su’ud bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud telah menghancurkan bangunan kubah di atas makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mempereteli batu perhiasan dan ornamen-ornamennya yang sangat berharga. Namun itu semua adalah dusta. Bahkan dengan itu, penulis HT ini telah mengikuti jejak para orientalis Eropa belaka, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Tak kalah serunya adalah salah satu tokoh HT yang bernama Muhammad Al-Mis’ari ikut meramaikan permusuhan kelompok ini terhadap dakwah dan negara tauhid dalam beberapa statemennya. Di antaranya adalah pernyataan dia yang dimuat oleh surat kabar Asy-Syarqul Ausath edisi 6270, terbit pada hari Jum’at 8 Ramadhan 1416 H:
“Sesungguhnya kondisi saat ini di negeri Saudi Arabia yang tidak mengizinkan bagi kaum Masehi (Nashara, pent.) dan Yahudi untuk mempraktekkan syi’ar-syi’ar ibadah secara terang-terangan akan berubah dengan tampilnya Komisi ini19 di medan hukum. Bahwasanya pemberian hak kepada kaum minoritas adalah wajib, dalam bentuk hak untuk melaksanakan syi’ar-syi’ar agama mereka di gereja-gereja mereka, serta hak untuk mendapatkan pengakuan resmi atas pelaksanaan akad pernikahan sesuai dengan aturan agama mereka secara khusus serta hak-hak lainnya, sebagai bentuk penyempurnaan terhadap kebebasan kehidupan keagamaan dan kehidupan pribadi mereka secara sempurna. Baik mereka itu dari kaum Yahudi, Masehi, ataupun kaum Hindu!!”

Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya pembangunan gereja-gereja adalah perkara yang mubah dalam syariat Islam.”20

Dia pun dengan lancang mencaci maki Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab —sang Mujaddid yang berdakwah untuk memurnikan tauhid umat ini dan menjauhkan mereka dari kesyirikan dan bid’ah— dengan statemennya yang dia ucapkan dalam sebuah selebaran resmi yang dikeluarkan CDLR dari London pada hari Kamis 22 Syawwal 1415 H / 23 Maret 1995 M:
“Kedua: Saya tidak akan membahas tentang aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Namun saya hanyalah menyebutkan tentang sebuah realita, yaitu bahwasanya dia (Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pent) adalah seorang yang berpemikiran nyleneh dan bukanlah seorang yang alim. Dia adalah seorang yang diliputi dengan berbagai masalah dan cara bersikap nyleneh yang memang sesuai dengan kenylenehan kaum di Najd pada masa itu…”

Nampak sekali kebencian tokoh besar HT yang satu ini terhadap dakwah tauhid sekaligus menunjukkan kebodohannya tentang tauhid itu sendiri. Namun yang sangat aneh dari orang ini, ketika dia mencaci maki Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pada saat yang sama dia memuji tokoh besar Syi’ah Rafidhah, Al-Khumaini, dengan pernyataannya:
“Sesungguhnya dia (Al-Khumaini, pent) adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius…”
Dalam selebaran yang sama pula, dengan penuh arogansi dia mencaci maki salah satu imam dakwah ini, yaitu Al-Imam Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah dengan pernyataannya:
“Pertama: Saya tidak menuduh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dengan kekufuran. Namun saya menyatakan dengan satu kata bahwa mayoritas ulama dan masyayikh berpandangan bahwasanya dia (Ibnu Baz) setelah (mengeluarkan) fatwanya tentang bolehnya upaya perjanjian damai dengan Israil telah sampai ke sebuah tahapan yang mendekati kepada kekufuran. Saya hanya menukilkan pendapat para ulama dan masyayikh tersebut. Adapun pendapat saya pribadi adalah beliau (Asy-Syaikh Ibnu Baz, pent) telah sampai pada derajat pikun, bodoh, dan kelemahan yang sangat rendah.”21. Bantahan tuntas atas ucapan keji ini para pembaca bisa mendapatinya dalam buku kami Mereka Adalah Teroris (Bantahan Aku Melawan Teroris) hal. 325-326 footnote no. 215. Begitu pula tentang jawaban hukum perdamaian dengan kaum kafir, lihat hal. 203-219 (cet. II/Edisi Revisi). Subhanallah… Betapa kejinya ucapan tersebut! Seseorang yang berdakwah untuk memurnikan tauhid umat serta menjauhkan dari kesyirikan dibenci, dicaci maki, dan dituduh dengan tuduhan-tuduhan dusta. Sementara seorang Syi’ah Rafidhah, semacam Khumaini, yang menyeru kepada kesesatan dan kekufuran disanjung dan dipuji. Inikah sebuah Hizb dan tokohnya yang konon menginginkan tegaknya khilafah??! Sayang sekali Al-Mis’ari yang telah mengumumkan kebenciannya terhadap daulah tauhid serta ulamanya dan merasa gerah hidup di tengah-tengah muslimin, justru rela dan merasa tentram tinggal di negeri kufur dengan perlindungan hukum dari mereka.

> Al-Qa’idah (Al-Qaeda, red.)
Jaringan Al-Qa’idah, yang merupakan jaringan khawarij terbesar masa kini, juga tak kalah besar kebencian dan permusuhannya terhadap daulah tauhid dan sunnah serta para ulamanya. Kebencian tersebut tidak hanya dituangkan dalam bentuk statemen-statemen para tokohnya, bahkan juga dalam bentuk serangan fisik dan teror.
Usamah bin Laden mencaci maki salah seorang imam besar Ahlus Sunnah pada masa ini, yaitu Al-Imam Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, di antaranya dalam suratnya yang ditujukan kepada Al-Imam Ibnu Baz tanggal 27/7/1415 H yang dikeluarkan Hai`ah An-Nashihah (Lembaga Nasehat) di negeri London, Usamah berkata:
“Dan kami mengingatkan engkau —wahai syaikh yang mulia— atas beberapa fatwa dan sikap-sikap yang mungkin Anda tidak mempedulikannya, padahal fatwa-fatwa tersebut telah menjerumuskan umat ini ke dalam jurang kesesatan (yang dalamnya) sejauh (perjalanan) 70 (tujuh puluh) tahun.”

Dengan tegas dan lugas, Usamah bin Laden menghukumi daulah tauhid Saudi Arabia sebagai negara kafir. Hal ini sebagaimana dimuat dalam koran Ar-Ra`yul ‘Am Al-Kuwaity edisi 11-11-2001 M, dalam sebuah wawancara dengan Usamah bin Laden, ia menjawab:
“Hanya Afghanistan sajalah Daulah Islamiyyah itu. Adapun Pakistan dia memakai undang-undang Inggris. Dan saya tidak menganggap Saudi itu sebagai Negara Islam….”

Usamah juga memvonis kafir Putra Mahkota Abdullah bin Abdul ‘Aziz –waktu itu dan kini sebagai Raja Negara Saudi Arabia—, yaitu dalam ucapannya yang terakhir untuk rakyat Iraq pada bulan Dzulhijjah 1423 H:
“…… Maka para penguasa tersebut telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan sekaligus MEREKA TELAH KELUAR DARI AGAMA (ISLAM) INI dan berarti mereka juga telah mengkhianati umat.”

Dengan bangga Usamah menyanjung para teroris yang melakukan aksi peledakan di negeri tauhid tersebut:
“Aku (Usamah) memandang dengan penuh pemuliaan dan penghormatan kepada para pemuda yang mulia, yang telah menghilangkan kehinaan dari umat ini, baik mereka yang telah meledakkan (bom) di kota Riyadh, atau peledakan di kota Khubar, ataupun pele-dakan-peledakan di Afrika Timur dan yang semisalnya.”

Dalam dua peledakan ini, terkhusus di Kota Khubar, memakan 18 korban jiwa yang mayoritasnya adalah muslimin, serta 350 lebih luka-luka dan sebagiannya lagi menderita cacat seumur hidup. Tidak cukup itu, bahkan Usamah “membumbui” kebenciannya terhadap daulah tauhid dengan kedustaan. Di antara kedustaannya adalah pernyataan dia bahwa kaum Salibis telah menduduki Masjidil Haram.

Wallahu a’lam .

Catatan Kaki:
1 Lihat kitab Al-Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab wa Da’watuhu wa Siratuhu, karya Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, hal. 23; lihat pula kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’d Asy-Syuwai’ir, cet. III hal. 91.
2 Lihat kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’d Asy-Syuwai’ir, hal. 63-67 (cet III/1419 H).
3 Ibid, hal. 77-78.
4 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139.
5 Lihat kitab Imam wa Amir wa Dakwah likulli Al-‘Ushur karya Ahmad bin Abdul ‘Aziz Al-Hushain, penerbit Daruth Tharafain cet. I th. 1993, hal. 191, dan penulis mengisyaratkan pada kitab Jaulah fi Biladil ‘Arab hal. 104-111
6 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139
7 Shalat Khauf yaitu shalat fardhu yang ditegakkan ketika sedang berkecamuk perang, dengan beberapa tata cara tertentu yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat fardhu di luar waktu pertempuran.
8 Dinukil dari kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 152-153.
9 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 141.
10 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An Nadwi, hal. 199.
11 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 226-227.
12 Ibid, hal. 236.
13 Ibid, hal. 237.
14 Ibid, hal. 214
15 Yaitu sebuah aliran yang menetapkan bahwa AllahSubhanahu wa Ta’ala memiliki jasmani seperti layaknya makhluk. Ini adalah aliran sesat yang keluar dari prinsip manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.
16 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 213
17 Revolusi Iran Khumaini telah banyak mempengaruhi pemikiran para aktivis dan pergerakan Islam di mancanegara untuk melakukan tindakan-tindakan teror dan pembunuhan-pembunuhan serta menebarkan pemikiran bernuansa terorisme pada kaum muda Islam. Bahkan secara terbuka kelompok Al-Ikhwanul Muslimun menyatakan dukungannya terhadap Revolusi Iran ini.
18 Lihat kitab Da’watul Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam, hal. 175-203. Untuk mengetahui lebih banyak tentang kesesatan aqidah dan pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi, lihat buku Membongkar Kedok Yusuf Al-Qaradhawi cet. Pustaka Salafiyah, Depok
19 Komisi yang dimaksud adalah Lajnah Ad-Difa’ ‘anil Huquqisy Syar’iyyah (Komisi Pembelaan Hak-hak Syari’ah) [C.D.L.R] yang berpusat di London, di mana Muhammad Al-Mis’ari ini sebagai Juru Bicara Resminya. Komisi ini banyak mengeluarkan statemen dan tindakan-tindakan yang berisi provokasi untuk membenci dan melawan pemerintah Saudi Arabia. Selengkapnya tentang Komisi ini dan fatwa para ulama sunnah tentangnya bisa dibaca pada buku Mereka Adalah Teroris hal. 370-374 (edisi revisi).
20 Lihat kitab Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 38-39 (cet. II) Percetakan Darus Salaf.
21 Lihat kitab Al-Quthbiyyah hiyal fitnah Fa’rifuha Abu Ibrahim bin Sulthan, hal. 115.

Sumber :
http://manhajul-anbiya.net/musuh-musuh-dakwah-tauhid/

Rabu, 27 Juni 2018

KAJIAN ISLAM ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH "ASY-SYARI'AH" KE-16 TAHUN 1439 H / 2018 M

KAJIAN ISLAM ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH "ASY-SYARI'AH" KE-16 TAHUN 1439 H / 2018 M*
~~~~~~~~

                   بسم الله الرحمن الرحيم

Insya Allah akan segera hadir kembali, Kajian Islam Ilmiah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang ke-16 tahun 1439 H /2018 M, dengan tema:

"ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG RAHMATAN LIL ALAMIN"

Bersama para masyayikh Ahlus Sunnah wal Jamaah dari Timur Tengah:

1. Asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq azh-Zhafiri (Arab Saudi)
2. Asy-Syaikh Arafat bin Hasan al-Muhammadi (Yaman)
3. Asy-Syaikh Abdul Wahid al-Madkhali (Arab Saudi)
4. Asy-Syaikh Fawwaz bin Ali al-Madkhali (Arab Saudi)

*KAJIAN UMUM (KHUSUS PUTRA)*
Waktu : Sabtu—Ahad, 1—2 Dzulqa’dah 1439 H (14—15 Juli 2018 M)
Tempat : JAKARTA ISLAMIC CENTER, Tugu Utara, Koja, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta

*) _rincian judul-judul muhadharah/ceramah ilmiah, menyusul Insyaallah_

☎ Kontak Person
📲 085319732909
📲 081513978370
📲 08129394826

*DURUS ILMIAH* (KAJIAN KHUSUS ASATIDZAH)
Waktu: Ahad—Sabtu, 2—8 Dzulqa'dah 1439 H (15—21 Juli 2018 M)
Tempat: MA’HAD AL-ANSHAR, Sleman

_*(Rincian materi durus menyusul, Insyaallah)*_

📞 Kontak Person
📲 081328022770
📲 081328078414

===================

🎙 * TABLIGH AKBAR *
📆 Hari: Kamis, 6 Dzulqa’dah 1439 H (19 Juli 2018 M)
Waktu: 09.00  - 17.00 WIB
Tempat: MASJID AGUNG MANUNGGAL BANTUL
📱 Kontak Person
085100453237

===================

Panitia Kajian Islam Ilmiah Ahlus Sunnah wal Jamaah Ke-16

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤
Sumber:

Channel Daurah Nasional "asy-Syari'ah" Ahlus Sunnah wal Jama'ah

▶ https://telegram.me/daurahnasional

💻 Situs Resmi http://daurahnasional.com

Kamis, 17 Mei 2018

WAHABI DAN PAHAM RADIKALISME AGAMA

Ditulis oleh: Ustadz Qomar Su’aidi ZA, Lc

Istilah wahabi kerap terdengar oleh telinga kita, terlebih dengan maraknya isu terorisme yang mendunia. Tidak jarang pula terorisme dikaitkan erat dengan wahabi.

Ada apa dengan wahabi? Siapa sebenarnya wahabi? Pertanyaan tersebut mesti terlontar di dalam pikiran banyak kalangan. Sebenarnya, definisi wahabi sendiri masih bias, tarik ulur masih terjadi. Karena itu, pengaitan paham terorisme dengan wahabi menjadi samar; wahabi yang mana yang dimaksud?

Anggaplah yang dimaksud adalah suatu paham yang dibawa oleh seorang syekh bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Nama yang tidak asing dalam sejarah berdirinya Kerajaan Arab Saudi. Beliau menjadi salah satu tonggak berdirinya Kerajaan Arab Saudi yang dipimpin oleh Muhammad bin Suud.

Paham wahabi dengan pembawanya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, diklaim sebagai sumber paham radikalisme-terorisme pada masa ini. Benarkah demikian?

Masyarakat yang berpendidikan dan memiliki intelektualitas tentu akan berpikir secara ilmiah menanggapi berbagai masalah, termasuk klaim di atas. Bagi mereka, sebuah vonis mesti berdasarkan bukti ilmiah yang akurat. Tanpa bukti, vonis menjadi tidak berarti.

Apabila wahabi adalah paham yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, tentu yang menjadi bukti ilmiah adalah ucapan dan pendapat beliau yang terambil dari karya-karya beliau.

Nah, apakah dalam karyanya, beliau menanamkan paham radikalisme-terorisme? Perlu pembuktian. Dalam buku-buku beliau, penulis justru mendapatkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab justru antipati terhadap paham radikalisme-terorisme. Ciri utama paham radikalisme adalah takfir, yakni pengafiran terhadap individu atau sekelompok kaum muslimin hanya karena dinilai tidak sepaham dengan kelompoknya.

Dalam surat yang beliau layangkan kepada penduduk kota Qashim, yang menanyakan tentang akidahnya, beliau menegaskan, “Saya tidak mengafirkan seorang pun dari kaum muslimindengan sebab ia melakukan dosa. Saya tidak pula menganggapnya keluar dari lingkup Islam.” (Kitab al-Jami’ al-Farid

Beliu juga mengatakan, “Tuduhan dusta (terhadap kami), di antaranya adalah ucapan mereka bahwa kami mengafirkan kaum muslimin secara menyeluruh, kami mewajibkan hijrah untuk bergabung bersama kami bagi yang mampu menampakkan agamanya, dan kami mengafirkan orang yang belum kafir dan yang tidak ikut berperang. Kedustaan semacam ini banyak dan berlipat-lipat. Semua ini adalah kedustaan yang dibuat-buat. Dengan kedustaan tersebut, para pembuat kedustaan ingin menghalangi manusia dari agama Allah dan Rasul-Nya.

“Kami tidak menvonis kafir orang yang mengibadahi berhala yang berada di atas kuburan Abdul Qadir dan berhala yang berada di atas kuburan Ahmad al-Badawi serta yang semisal keduanya, karena ketidaktahuan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkan mereka. Lantas, bagaimana bisa kami mengafirkan orang yang tidak menyekutukan Allah hanya karena tidak berhijrah dan bergabung bersama kami? Atau mengafirkan orang yang tidak berbuat syirik dan tidak berperang? Mahasuci Engkau, ya Allah. Ini adalah kedustaan yang besar.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah1/104)

Seain itu, beliau berpandangan wajibnya menaati para pemimpin muslimin. Beliau berkata, “Saya berkeyakinan wajibnya patuh dan taat kepada para pemimpin muslimin yang saleh maupun yang zalim, bila tidak memerintahkan berbuat maksiat.” (kitab al-Jami’ al-Farid hlm. 353)

Keyakinan seperti di atas jelas anti-paham radikalisme-terorisme.

Keyakinan tersebut lalu terekspresikan oleh Kerajaan Arab Saudi hingga masa kini dalam berbagai kebijakannya. Lihat saja, Kerajaan Arab Saudi termasuk yang paling getol berkampanye antiterorisme, bahkan turun tangan langsung memerangi terorisme lokal dan internasional. Andil Arab Saudi dalam hal ini sangat nyata bagi siapa saja yang mengikuti kiprahnya dalam bidang ini. Bahkan, hal ini diakui oleh para tokoh dunia. Pada Fberuari 2017, Central Intelligence Agency (CIA) memberikan medali George Tenet kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Nayef. Medali tersebut adalah penghargaan atas upayanya memerangi terorisme. Ini hanya salah satu dari beberapa contoh pengakuan internasional terhadap kiprah Arab Saudi.

Memang, upaya Arab Saudi sangat konkret dalam hal ini. Sebagai contoh, Arab Saudi pernah menyumbang USD 100 juta untuk Badan Kontraterorisme PBB pada 2014 lalu. Dana tersebut untuk memperkuat kemampuan lembaga itu dalam memerangi radikalisme agama dan terorisme.

Bahkan, Kerajaan Arab Saudi pernah melakukan latihan militer besar-besaran bersama 20 negara yang dikenal denganExercise North Thunder, sejak 26 Februari hingga 11 Maret 2016. Di antara tujuannya adalah sebagai persiapan menghadapi ancaman-ancaman teror di kawasan tersebut.

Perang melawan terorisme-radikalisme telah menjadi komitmen Kerajaan Arab Saudi. Hal ini ditegaskan kembali oleh Raja Salman dalam pertemuan dengan para tokoh agama yang berlangsung di Hotel Raffles, Kuningan, Jakarta Selatan, Maret 2017. Raja Salman berkata, “Semua agama harus berusaha untuk menjaga hak-hak manusia dan kebahagiaan mereka. Karena itu, penting untuk memerangi radikalisme dan ekstremisme.”

Kerja sama di bidang penanganan kejahatan antarnegara (transnational crime) antara Indonesia dan Arab Saudi pun ditandatangani oleh KAPOLRI Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Kepolisian Arab Saudi. Kerja sama ini merupakan salah satu dari sebelas MoU antara kedua negara.

Apa yang disebutkan di atas baru sebagian kecil dari upaya konkret Arab Saudi dalam upaya memerangi terorisme-radikalisme.

Apakah Arab Saudi yang mengekspresikan paham wahabi yang dianutnya dalam berbagai kebijakan antiterorisme baik di dalam maupun di luar negeri, tetap divonis sebagai biang aksi-aksi teror? ‘Berbau busuk, tiada berbangkai.’ Sebuah tuduhan tanpa bukti.

http://serambiharamain.com/wahabi-dan-paham-radikalisme-agama/