Dalam Keputusan Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama (Lembaga Ulama Besar)
No.148 tanggal 12/1/1409 H yang dimuat oleh majalah Majma’ Al-Fiqh
Al-Islamy edisi 2 hal.181 dan majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah edisi 24
hal.384-387, dikeluarkan keputusan dari Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dan
kemudian keputusan ini disetujuhi oleh para anggota majelis seperti
syeikh Ibnu Bazz, syeikh Ibnu ’Utsaimin, syeikh ’Abdul ’Aziz Alu Syeikh,
syeikh Sholih Al-Fauzan, syeikh Sholih Al-Luhaidan dan 12 anggota yang
lainnya.
Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dalam sidangnya yang ke-32 yang
diselenggarakan di kota Thaif dari tanggal 8/1/1409 – 12/1/1409 H,
berdasarkan bukti-bukti yang kuat berkaitan dengan banyaknya aksi-aksi
perusakan yang telah menelan korban yang sangat banyak dari kalangan
orang-orang yang tidak berdosa dan telah rusak karenanya (sesuatu yang)
banyak dari harta benda, hak-hak milik maupun fasilitas-fasilitas umum
baik di negeri-negeri Islam maupun yang di negeri lain yang dilakukan
oleh orang-orang yang lemah atau hilang imannya dari orang-orang yang
memiliki jiwa yang sakit dan dendam. Diantaranya menghancurkan
rumah-rumah dan membakarnya baik tempat-tempat umum maupun yang khusus,
menghancurkan jembatan-jembatan dan terowongan-terowongan, peledakan
pesawat atau membajaknya. Melihat kejadian-kejadian seperti ini,
beberapa negara baik yang dekat maupun yang jauh dan karena Arab Saudi
sama seperti negara-negara lainnya, memiliki kemungkinan akan diserbu
oleh aksi-aksi perusakan ini. Maka Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama melihat
sangat pentingnya untuk menetapkan hukuman bagi pelakunya sebagai
langkah preventif untuk mencegah orang-orang dari melakukan gerakan
perusakan baik gerakan tersebut dilakukan terhadap tempat-tempat umum
dan sarana-sarana milik pemerintah maupun ditujukan kepada yang lainnya
dengan tujuan untuk merusak dan mengganggu keamanan dan ketentraman.
Majelis telah meneliti apa yang disebutkan oleh para ulama bahwa
hukum-hukum syari’at secara umum mewajibkan untuk menjaga 5 perkara
pokok dan memperhatikan sebab-sebab yang menjaga kelestarian dan
keselamatannya, yaitu : agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta. Dan
Majelis telah memperoleh gambaran akan bahaya-bahaya yang sangat besar
yang timbul akibat Jarimah (perbuatan keji) pelampauan batas terhadap
Hurumat (hak-hak suci) kaum muslimin pada jiwa, kehormatan dan harta
mereka dan apa-apa yang disebabkan oleh aksi-aksi perusakan ini berupa
hilangnya rasa keamanan umum dalam negara, timbulnya kekacauan dan
kegoncangan dan membuat takut kaum muslimin atas dirinya maupun harta
bendanya.
Allah ‘Azza wa Jalla menjaga manusia ; agama, badan, jiwa,
kehormatan, akal dan harta bendanya dengan disyari’atkannya hudud
(hukum-hukum ganjaran) dan uqubah (hukuman balasan) yang akan
menciptakan keamanan secara umum dan khusus.
Dan di antara yang menjelaskan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
مِنْ
أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ
نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ
النَّاسَ جَمِيعًا
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa :
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (QS.
Al-Ma`idah : 32).
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي
الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ
أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ
ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik (secara bersilangan), atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
di dunia, dan bagi mereka di akhirat siksaan yang besar”. (QS.
Al-Ma`idah : 33).
Dan penerapan hal tersebut merupakan jaminan untuk meratakan
(menyebarkan) rasa aman dan ketentraman dan mencegah orang yang akan
menjerumuskan dirinya dalam perbuatan dosa dan melampaui batas tehadap
kaum muslimin pada jiwa-jiwa dan harta benda mereka. Dan jumhur
(kebanyakan) ulama berpendapat bahwasanya hukum muharabah (memerangi
pembuat kerusakan) di kota-kota dan selainnya adalah sama, dengan dalil
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
هُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ
“Dan berupaya membuat kerusakan di muka bumi”.
Dan Allah Ta’ala berfirman :
وَمِنَ
النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ
اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan
dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran)
isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila
ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan membinasakan tanam-tanaman dan binatang ternak,
dan Allah tidak menyukai perusakan”. (QS. Al-Baqarah : 204-205).
Dan (Allah) Ta’ala berfirman :
Dan (Allah) Ta’ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”.(QS. Al-A’raf : 56,85).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala : “(Allah) telah melarang
membuat kerusakan di muka bumi dan apa-apa yang membahayakannya setelah
diperbaikinya karena sesungguhnya apabila perkara-perkara berjalan di
atas As-Sadad (lurus dan baik) kemudian terjadi kerusakan setelah itu
maka itu adalah sesuatu yang paling berbahaya atas para hamba maka
(Allah) Ta’ala melarang hal tersebut”.
Dan berkata Al-Qurthuby : “(Allah) Subhanahu Wa Ta’ala melarang
setiap kerusakan sedikit maupun banyak setelah perbaikan yang sedikit
maupun banyak maka hal ini (berlaku)
secara umum menurut (pendapat) yang benar dari berbagai pendapat (yang ada)”.
Berdasarkan penjelasan di atas dan karena apa yang telah lalu
penjelasannya melampaui perbuatan-perbuatan para perusak yang mereka itu
memiliki target-target khusus dimana mereka mengejar hasilnya berupa
harta benda atau kehormatan. Dan sasaran mereka (para pelaku teror
itu-pen.) adalah mengganggu keamanan dan merobohkan bangunan umat dan
membongkar aqidahnya dan melencengkannya dari manhaj Rabbany (manhaj
yang haq).
Maka majelis dengan sepakat memutuskan (hal-hal) sebagai berikut :
Pertama : Siapa yang terbukti secara syar’i melakukan perbuatan dari
perbuatan-perbuatan terorisme dan membuat kerusakan di muka bumi yang
menyebabkan gangguan keamanan dan menganiaya jiwa-jiwa dan harta benda
baik milik khusus maupun yang milik umum seperti menghancurkan
rumah-rumah, mesjid-mesjid, sekolah-sekolah atau rumah sakit,
pabrik-pabrik, jembatan-jembatan, gudang-gudang senjata,
penampungan-penampungan air, fasilitas-fasilitas umum untuk baitul mal
seperti saluran-saluran/pipa-pipa minyak dan menghancurkan pesawat atau
membajaknya dan yang semacamnya, maka hukumannya adalah dibunuh
berdasarkan kandungan ayat-ayat di atas bahwasanya perusakan di muka
bumi yang seperti ini mengharuskan penumpahan darah si perusak. Dan
karena bahaya dan kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang
melakukan perbuatan-perbuatan perusakan adalah lebih besar dari bahaya
dan kerusakan pembegal jalanan yang melampaui batas kepada seseorang
lalu membunuh dan merampas hartanya,maka Allah telah menetapkan
hukumannya dalam apa yang tersebut dalam ayat Al-Harabah (QS. Al-Ma`idah
: 33 di atas-pen.).
Kedua : Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman sebagaimana point di
atas (yaitu dibunuh-pen), harus menyempurnakan Al-Ijra`at (urusan,
administrasi) pembuktian yang lazim di Pengadilan-Pengadilan syari’at,
Hai‘ah At-Tamyiz dan Mahkamah Agung dalam rangka bara`atun lidzdzimmah
(pertanggungjawaban di hadapan Allah) dan kehati-hatian terhadap nyawa.
Dan untuk menunjukkan bahwasanya negeri ini (Arab Saudi-pen.) terikat
dengan segala ketentuan syari’at untuk membuktikan kejahatan dan
menetapkan hukumannya.
Ketiga : Majelis memandang perlunya menyebarkan hukuman ini melalui media massa.
Dan salam dan shalawat semoga senantiasa terlimpahkan kepada hamba
dan Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga dan shahabatnya.
(Dikutip dari http://www.darussalaf.or.id/myprint.php?id=738)
Sumber :
http://salafy.or.id/blog/2009/09/21/hukuman/
Sumber :
http://salafy.or.id/blog/2009/09/21/hukuman/