Kamis, 28 Desember 2017

Cinta Kepada Rasululullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam

Oleh : Al Ustadz Muhammad bin Umar As-Sewed –hafidzahullah–

Tentunya cinta kepada pribadinya dan cinta pula pada akhlak dan perangainya, serta cinta kepada sunnah dan ajaran yang dibawanya. Sehingga kita dapati seorang muslim yang beriman bahwa Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– adalah utusan Allah pastilah mencintainya.

1. CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK SELALU DEKAT DENGAN YANG DICINTAINYA

Maka seorang yang cinta kepada Allah dia akan semangat untuk dekat kepada-Nya dengan ibadah dan beramal shalih. Demikian pula orang yang cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– maka ia ingin dekat bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dalam suka dan dukanya. Seperti para Shahabat , mereka rela meninggalkan keluarga dan sanak familinya untuk hijrah ke Madinah bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– . Demikian pula generasi setelahnya dari para Tabi’it-Tabi’in, mereka tidak sempat untuk dekat dan bertemu dengan pribadi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, namun mereka tetap berupaya untuk dekat dengan jalan mempelajari Sunnah-Sunnahnya, mengamalkannya, sebagaimana dikatakan oleh penyair :

Ahlul Hadits adalah golongan Rasul,
Walau tubuh mereka tak bertemu,
Namun jiwa mereka dekat dengannya.

Disamping kedekatannya mereka dengan Sunnah dan ajaran Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– juga seorang yang cinta kepada Rasul pasti akan berharap untuk bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– nanti di Surga.
Maka para pencinta Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sangat berbahagia dan gembira dengan berita-berita Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– yang mengatakan :
“Seseorang bersama yang dicintainya”.(H.R. Bukhari dan Muslim)
Yakni seseorang akan di gabungkan di Surga bersama dengan orang-orang yang di cintainya dan mereka semangat untuk mengamalkan perintah-perintah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– terutama yang dikatakan akan mendapat balasan dekat dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– di dalam Surga, seperti sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
“Memelihara anak yatim dari kerabatnya ataupun bukan kerabatnya, maka ia seperti ini di dalam Jannah”. Dan Malik (salahsatu perawi) mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.” (H.R. Muslim)

Maka para pencinta Rasul pasti akan merasa lezat dengan kehidupan Sunnah, merasa ni’mat dengan mempelajari Sunnah dan terhibur dengan membaca sejarah kehidupan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sebaliknya mereka akan gelisah ketika jauh dari Sunnah, merasa takut menentang ajaran dan bimbingannya dan merasa tersiksa ketika berada ditengah kebid’ahan.Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda:
“Tiga sifat yang jika seseorang memilikinya akan merasakan manisnya keimanan yaitu ; ia menjadikan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi dari segala-galanya. Menjadikan cintanya kepada seseorang dilandasi karena Allah. Dan ia benci kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan Allah, sebagaimana bencinya ia jika di lemparkan ke dalam neraka ”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

2.CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK MENURUTI APA YANG DIINGINKAN OLEH YANG DICINTAINYA

Namun manusia selain cinta kepada Rasul juga cinta kepada anaknya, isterinya, bapaknya atau orang lain. Sehingga karena cintanya kepada mereka, ia ingin menuruti kemauan mereka yang dicintainya. Maka konsekuensi cinta kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- harus menjadikan cinta kepadanya yang paling tinggi -setelah cinta kepada Allah- dari seluruh cinta kepada manusia lainnya. Kemudian setelah itu berupaya untuk mentaatinya dan mengikutinya dengan penuh cinta. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
“Tidak sempurna iman seseorang hingga menjadikan aku lebih dicintai dari anaknya, dari bapaknya atau dari manusia seluruhnya”.(H.R. Bukhari dan Muslim)

3.CINTA AKAN MEMBAWA SESEORANG UNTUK CINTA KEPADA ORANG-ORANG YANG DICINTAI KEKASIHNYA

Kenyataan ini sudah difahami oleh setiap manusia yang berakal. Maka semestinya kita mengerti bahwa jika mencintai Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berarti mencintai orang-orang yang dicintai oleh Rasulullah. Sedangkan Rasulullah hanya mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah –Subhanahu wa Ta’ala-. Maka jelaslah bahwa cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– konsekuensinya adalah cinta kepada orang-orang beriman yang tidak merusak imannya dengan kesyirikan, mengikuti Sunnah dan tidak mengotorinya dengan bid’ah.
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh”.(Al-A’raaf:196)

4.SEBALIKNYA CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK BENCI KEPADA YANG DIBENCI KEKASIHNYA

Kenyataan inipun sudah diketahui bersama. Tidak mungkin seseorang mengaku cinta tetapi ia berkasih sayang dengan musuh-musuh kekasihnya. Allah –Ta’ala– berfirman :
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka”.(Al-Mujaadilah : 22)
Demikianlah seseorang yang mengaku cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– tidak akan berkawan dengan musuh-musuh Rasul dan musuh-musuh sunnah. Demikian pula seseorang yang cinta kepada Rasul pasti akan benci kepada perkara-perkara bid’ah dan ahlul- bid’ah.
Sudah sangat terkenal kebencian Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kepada bid’ah dan ahlul-bid’ah. Bahkan pernah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkhutbah dengan suara yang keras dan dengan marah menyatakan :
”Sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah perkara baru yang ditambah-tambahkan dalam agama, karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat”.(H.R. Muslim dan Abu Dawud)
Pernah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– membacakan ayat :
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya...”(Ali Imran : 7 )
Kemudian berkata kepada Aisyah –radhiallahu ‘anha– :
”Kalau engkau melihat orang yang mecari-cari ayat yang samar untuk mencari fitnah, maka merekalah yang dimaksud oleh Allah. Hati-hatilah dari mereka”.(H.R. Bukhari dan Muslim)

5. CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK MEMBELANYA DENGAN SEPENUH HATI

Maka seseorang yang cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam– semestinya ia membela Nabinya, membela ajarannya dan membela sunnah-sunnahnya. Ia gembira dengan apa yang menggembirakan Rasulullah –shallallahu a’alaihi wa sallam– dan dia marah dengan apa yang menyebabkan Rasulullah marah, ia berupaya untuk melindungi fisiknya dari tikaman musuh-musuhnya. Dan berupaya melindungi pribadinya dari cercaan penentang-penentangnya. Termasuk melindungi dan membela Rasululah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– adalah membela sunnah-sunnahnya dari para perusak-perusak agama. Perusak agama ada berbagai macam jenis diantaranya :

1. Orang-orang bodoh yang sok pintar.
2. Orang-orang ekstrim yang melampaui batas.
3. Para penentang sunnah.

Golongan pertama akan menyampaikan berbagai macam penyelewengan sunnah dengan kebodohannya.

Golongan kedua akan menyeret-nyeret sunnah kepada pemikiran ekstrimnya.

Dan golongan ketiga menyeret-nyeret sunnah untuk ditolak lafadz-lafadznya atau maknanya.

Namun –Alhamdulillah– dengan kasih sayang Allah muncul para pembela-pembela sunnah yang melapangkan kembali jalan-jalan sunnah, membersihkan kembali dari kotoran-kotoran penyelewengan yang dilakukan oleh golongan-golongan tadi. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Akan membawa Agama ini pada setiap generasi orang-orang adilnya, yang akan membersihkannya dari penyelewengan orang-orang ekstrim, pemahaman orang-orang bathil dan ta’wilnya orang-orang bodoh”. (H.R. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Miskatul Mashaabih)

Sumber :

http://www.salafycirebon.com/cinta-kepada-rasululullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-ii.htm

📇 Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 28/th.IV 27 Sya’ban 1429 H / 29 Agustus 2008 M