Ditulis oleh : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
Ide penyatuan agama terus digemakan hingga sekarang. Dagangan
orientalis yang dijajakan oleh para pengekor Barat berbaju muslim
(bahkan ada yang disebut pakar Islam) ini kian meramaikan bursa
kesesatan yang telah ada sebelumnya. Dan agar lebih mudah diserap
“pasar”, kemasan pun dibuat sedemikian manis, menonjolkan sisi-sisi
humanis yang sejatinya adalah racun bagi kaum muslimin.
Bingkisan dan oleh-oleh dari Barat untuk kaum muslimin kembali
menghunjam. I’tiqad (keyakinan) dan seruan-seruan kufur mereka datang
silih berganti menggugat kebenaran Islam. Ideologi-ideologi sesat
meramaikan media-media massa. Di mimbar-mimbar, satu tumbang, seribu
kesesatan bangkit kembali.
Alhamdulillah, sebagian kaum muslimin masih tersadar jika menghadapi
ideologi dari luar. Namun ketika manuver sesat datang dari dalam diri
umat Islam sendiri berupa konsep menyamakan Islam dengan selainnya,
dengan istilah sinkretisme agama, di sinilah terlihat bahwa kaum
muslimin sangat jauh dari ajaran agamanya dan terlelap dalam buaian
taqlid serta fanatik.
Musuh-musuh Allah Subhanahu wata’ala, mengetahui bahwa mereka tidak
bisa merusak kaum muslimin dengan cara yang telah lumrah dan masyhur
dalam ilmu mereka. Kerusakan i’tiqad adalah kerusakan dan perusakan yang
paling besar dan luas akibatnya. Oleh karena itu, Iblis dengan
keuletannya untuk mendapatkan hasil yang gemilang dan besar, tercatatlah
pada generasi manusia yang kesepuluh, pada kaum Nabi Nuh, menjadi
pemula buah keberhasilan Iblis dalam merusak i’tiqad manusia. Dengan
kerusakan inilah, mereka dengan serta merta siap untuk bersujud kepada
selain Allah Subhanahu wata’ala, berkorban untuk selain-Nya, bernadzar
untuk selain-Nya, berdoa kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, meminta
perlindungan, pertolongan dan meminta terbebaskan dari malapetaka
kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, serta berbagai wujud peribadatan
kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, yang lain. Tidak ada kerusakan yang paling besar daripada kerusakan i’tiqad yang
muaranya ada di dalam hati.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
menyebutkan :
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, pada jasad ini ada segumpal daging, jika dia baik maka
seluruh anggota badan akan menjadi baik, dan bila rusak maka seluruh
anggota badan menjadi rusak. Ketahuilah, itulah hati.” (HR. Al-Bukhari
no. 50 dan Muslim no. 2996 dari shahabat An-Nu’man bin Basyir radiallahu
anhu)
Ibnul Qayyim rahimahullah, menjelaskan: “Karena kedudukan hati
terhadap anggota badan bagaikan raja yang berkuasa atas bala tentaranya,
di mana semua (perbuatan mereka) muncul dari perintahnya. Bala tentara
tersebut digunakan sesuai keinginan sang raja dan kesemuanya berada di
bawah perintah dan kekuasannya, maka anggota badan akan istiqamah atau
menyeleweng (adalah karena hati). Dan hatilah yang akan mengikatnya
dengan segala kekuasaan atau melepaskannya. Rasulullah bersabda:
‘Ketahuilah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging yang bila baik
niscaya seluruh jasad akan baik pula.’
Hati merupakan raja bagi seluruh anggota badan. Dan anggota badan
akan melakukan segala yang diperintahkannya dan akan menerima segala
arahannya. Tidak akan mungkin lurus sedikitpun amalan anggota badan
tersebut melainkan harus datang dari keinginan dan niat hati. Dan hati
akan bertanggung jawab atas seluruhnya, karena setiap pemimpin akan
dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, usaha
memperbaiki dan meluruskannya adalah sebuah usaha yang diprioritaskan
untuk dilakukan oleh setiap orang (yang berusaha mencari kebenaran).
Sedangkan mengoreksi segala penyakit yang mungkin akan timbul dan
mengobatinya adalah perkara yang sangat penting yang harus dilakukan
oleh ahli ibadah.” (Mawaridul Aman, hal. 30)
Islam Adalah Agama Yang Hak
Tidak ada yang mengingkari keyakinan bahwa Islam adalah agama yang
hak kecuali orang-orang yang telah tertutup mata hatinya dari Islam.
Islam adalah agama yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala, dan
satu-satunya agama yang akan diterima di sisi-Nya. Allah Subhanahu
wata’ala, menjelaskan keyakinan ini dalam banyak tempat, seperti
firman-Nya:
إِنَّ الدِِّينَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak
akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali
‘Imran: 85)
Sebagai bukti pula tentang kebenaran dan diridhainya Islam adalah
permusuhan non muslim terhadap agama Islam dan penganutnya sampai hari
kiamat. Mereka memperingatkan para pengikutnya agar tidak sekali-kali
masuk ke dalam Islam. Mereka juga mencela dan menghina agama Islam.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
“Dan mereka menginginkan agar cahaya Allah (Islam) padam dengan lisan-lisan mereka.” (Ash-Shaff: 8)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ
دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ
الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang
selain kalian menjadi teman. Mereka tidak henti-hentinya mencelakakan
kalian dan mereka menyukai apa yang memberatkan kalian. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka
lebih besar lagi.” (Ali ‘Imran: 118)
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ
مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Dan orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu
selama-lamanya sampai kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (sebenar-benar) petunjuk.’ Dan jika
kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepadamu ilmu, niscaya
kamu tidak akan mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari Allah.”
(Al-Baqarah: 120)
Allah Subhanahu wa ta’ala, dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk
menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka baik dalam
i’tiqad, ibadah, akhlak, perangai, ciri khas maupun selainnya. Dan ini
merupakan salah satu bukti tentang kebenaran Islam. (Iqtidha` Shirathil
Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah )
Allah Subhanahu wata’ala, dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam,
memerintahkan kepada kita untuk memerangi agama kufur dan orang-orang
kafir baik dengan harta, jiwa, dan lisan-lisan kita, juga menunjukkan
kebenaran Islam.
Bukti lain yang menunjukkan kebenaran Islam adalah masuknya umat-umat
non Islam ke dalam agama ini. Tidak lepas dalam hal ini para tokoh
agama mereka seperti para pendeta. Mereka kemudian tampil membongkar
kedok agama sesat tersebut dan memproklamirkan kebenaran agama Islam.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللهِ أَفْوَاجًا
“Apabila datang pertolongan dan kemenangan dari Allah. Engkau akan
menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah.”
(An-Nashr: 1-2)
Islam Adalah Agama Para Nabi dan Rasul
Hal ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wata’ala, di dalam firman-Nya :
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Bukanlah Ibrahim adalah seorang Yahudi atau Nasrani, akan tetapi ia
adalah orang yang lurus dan muslim. Dan ia tidaklah termasuk orang-orang
musyrik.” (Ali ‘Imran: 67)
أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“(Yusuf) berkata: ‘Engkau adalah waliku di dunia dan di akhirat dan
matikanlah aku dalam keadaan Islam. Ikut sertakanlah aku bersama
orang-orang yang shalih.” (Yusuf: 101)
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan: “Ini merupakan sebuah doa
dari Yusuf Ash-Shiddiq. Dia berdoa dengannya kepada Rabbnya di saat
Allah Subhanahu wata’ala, menyempurnakan nikmat atasnya, dengan
berkumpulnya dia bersama kedua orangtua dan saudara-saudaranya. Juga
nikmat kenabian dan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Dia meminta
kepada Rabbnya agar nikmat tersebut diabadikan sampai hari akhir,
sebagaimana Dia telah menyempurnakan (nikmat untuknya) di dunia. Juga
agar Allah Subhanahu wata’ala, mematikannya dalam keadaan muslim. Ini
adalah penafsiran Adh-Dhahhak.
‘Dan agar Allah mengikutsertakan dia dengan orang-orang shalih’ yaitu
dari kalangan nabi dan rasul. Mungkin juga Nabi Yusuf mengucapkan doa
ini ketika kematian datang menjemputnya, sebagaimana disebutkan dalam
dua kitab Shahih dari ‘Aisyah radiallahu anha, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, mengangkat tangannya ketika ajal beliau
datang menjemput: ‘Ya Allah, bersama pendamping-pendamping di tempat
yang tinggi.’ (Beliau ucapkan tiga kali). Dan mungkin Nabi Yusuf meminta
agar mati di atas Islam dan diikutsertakan dengan orang-orang shalih
apabila ajalnya telah dekat dan umurnya telah habis.” (Tafsir Ibnu
Katsir, 2/598)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul
(setiap mereka menyeru): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thagut’.”
(An-Nahl: 63)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitabut
Tauhid menjelaskan: “Agama para nabi adalah satu.” Kalimat ini tidak
menafikan firman Allah Subhanahu wata’ala, yang mengatakan :
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Setiap nabi Kami jadikan untuk mereka syariat dan jalan (sendiri).” (Al-Ma`idah: 48)
Karena syariat amaliah berbeda pada setiap umat. Adapun landasan agama adalah satu. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
“Dia telah mensyariatkan kepada kalian agama yang telah Dia wasiatkan
kepada Nuh dan apa yang Kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad) serta
apa yang kami telah wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa:
‘Tegakkanlah agama dan jangan berpecah belah di dalamnya’.” (Asy-Syura:
13) [Al-Qaulul Mufid, 1/59]
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu (Muhammad) seorang rasulpun
melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Qatadah (ketika
menjelaskan firman Allah Subhanahu wata’ala,): “Sesungguhnya agama yang
benar di sisi Allah adalah Islam.” Bahwa dia berkata: “Islam adalah
mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah
Subhanahu wata’ala,, mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah dari sisi
Allah Subhanahu wata’ala, sebagai agama Allah Subhanahu wata’ala, yang
telah disyariatkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wata’ala, mengutus
para rasul dan membimbing para wali-Nya dengan agama itu, dan Allah
Subhanahu wata’ala,tidak menerima agama selainnya, serta tidak pula akan
memberi ganjaran kecuali dengannya.”
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Adh-Dhahhak ketika
menjelaskan firman Allah Subhanahu wata’ala, di atas: “Tidak diutus
seorang nabi pun melainkan dengan Islam.” (Ad-Durrul Mantsur, karya
Al-Imam As-Suyuthi)
Kekufuran Hakikatnya Satu
Bagi orang yang memiliki bashirah ilmu pengetahuan, dia akan
mengetahui bahwa sejak zaman keingkaran iblis hingga ada kaderisasi dari
kalangan jin dan manusia, kekufuran hakikatnya satu. Inilah contoh
keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu wata’ala,,
sebagaimana telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, dalam
firman-Nya :
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ
بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ. قَالَ أَنَا
خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“Allah berfirman: ‘Wahai iblis! Apa yang menghalangimu untuk sujud
kepada seseorang yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah
engkau telah menyombongkan diri atau orang yang meninggikan diri?’ Dia
berkata: ‘Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakan aku dari api,
sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah’.” (Shad: 75-76)
Karena keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu
wata’ala,, maka Allah Subhanahu wata’ala, mengusirnya dari rahmat-Nya
sehingga dia menjadi orang yang terkutuk. Allah Subhanahu wata’ala, juga
mengusirnya dari dalam surga :
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ. وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
“Allah berfirman: ‘Keluarlah kamu darinya (surga), maka sesungguhnya
kamu adalah orang yang terkutuk, dan sesungguhnya atasmu laknat-Ku
sampai hari pembalasan’.” (Shad: 77-78)
Karena kutukan inilah, iblis mencari peluang dan meminta kepada Allah
Subhanahu wata’ala, agar bisa bermain dengan manuver kekufuran dan
kesesatannya untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya
ingkar kepada-Nya. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman :
قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ. إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ
“Iblis berkata: ‘Wahai Rabbku, berikanlah aku penangguhan sampai hari
kebangkitan.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu memiliki kesempatan
sampai waktu yang telah ditentukan’.” (Shad: 79-80)
Setelah mendapatkan kesempatan untuk mengajak Bani Adam untuk kufur
kepada Allah Subhanahu wata’ala,, diapun berjanji akan benar-benar
berusaha dengan penuh kesungguhan untuk menyesatkan Bani Adam dengan
cara dan jalan apapun. Allah Subhanahu wata’ala, berfirman :
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Iblis berkata: ‘Maka demi kemuliaan-Mu, aku akan benar-benar
menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas.” (Shad:
82-83)
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ
الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ
خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ
أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau menyesatkanku, maka aku akan
benar-benar menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku
akan benar-benar mendatangi mereka dari depan mereka, belakang mereka,
samping kanan dan samping kiri mereka, sehingga Engkau tidak mendapatkan
kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)
Allah Subhanahu wata’ala, telah menjelaskan tujuan akhir perbuatan
iblis dan bala tentaranya dari kalangan jin dan manusia. Allah Subhanahu
wata’ala, menjelaskan pula tentang siapa yang akan bisa dikuasai oleh
iblis dan yang tidak.
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ. وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ
أَجْمَعِينَ
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku engkau tidak memiliki kekuasaan atas
mereka kecuali orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang
yang sesat. Dan Jahannamlah tempat kembali mereka semuanya.” (Al-Hijr:
42-43)
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ
يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya setan tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang bertawakal kepada Allah. Namun yang mereka
kuasai adalah orang-orang yang menyeleweng dan orang-orang yang
menyekutukan Allah.” (An-Nahl: 99-100)
Islam vs Kufur
Dari uraian di atas, jelas bahwa pertarungan antara iman dan kufur
adalah perjalanan hidup yang mesti terjadi. Karena hal ini merupakan
sunnatullah atas hamba-Nya. Janji penyesatan iblis terhadap Bani Adam
diabadikan oleh Allah Subhanahu wata’ala, dalam Al-Qur`an yang akan
dibaca sampai hari kiamat. Hal ini menuntut agar kita berusaha menjadi
orang yang selamat dari keganasan iblis.
Iblis telah berhasil dengan tipu muslihatnya mengeluarkan Nabi Adam q
dan istri beliau dari surga, kemudian diturunkan oleh Allah Subhanahu
wata’ala,Subhanahu wata’ala, ke bumi yang penuh dengan ujian ini. Dialah
yang telah menggoda putra Nabi Adam q sehingga membunuh saudaranya
sendiri. Dialah yang tampil menjadi ‘pembimbing’ ulung dalam menyesatkan
kaum Nabi Nuh sehingga terjatuh dalam kesyirikan yang besar
sebagaimana dalam hadits:
صَارَتِ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُـوحٍ فِي الْعَرَبِ
بَعْدُ، أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ، وَأَمَّا
سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ، وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ ثُمَّ
لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجُرْفِ عِنْدَ سَبَإٍ، وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ
لِهَمْدَانَ، وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ،
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى
الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمِ
الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ
فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ
الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“Berhala-berhala yang ada di bangsa Arab merupakan berhala di kaum
Nabi Nuh. Wadd menjadi milik Bani Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ menjadi
berhala milik Bani Hudzail, Yaghuts menjadi milik Bani Murad kemudian
menjadi milik Bani Guthaif di Saba`. Adapun Ya’uq milik Bani Hamdan,
sedangkan Nasr milik Bani Himyar keluarga Dzil Kala’. Semuanya adalah
nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka binasa, setan
membisikkan kepada kaum mereka: ‘Dirikanlah berhala-berhala di
majelis-majelis mereka, dan namailah dengan nama-nama mereka.’ Lalu
mereka melakukannya, dan ketika itu belum disembah. Hingga ketika mereka
mati dan ilmu lenyap, semua berhala itu diibadahi.” (HR. Al-Bukhari no.
4539, dari sahabat Ibnu ‘Abbas radiallahu anhu)
Iblis juga telah menanamkan taring permusuhannya kepada para nabi
yang diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala, dengan menjadikan kaki
tangannya dari kalangan manusia sebagai bala tentara yang langsung
berhadapan dengan para nabi tersebut. Seperti kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad
terhadap Nabi Hud, kaum Tsamud terhadap Nabi Shalih, kaum Madyan
terhadap Nabi Syu’aib, Fir’aun dan bala tentaranya terhadap Nabi Musa, bapak Ibrahim dan kaumnya terhadap beliau, kaum Nabi Luth, serta
kaum jahiliah kepada Rasulullah.
Mereka juga memusuhi orang-orang yang
beriman yang bersama para nabi itu. di antaranya: Allah Subhanahu wata’ala, mengisahkan tentang Nabi Nuh dan kaumnya yang menentang dakwah beliau :
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا
اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ
يَوْمٍ عَظِيمٍ. قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي
ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya dan dia berkata:
‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki sesembahan
selain-Nya. Dan aku takut atas azab yang pedih akan menimpa kalian.’
Maka para pembesar dari kaumnya mengatakan: ‘Sesungguhnya kami melihatmu
berada di atas kesesatan yang nyata’.” (Al-A’raf: 59-60)
Allah Subhanahu wata’ala, bercerita tentang Nabi Hud dan kaumnya yang menentang dakwahnya:
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا
لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ. قَالَ الْمَلَأُ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا
لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
“Dan kepada kaum ‘Ad kami mengutus saudara mereka, Hud. Dia berkata:
‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki sesembahan
selain-Nya, dan tidakkah kalian takut?’ Maka para pembesar yang kafir
dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami melihatmu orang yang bodoh, dan
kami menyangka bahwa dirimu termasuk orang-orang yang berdusta’.”
(Al-A’raf: 65-66)
Sumber :
http://www.salafybpp.com/aqidah/penyamaan-agama-adalah-perbuatan-kufur