Kamis, 20 Oktober 2016

Penyamaan Agama adalah Perbuatan Kufur

Ditulis oleh : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah

Ide penyatuan agama terus digemakan hingga sekarang. Dagangan orientalis yang dijajakan oleh para pengekor Barat berbaju muslim (bahkan ada yang disebut pakar Islam) ini kian meramaikan bursa kesesatan yang telah ada sebelumnya. Dan agar lebih mudah diserap “pasar”, kemasan pun dibuat sedemikian manis, menonjolkan sisi-sisi humanis yang sejatinya adalah racun bagi kaum muslimin.

putus-pemutusBingkisan dan oleh-oleh dari Barat untuk kaum muslimin kembali menghunjam. I’tiqad (keyakinan) dan seruan-seruan kufur mereka datang silih berganti menggugat kebenaran Islam. Ideologi-ideologi sesat meramaikan media-media massa. Di mimbar-mimbar, satu tumbang, seribu kesesatan bangkit kembali.

Alhamdulillah, sebagian kaum muslimin masih tersadar jika menghadapi ideologi dari luar. Namun ketika manuver sesat datang dari dalam diri umat Islam sendiri berupa konsep menyamakan Islam dengan selainnya, dengan istilah sinkretisme agama, di sinilah terlihat bahwa kaum muslimin sangat jauh dari ajaran agamanya dan terlelap dalam buaian taqlid serta fanatik.

Musuh-musuh Allah Subhanahu wata’ala, mengetahui bahwa mereka tidak bisa merusak kaum muslimin dengan cara yang telah lumrah dan masyhur dalam ilmu mereka. Kerusakan i’tiqad adalah kerusakan dan perusakan yang paling besar dan luas akibatnya. Oleh karena itu, Iblis dengan keuletannya untuk mendapatkan hasil yang gemilang dan besar, tercatatlah pada generasi manusia yang kesepuluh, pada kaum Nabi Nuh, menjadi pemula buah keberhasilan Iblis dalam merusak i’tiqad manusia. Dengan kerusakan inilah, mereka dengan serta merta siap untuk bersujud kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, berkorban untuk selain-Nya, bernadzar untuk selain-Nya, berdoa kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, meminta perlindungan, pertolongan dan meminta terbebaskan dari malapetaka kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, serta berbagai wujud peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, yang lain. Tidak ada kerusakan yang paling besar daripada kerusakan i’tiqad yang muaranya ada di dalam hati. 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, menyebutkan :
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, pada jasad ini ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh anggota badan akan menjadi baik, dan bila rusak maka seluruh anggota badan menjadi rusak. Ketahuilah, itulah hati.” (HR. Al-Bukhari no. 50 dan Muslim no. 2996 dari shahabat An-Nu’man bin Basyir radiallahu anhu)

Ibnul Qayyim rahimahullah, menjelaskan: “Karena kedudukan hati terhadap anggota badan bagaikan raja yang berkuasa atas bala tentaranya, di mana semua (perbuatan mereka) muncul dari perintahnya. Bala tentara tersebut digunakan sesuai keinginan sang raja dan kesemuanya berada di bawah perintah dan kekuasannya, maka anggota badan akan istiqamah atau menyeleweng (adalah karena hati). Dan hatilah yang akan mengikatnya dengan segala kekuasaan atau melepaskannya. Rasulullah bersabda: ‘Ketahuilah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging yang bila baik niscaya seluruh jasad akan baik pula.’
Hati merupakan raja bagi seluruh anggota badan. Dan anggota badan akan melakukan segala yang diperintahkannya dan akan menerima segala arahannya. Tidak akan mungkin lurus sedikitpun amalan anggota badan tersebut melainkan harus datang dari keinginan dan niat hati. Dan hati akan bertanggung jawab atas seluruhnya, karena setiap pemimpin akan dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, usaha memperbaiki dan meluruskannya adalah sebuah usaha yang diprioritaskan untuk dilakukan oleh setiap orang (yang berusaha mencari kebenaran). Sedangkan  mengoreksi segala penyakit yang mungkin akan timbul dan mengobatinya adalah perkara yang sangat penting yang harus dilakukan oleh ahli ibadah.” (Mawaridul Aman, hal. 30)

Islam Adalah Agama Yang Hak
Tidak ada yang mengingkari keyakinan bahwa Islam adalah agama yang hak kecuali orang-orang yang telah tertutup mata hatinya dari Islam. Islam adalah agama yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala, dan satu-satunya agama yang akan diterima di sisi-Nya. Allah Subhanahu wata’ala, menjelaskan keyakinan ini dalam banyak tempat, seperti firman-Nya:

إِنَّ الدِِّينَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)

Sebagai bukti pula tentang kebenaran dan diridhainya Islam adalah permusuhan non muslim terhadap agama Islam dan penganutnya sampai hari kiamat. Mereka memperingatkan para pengikutnya agar tidak sekali-kali masuk ke dalam Islam. Mereka juga mencela dan menghina agama Islam.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
“Dan mereka menginginkan agar cahaya Allah (Islam) padam dengan lisan-lisan mereka.” (Ash-Shaff: 8)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang selain kalian menjadi teman. Mereka tidak henti-hentinya mencelakakan kalian dan mereka menyukai apa yang memberatkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi.” (Ali ‘Imran: 118)

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Dan orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu selama-lamanya sampai kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (sebenar-benar) petunjuk.’ Dan jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepadamu ilmu, niscaya kamu tidak akan mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari Allah.” (Al-Baqarah: 120)

Allah Subhanahu wa ta’ala, dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka baik dalam i’tiqad, ibadah, akhlak, perangai, ciri khas maupun selainnya. Dan ini merupakan salah satu bukti tentang kebenaran Islam. (Iqtidha` Shirathil Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah )
Allah Subhanahu wata’ala, dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, memerintahkan kepada kita untuk memerangi agama kufur dan orang-orang kafir baik dengan harta, jiwa, dan lisan-lisan kita, juga menunjukkan kebenaran Islam.
Bukti lain yang menunjukkan kebenaran Islam adalah masuknya umat-umat non Islam ke dalam agama ini. Tidak lepas dalam hal ini para tokoh agama mereka seperti para pendeta. Mereka kemudian tampil membongkar kedok agama sesat tersebut dan memproklamirkan kebenaran agama Islam.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللهِ أَفْوَاجًا
“Apabila datang pertolongan dan kemenangan dari Allah. Engkau akan menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah.” (An-Nashr: 1-2)

Islam Adalah Agama Para Nabi dan Rasul
Hal ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wata’ala, di dalam firman-Nya :

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Bukanlah Ibrahim adalah seorang Yahudi atau Nasrani, akan tetapi ia adalah orang yang lurus dan muslim. Dan ia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 67)

أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“(Yusuf) berkata: ‘Engkau adalah waliku di dunia dan di akhirat dan matikanlah aku dalam keadaan Islam. Ikut sertakanlah aku bersama orang-orang yang shalih.” (Yusuf: 101)

Ibnu Katsir  dalam Tafsir-nya mengatakan: “Ini merupakan sebuah doa dari Yusuf Ash-Shiddiq. Dia berdoa dengannya kepada Rabbnya di saat Allah Subhanahu wata’ala, menyempurnakan nikmat atasnya, dengan berkumpulnya dia bersama kedua orangtua dan saudara-saudaranya. Juga nikmat kenabian dan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Dia meminta kepada Rabbnya agar nikmat tersebut diabadikan sampai hari akhir, sebagaimana Dia telah menyempurnakan (nikmat untuknya) di dunia. Juga agar Allah Subhanahu wata’ala, mematikannya dalam keadaan muslim. Ini adalah penafsiran Adh-Dhahhak.

‘Dan agar Allah mengikutsertakan dia dengan orang-orang shalih’ yaitu dari kalangan nabi dan rasul. Mungkin juga Nabi Yusuf mengucapkan doa ini ketika kematian datang menjemputnya, sebagaimana disebutkan dalam dua kitab Shahih dari ‘Aisyah radiallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mengangkat tangannya ketika ajal beliau datang menjemput: ‘Ya Allah, bersama pendamping-pendamping di tempat yang tinggi.’ (Beliau ucapkan tiga kali). Dan mungkin Nabi Yusuf meminta agar mati di atas Islam dan diikutsertakan dengan orang-orang shalih apabila ajalnya telah dekat dan umurnya telah habis.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/598)

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (setiap mereka menyeru): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thagut’.” (An-Nahl: 63)

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitabut Tauhid menjelaskan: “Agama para nabi adalah satu.” Kalimat ini tidak menafikan firman Allah Subhanahu wata’ala, yang mengatakan :

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Setiap nabi Kami jadikan untuk mereka syariat dan jalan (sendiri).” (Al-Ma`idah: 48)

Karena syariat amaliah berbeda pada setiap umat. Adapun landasan agama adalah satu. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman:

شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
“Dia telah mensyariatkan kepada kalian agama yang telah Dia wasiatkan kepada Nuh dan apa yang Kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad) serta apa yang kami telah wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa: ‘Tegakkanlah agama dan jangan berpecah belah di dalamnya’.” (Asy-Syura: 13) [Al-Qaulul Mufid, 1/59]

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu (Muhammad) seorang rasulpun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)

Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Qatadah (ketika menjelaskan firman Allah Subhanahu wata’ala,): “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” Bahwa dia berkata: “Islam adalah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah Subhanahu wata’ala,, mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah dari sisi Allah Subhanahu wata’ala, sebagai agama Allah Subhanahu wata’ala, yang telah disyariatkan untuk dirinya, Allah  Subhanahu wata’ala, mengutus para rasul dan membimbing para wali-Nya dengan agama itu, dan Allah Subhanahu wata’ala,tidak menerima agama selainnya, serta tidak pula akan memberi ganjaran kecuali dengannya.”
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Adh-Dhahhak ketika menjelaskan firman Allah Subhanahu wata’ala, di atas: “Tidak diutus seorang nabi pun melainkan dengan Islam.” (Ad-Durrul Mantsur, karya Al-Imam As-Suyuthi)

Kekufuran Hakikatnya Satu
Bagi orang yang memiliki bashirah ilmu pengetahuan, dia akan mengetahui bahwa sejak zaman keingkaran iblis hingga ada kaderisasi dari kalangan jin dan manusia, kekufuran hakikatnya satu. Inilah contoh keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu wata’ala,, sebagaimana telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, dalam firman-Nya :

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ. قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“Allah berfirman: ‘Wahai iblis! Apa yang menghalangimu untuk sujud kepada seseorang yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah engkau telah menyombongkan diri atau orang yang meninggikan diri?’ Dia berkata: ‘Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah’.” (Shad: 75-76)

Karena keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu wata’ala,, maka Allah Subhanahu wata’ala, mengusirnya dari rahmat-Nya sehingga dia menjadi orang yang terkutuk. Allah Subhanahu wata’ala, juga mengusirnya dari dalam surga :

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ. وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
“Allah berfirman: ‘Keluarlah kamu darinya (surga), maka sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, dan sesungguhnya atasmu laknat-Ku sampai hari pembalasan’.” (Shad: 77-78)

Karena kutukan inilah, iblis mencari peluang dan meminta kepada Allah Subhanahu wata’ala, agar bisa bermain dengan manuver kekufuran dan kesesatannya untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya ingkar kepada-Nya. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman :

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ. إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ
“Iblis berkata: ‘Wahai Rabbku, berikanlah aku penangguhan sampai hari kebangkitan.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu memiliki kesempatan sampai waktu yang telah ditentukan’.” (Shad: 79-80)

Setelah mendapatkan kesempatan untuk mengajak Bani Adam untuk kufur kepada Allah Subhanahu wata’ala,, diapun berjanji akan benar-benar berusaha dengan penuh kesungguhan untuk menyesatkan Bani Adam dengan cara dan jalan apapun. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman :

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Iblis berkata: ‘Maka demi kemuliaan-Mu, aku akan benar-benar menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas.” (Shad: 82-83)

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau menyesatkanku, maka aku akan benar-benar menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan benar-benar mendatangi mereka dari depan mereka, belakang mereka, samping kanan dan samping kiri mereka, sehingga Engkau tidak mendapatkan kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)

Allah Subhanahu wata’ala, telah menjelaskan tujuan akhir perbuatan iblis dan bala tentaranya dari kalangan jin dan manusia. Allah Subhanahu wata’ala, menjelaskan pula tentang siapa yang akan bisa dikuasai oleh iblis dan yang tidak.

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ. وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku engkau tidak memiliki kekuasaan atas mereka kecuali orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang sesat. Dan Jahannamlah tempat kembali mereka semuanya.” (Al-Hijr: 42-43)

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya setan tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertawakal kepada Allah. Namun yang mereka kuasai adalah orang-orang yang menyeleweng dan orang-orang yang menyekutukan Allah.” (An-Nahl: 99-100)

Islam vs Kufur
Dari uraian di atas, jelas bahwa pertarungan antara iman dan kufur adalah perjalanan hidup yang mesti terjadi. Karena hal ini merupakan sunnatullah atas hamba-Nya. Janji penyesatan iblis terhadap Bani Adam diabadikan oleh Allah Subhanahu wata’ala, dalam Al-Qur`an yang akan dibaca sampai hari kiamat. Hal ini menuntut agar kita berusaha menjadi orang yang selamat dari keganasan iblis.
Iblis telah berhasil dengan tipu muslihatnya mengeluarkan Nabi Adam q dan istri beliau dari surga, kemudian diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala,Subhanahu wata’ala, ke bumi yang penuh dengan ujian ini. Dialah yang telah menggoda putra Nabi Adam q sehingga membunuh saudaranya sendiri. Dialah yang tampil menjadi ‘pembimbing’ ulung dalam menyesatkan kaum Nabi Nuh sehingga terjatuh dalam kesyirikan yang besar sebagaimana dalam hadits:

صَارَتِ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُـوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ، أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ، وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ، وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجُرْفِ عِنْدَ سَبَإٍ، وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ، وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ، أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمِ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“Berhala-berhala yang ada di bangsa Arab merupakan berhala di kaum Nabi Nuh. Wadd menjadi milik Bani Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ menjadi berhala milik Bani Hudzail, Yaghuts menjadi milik Bani Murad kemudian menjadi milik Bani Guthaif di Saba`. Adapun Ya’uq milik Bani Hamdan, sedangkan Nasr milik Bani Himyar keluarga Dzil Kala’. Semuanya adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka binasa, setan membisikkan kepada kaum mereka: ‘Dirikanlah berhala-berhala di majelis-majelis mereka, dan namailah dengan nama-nama mereka.’ Lalu mereka melakukannya, dan ketika itu belum disembah. Hingga ketika mereka mati dan ilmu lenyap, semua berhala itu diibadahi.” (HR. Al-Bukhari no. 4539, dari sahabat Ibnu ‘Abbas radiallahu anhu)

Iblis juga telah menanamkan taring permusuhannya kepada para nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala, dengan menjadikan kaki tangannya dari kalangan manusia sebagai bala tentara yang langsung berhadapan dengan para nabi tersebut. Seperti kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad terhadap Nabi Hud, kaum Tsamud terhadap Nabi Shalih, kaum Madyan terhadap Nabi Syu’aib, Fir’aun dan bala tentaranya terhadap Nabi Musa, bapak Ibrahim dan kaumnya terhadap beliau, kaum Nabi Luth, serta kaum jahiliah kepada Rasulullah. 
Mereka juga memusuhi orang-orang yang beriman yang bersama para nabi itu. di antaranya: Allah Subhanahu wata’ala, mengisahkan tentang Nabi Nuh dan kaumnya yang menentang dakwah beliau :

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ. قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya dan dia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki sesembahan selain-Nya. Dan aku takut atas azab yang pedih akan menimpa kalian.’ Maka para pembesar dari kaumnya mengatakan: ‘Sesungguhnya kami melihatmu berada di atas kesesatan yang nyata’.” (Al-A’raf: 59-60)

Allah Subhanahu wata’ala, bercerita tentang Nabi Hud dan kaumnya yang menentang dakwahnya:
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ. قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
“Dan kepada kaum ‘Ad kami mengutus saudara mereka, Hud. Dia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki sesembahan selain-Nya, dan tidakkah kalian takut?’ Maka para pembesar yang kafir dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami melihatmu orang yang bodoh, dan kami menyangka bahwa dirimu termasuk orang-orang yang berdusta’.” (Al-A’raf: 65-66)

Sumber :
http://www.salafybpp.com/aqidah/penyamaan-agama-adalah-perbuatan-kufur